Kalkulasi Potensi Ancaman Kesehatan di Tahun 2024

Oleh :
Oryz Setiawan
Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat (Public Health) Unair Surabaya

Tahun 2023 usai meninggalkan kita, memasuki tahun 2024 sederet potensi masalah Kesehatan Masyarakat masih mengintai kita, Masyarakat Indonesia. Memasuki tahun 2024 sebagai tahun politik dimana ditandai dengan pesta demokrasi yakni pemilihan Presiden dan Wakil Presiden pada 14 Februari 2024. Pengalaman pahit pada pemilihan umum serentak pada 17 April 2019 memberikan pelajaran berharga dimana masyarakat Indonesia tidak hanya memilih Presiden dan Wakil Presiden tapi juga anggota legistaltif lainnya (anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota) dengan pertimbangan bertujuan agar lebih efisien, baik dari sisi waktu juga anggaran dana. Namun dalam pelaksanaannya, kompleksitas Pemilu Serentak memberikan duka mendalam. Tercatat, 527 petugas KPPS meninggal dan 11.239 sakit. Jika dilihat dari sisi teknis Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) memiliki jenis pekerjaan yang berlipat. Jika dilihat dari sisi kesehatan dan kemanusiaan kondisi tersebut sudah katagori “bencana kemanusiaan” dan ironisnya hingga kini tak jelas siapa yang bertanggung jawab. Selain itu tahun politik tentu mobilitas massa terus dinamis, hampir sepanjang jalan berjejer baliho parpol, caleg terus menghiasi pemandangan sehari-hari, terkadang mengganggu keindahan dan estetika. Kondisi ini tentu kian membingungkan masyarakat dalam menentukan hak pilihan politiknya kelak.

PR Besar Menanti
Masalah stunting, kemiskinan, inflasi dan problematika sosial yang masih tinggi merupakan tugas besar yang perlu diselesaikan dan ditemukan solusinya. Dari perspektif kesehatan, upaya kesehatan untuk menyehatkan masyarakat bukan konsentrasi untuk pengobatan masih belum terealisasi dengan baik. Upaya sekadar pemenuhan kebutuhan dasar manusia, seperti makan, minum gratis, tidak merupakan strategi untuk mencapai Indonesia Emas di tahun 2045 nanti. Yang diperlukan upaya kesehatan, pendidikan yang mampu meningkatkan kemampuan ekonomi dan memanfaatkan sumber daya alam yang kaya, secara mandiri. Dalam konteks kekinian, terutama dalam memilih pemimpin, mereka terdidik dan sadar risiko dalam pemilihan, iming-iming kebutuhan makan gratis, bansos dan iming-iming kebutuhan dasar lain memang tidak bermakna bila dibandingkan nasib bangsa dan negara kedepan. Seharusnya saat ini, di era digitalisasi dan serba modern, urusan kebutuhan dasar tidak menjadi proporsi terbesar dalam masyarakat.

Pada saat yang sama, semakin meningkatnya layanan kesehatan seperti pengobatan, teknologi kedokteran tentu dipandang akan juga meningkatkan status dan derajat kesehatan masyarakat. Namun realitasnya tidak sepenuhnya benar, masih terdapat kelompok masyarakat marginal, daerah perbatasan dan pelosok yang masih membutuhkan layanan kesehatan yang memadai ditengah meningkatnya infrastruktur dan konektivitas antar wilayah di sejumlah wilayah tanah air sebagai akses kemudahan memperoleh layanan kesehatan. Ancaman lain adalah sederet munculnya gangguan kesehatan yang bersifat luas dan cepat penyebarnya seperti Covid-19 dengan berbagai variannya, cacar monyet, hepatitis dan sederet penyakit menular lain yang periu antisipasi, mitigasi secara komprehensif. Selain itu potensi problematika kesehatan berbasis lingkungan seperti bencana baik banjir, tanah longsor hingga kebakaran hutan dan lahan termasuk kawasan pemukiman juga perlu diwaspadai serta risiko kecelakaan lalu lintas dimana semakin tingginya mobilitas penduduk antar kota, wilayah dan antar pulau juga memperbesar probabilitas angka kecelakaan yang tidak boleh dianggap sepele. Data Kementerian Perhubungan merilis bahwa di sepanjang tahun 2023, kecelakaan yang terjadi di jalan telah mencapai 155 ribu kasus. dari angka tersebut sebanyak 66.602 kecelakaan berasal dari kalangan pelajar dengan jenis transportasi yang sama, yakni sepeda motor. Dengan kondisi ini angka kecelakaan diprediksi terus meningkat seiring dengan peningkatan kualitas infrastruktur terutama jalan yang kian masif.

————- *** ————–

Tags: