Komisi II Desak KPU Tak Mengemis ke Risma

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

DPRD Jatim, Bhirawa
Komisi Ii DPR RI minta KPU Kota Surabaya tidak mengemis ke Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini terkait dana Pilkada. Mengingat UU Pilkada mengamanahkan agar setiap kepala daerah untuk mengalokasikan anggaran dalam APBD untuk pelaksanaan Pilkada.
Anggota Komisi II DPR RI Fandi Utomo menegaskan bagi bupati/wali kota yang tidak menganggarkan dana Pilkada dalam APBD adalah salah satu bentuk pelanggaran dan dapat dikenakan sanksi. Oleh karenanya Risma sebagai wali kota harus segera mengalokasikan agar tahapan Pilkada yang dilaksanakan oleh KPU tidak berjalan tersendat-sendat. Bahkan ada kekhawatiran ada kesengajaan dikondisikan seperti ini sebagai alat bargaining antara KPU dan calon kepala daerah yang akan maju.
“Ini jelas melanggar aturan yaitu UU Pemilukada. Karenanya sudah seharusnya Wali kota Surabaya mengalokasikannya dalam APBD. Untuk itu saya minta KPU jangan mengemis-ngemis yang dikhawatirkan dana ini digunakan untuk bargaining bagi para incumbent ketika ingin maju lagi,”papar politisi asal Partai Demokrat yang maju lewat Dapil Surabaya-Sidoarjo, Kamis (14/5).
Sementara itu, Ketua Komisi A DPRD Kota Surabaya Herlina Sunyoto mengakui anggaran Pilkada Kota Surabaya yang masuk dalam hibah daerah memang sampai saat ini belum ada yang direalisasi. Namun mengingat pentingnya pelaksanaan Pilkada, idealnya wali kota bisa membuat kebijakan khusus untuk pencairan anggaran Pilkada sebesar Rp 91 miliar tersebut.
“Jangan sampai dengan belum cairnya anggaran tersebut, menjadi alasan di kemudian hari ketika ada kesalahan dalam proses Pilkada. Baik itu mulai dari proses seleksi sampai dengan pelaksanaan. Apalagi yang kita ketahui proses-proses seleksi di KPU untuk PPK, PPS  juga Panwas sudah berjalan,”aku politisi perempuan dari PD ini.
Selain itu, Herlina yang mewakili Komisi A berharap agar seleksi Panwas kota betul-betul profesional, bebas dari tekanan dan pengaruh siapapun. “Jangan sampai Panwas kota meloloskan orang-orang yang tidak cakap dan tidak independen hanya karena tekanan pihak-pihak tertentu.  Panwascam ke depan semoga diisi oleh orang-orang yang amanah dan netral,”tegasnya..
Hal ini penting untuk ditegaskan, karena independensi dan integritas Panwas kota sampai 5 tahun ke depan. Jangan sampai akibat seleksi yang tidak profesional, pengawasan pemilu ke depan tidak netral. Seperti periode Panwas terdahulu, tidak jarang Panwas memiliki afiliasi dengan pihak/parpol tertentu. Yang pada akhirnya, hanya menyoroti pihak/partai tertentu saja. Ini tentunya membuat situasi yang tidak kondusif dan tidak netral.

6 Daerah NPHD
Terpisah, Ketua KPU Jatim Eko Sasmito mengakui dari 19 kab/kota yang akan menggelar Pilkada pada Desember 2015, baru enam daerah yang sudah melakukan NPHD (Naskah Perjanjian Hibah Daerah), sedang sisanya masih berjanji akan melakukannya dalam waktu dekat ini. Termasuk Kota Surabaya belum melakukan NPHD. Karenanya, pihaknya berharap akhir Mei ini semua daerah sudah melaksanakannya.
“Memang saya akui masih 13 kab/kota yang belum melaksanakan NPHD, namun kami sudah mencoba klarifikasi agar pada akhir Mei ini semuanya sudah tuntas. Dan untuk sementara saya minta ke KPU kab/kota untuk melakukan pendekatan dengan masing-masing kepala daerah,”tegas mantan Ketua KPU Kota Surabaya ini.
Tentang rekrutmen PPK dan PPS di daerah menurut Eko tidak ada masalah. Di mana untuk sementara menggunakan anggaran rutin yang ada di masing-masing KPU kab/kota dengan anggaran yang tidak terlalu besar.
Sebelumnya Komisioner KPU RI Arief Budiman di sela pembukaan Konsolidasi Program Sosialisasi dan Partisipasi Masyarakat di kantor KPU Kota Surabaya mengatakan dari 269 kota/kabupaten yang menggelar Pilkada Serentak, baru 82 daerah yang sudah melakukan penandatanganan Nota Perjanjian Hibah Daerah atau NPHD.
Hal ini jelas mengkhawatirkan karena bisa menyebabkan tertundanya pelaksanaan sejumlah tahapan yang harus berlangsung. Sebab di dalam peraturan KPU juga sudah disebutkan apabila tidak didukung ketersediaan anggaran, maka pelaksanaan Pilkada bisa ditunda.
KPU sendiri berharap pencairan anggaran ini bisa tuntas sebelum 18 Mei 2015. Sebelumnya, KPU memang sudah menetapkan bahwa di tanggal tersebut, KPU Kota/Kabupaten sudah harus melantik penyelenggara Ad Hoc yang terdiri dari PPK dan PPS.
Arief khawatir, apabila anggaran belum dicairkan, maka honor yang harusnya diterima PPK dan PPS itu juga tidak bisa dicairkan. Karena itu, Arief berharap sebelum tanggal tersebut NPHD sudah disepakati, ditandatangani, bahkan sudah ditransfer ke rekening KPU Kota/Kabupaten.  “Ada beberapa kegiatan dan program yang baru bisa jalan kalau ada dana. Misalnya saja honor PPK dan PPS,” katanya.
Arief menilai, lambannya proses pencairan anggaran ini terjadi karena waktu penetapan yang sangat singkat, baik penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu), UU No 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas UU No 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan wali kota Menjadi UU.
UU No 8 Tahun 2015 itu sendiri keluar pada 23 Maret 2015, sementara hari pemungutan suara ditetapkan pada 9 Desember 2015. Setelah UU ini keluar, KPU sudah bekerja cepat menyusun regulasi serta anggaran dan sudah menyelesaikannya pula. [cty,geh,gat]

Tags: