Kota Tua Berwajah Baru dengan Menghidupkan Kembali Konsep ‘Suroboyo Kutho Lawas’

Pemkot Surabaya akan menghidupkan kembali konsep ‘Suroboyo Kutho Lawas’ sebagai destinasi unggulan yang berada di kawasan Surabaya Utara. [Zainal Ibad]

Merawat Kawasan Heritage Surabaya menjadi Wisata Unggulan [bagian kedua]

Kota Surabaya, Bhirawa
Sejak Kota Pahlawan dipimpin Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, kawasan wisata heritage berkembang pesat. Berbagai upaya dilakukan seperti menghidupkan kembali konsep ‘Suroboyo Kutho Lawas’.

Sektor pariwisata di Kota Surabaya sempat menggeliat, sebelum akhirnya diluluh lantakan oleh pandemi Covid-19. Kini usai pandemi berlalu, pariwisata kembali bangkit. Grafik jumlah wisatawan dalam negeri maupun luar negeri yang berkunjung ke Surabaya terus menanjak.

Mengutip data Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga serta Pariwisata (Disbudporapar) Kota Surabaya, jumlah wisatawan nusantara (wisnus) mencapai 12.613.840 orang selama 2022. Naik signifikan dibanding 2021 yang baru mencapai 9.235.074 orang. Sementara wisatawan mancanegara (wisman) pada 2022 sebanyak 455.226 orang atau naik sekitar tiga kali lipat dibanding 2021 yang hanya mencapai 100.767 orang.

Sedangkan pada Agustus 2023, secara umum jumlah kunjungan wisman ke Jawa Timur yang melalui pintu masuk Bandara Internasional Juanda, sebanyak 25.548 orang. Jumlah ini naik 204,65 persen dibandung dengan bulan yang sama pada 2022 yang jumlahnya hanya 8.386 orang.

Tingginya minat kunjungan wisatawan ke Kota Pahlawan ini tidak lepas dari upaya Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, yang membuka sejumlah destinasi wisata ikonik. Diantaranya mengembangkan kawasan wisata heritage. Beberapa destinasi yang sudah hidup dan berkembang adalah Kampung Lawas Maspati, Tunjungan Romansa, Kya Kya Reborn hingga wisata heritage Peneleh.

Gagasan besar juga dimunculkan Wali Kota Eri, yang akan menghidupkan kembali konsep ‘Suroboyo Kutho Lawas’. Targetnya, Desember 2023 wisatawan sudah bisa menikmati wisata kota tua Surabaya berwajah baru ini.

Wali Kota Eri mengatakan, Surabaya merupakan kota dengan banyak sejarah perjuangan. Terdapat gedung-gedung tua cagar budaya yang menjadi saksi sejarah. Nilai sejarah inilah yang mampu mengingatkan perjuangan para pahlawan kepada generasi muda.

Mantan Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya ini menjelaskan, wisata kota tua akan terkoneksi dengan Jembatan Merah, rumah lahir Bung Karno hingga makam dan kampung Peneleh yang memiliki banyak kisah sejarahnya. Untuk mengembangkannya, pihaknya juga menggandeng sejumlah komunitas sejarah.

Selain itu, di kawasan kota tua juga akan terkoneksi dengan tempat wisata lain. Seperti susur Sungai Kalimas, Monumen Kapal Selam, Alun-alun Suroboyo, Tunjungan Romansa hingga Kya Kya Kembang Jepun. “Antara wisata kota tua, Kampung China dan Kampung Eropa kita jadikan satu,” jelasnya.

Pada pengembangan pariwisata ini, pihaknya juga akan fokus pada kawasan cagar budaya di kawasan Polrestabes Surabaya dan sekitarnya. Di sana terdapat banyak bangunan bersejarah dan tercatat sebagai cagar budaya. Rencananya, nama yang diusung untuk kawasan kota tua itu adalah ‘Suroboyo Kutho Lawas’.

Menurut Wali Kota Eri, di Jalan Karet nantinya akan ada kopi-kopi barista seperti yang ada di Tunjungan Romansa. Sekarang sedang dilakukan pendataan. Begitu pula dengan ornamen-ornamen yang ada di ‘Suroboyo Kutho Lawas’ tidak sama seperti yang ada di Tunjungan Romansa.

“Lampunya dibuat berbeda, tidak seperti di Tunjungan. Parkirnya akan ditata. Nanti kalau malam diatur arusnya bagaimana, saya minta di minggu kedua Oktober sudah harus ada gambaran yang jadi, sehingga nanti Desember 2023 bisa kita resmikan,” urainya.

Revitalisasi Kampung Eropa
Kepala Bidang (Kabid) Bangunan Gedung Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman serta Pertanahan (DPRKPP) Surabaya, Iman Krestian Mahardono menjelaskan, saat ini pihaknya sedang melakukan revitalisasi Kampung Eropa untuk mendukung program ‘Suroboyo Kutho Lawas’. Ada beberapa titik yang menjadi perhatian dalam revitalisasi.

Menurut Iman, kawasan utara itu terbagi menjadi beberapa zona. Patokannya adalah ikon Surabaya, Jembatan Merah. Katanya, sisi barat Jembatan Merah merupakan wilayah yang bakal disulap menjadi Kampung Eropa. “Ada sekitar empat zona pengembangan wisata heritage,” ucapnya.

Dia menjelaskan, terdapat enam strategi pengembangan zona tematik Eropa. Antara lain peningkatan Koridor Rajawali, Taman Sejarah, gedung Internatio dan Jembatan Merah Plaza (JMP), Jembatan Merah, Koridor Veteran, hingga Heritage Trail. Enam titik itu bakal ada pengembangan.

“Misalnya, Jembatan Merah ada peningkatan kualitas visual, Koridor Veteran ada kegiatan baru yang ditambah, dan Taman Sejarah digunakan untuk transit hub dan tourism information center. Pengerjaan itu mulai dicicil. Kami juga sedang memperbaiki skala minor di Taman Sejarah. Yakni, pembuatan toilet dan penataan perparkiran. Sekarang lagi melebarkan akses biar tamannya lebih terbuka,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan Kepemudaan Olahraga dan Pariwisata (Disbudporapar) Kota Surabaya, Wiwiek Widayati mengungkapkan, kendati Kota Pahlawan tidak memiliki unsur alam, tapi ada sektor yang masih bisa dikembangkan. Yaitu sektor heritage. Itu mendominasi dan memiliki potensi kuat. “Perlu kita create lebih optimal,” paparnya.

Menurutnya, zona Eropa terdapat belasan daya tarik wisatawan. Semuanya dalam bentuk peninggalan gedung bekas masa kolonial yang sekarang sudah beralih fungsi.

Dia menyebut ada sekitar 11 gedung, antara lain Gedung Internatio, Gedung Cerutu dan Arcadia, Pabrik Limun dan Sirup, Polrestabes Surabaya, PTPN XI, Museum De Javasche Bank, Penjara Kalisosok, Jembatan Merah, Taman Sejarah, Pos Bloc, dan kawasan pemukiman utara eks penjara Kalisosok.

“Zona ini paling luas di antara yang lain, seperti Zona Arab, Zona Melayu, dan Pecinan. Nantinya ada alternatif moda transportasi. Seperti persewaan kendaraan, becak, hingga sepeda,” bebernya.

Wiwiek menyampaikan, Pos Bloc atau Kantor Pos Kebonrojo bakal mengusung konsep baru. Inspirasinya dari M Bloc, Jakarta. Rencananya menjadi open and creative hub. “Revitalisasi ini harapannya bisa memantik pengunjung. Sehingga menjadi pilihan destinasi warga. Tidak hanya terkonsentrasi di Tunjungan,” tandasnya.

Lebih dari Sekadar Lokasi Wisata
Rencana Pemkot Surabaya yang ingin menghidupkan kembali kawasan cagar budaya dibagian Surabaya Utara jadi destinasi ‘Suroboyo Kutho Lawas’, disambut baik pemerhati sejarah Begandring Soerabaia, Kuncarsono Prasetya.
Kuncar menyebut, perlu disiapkan konsep jangka panjang agar kawasan Surabaya Utara tidak sekadar lokasi wisata, tapi juga menyelamatkan warisan budaya. Ia menilai perencanaan dan konsep yang matang diperlukan, agar wisata itu tidak hanya memunculkan euforia saat pembukaan, atau momen tertentu saja.

“Pemkot Surabaya harus memiliki semangat yang lebih dari hanya menghidupkan lagi wisata kota tua, tapi semangatnya harus menyelematkan warisan budaya. Kalau itu sudah diselamatkan, yang lainnya seperti wisata akan menyusul. Setelah itu, baru dibuat konsep yang jelas mau menghidupkan kota tua seperti apa,” ungkapnya.

Kuncar juga menyebut, Surabaya tidak perlu sungkan mengadopsi cara Semarang dan Jakarta dalam menghidupkan kota tuanya. Selain konsep matang, dua kota itu sukses menghidupkan wisata kota tua karena memiliki badan atau PT khusus, yang fokus mengonsep hingga mengelola wisata kota tua.

“Syarat awal yang harus dilakukan untuk menghidupkan kota tua adalah membentuk badan pengelola kota tua, terdiri dari profesional dan pemerintah. Langkah ini tetap diperlukan meski Surabaya cukup tertinggal, jika dibandingkan Semarang yang sudah punya badan itu sejak 20 tahunan lalu. Di Jakarta juga sudah berdiri berbentuk PT,” jelasnya.

Tujuan dibentuknya badan ini supaya anggaran pengelolaan kota tua tidak mangambil dari APBD, dan fungsi pemerintah hanya regulator saja. Badan kota tua ini, kata Kuncar, akan memudahkan pemerintah kota dalam mengelola dan mengembangkan wisata.

“Kenapa harus ada badan pengelola, karena Disbudpar tidak boleh menerima uang untuk pengembangan. Selain itu, kawasan kota tua itu juga bukan milik pemkot. Badan pengelola ini universal, adanya badan tersebut juga sudah ada di peraturan daerah. Contohnya seperti di Jakarta, Semarang, Jogja dan Sawah Lunto,” tandasnya. [Zainal Ibad]

Tags: