Manfaatkan Ilmu Pelatihan Pemkot Probolinggo, Karya Batik Larasati Tembus Mancanegara

Karya batik Larasati tembus pasar mancanegara.[wiwit agus pribadi/bhirawa]

Pemkot Probolinggo, Bhirawa.
Mencari galeri Batik Larasati Kota Probolinggo tidaklah susah. Dari perempatan Randupangger, pengunjung hanya perlu mengambil arah utara, sekira 50 meter. Berada tepat di tepi jalan Serma Abdurrahman, galeri yang dimiliki Mujiono ini berada di ruangan seluas 4 x 6 meter saja.

Tak luas, namun koleksinya cukup beragam dan dapat memanjakan mata pecinta kain batik. Pasalnya, batik tulis yang dibuat Mujiono ini tak ada yang sama, sekalipun diproduksi dalam waktu yang sama dan dibuat dalam tema motif yang mirip.

Menariknya, dalam Jambore Batik di Jember beberapa waktu lalu, Mujiono yang akrab dikenal sebagai Pak Breng (Brengos, Red.) menyabet penghargaan Juara Harapan 1 untuk desain sejadah batik miliknya. Ia membawa nama Kota Probolinggo berlaga dalam kompetisi tingkat Provinsi Jawa Timur.

“Filosofi yang saya angkat adalah one design, one product, satu desain satu produk. Karena kami minimalis di dana, minimalis di tempat, minimalis juga di tenaga kerja, sehingga saya tidak bisa melakukan produksi massal. Karena itu kemudian satu produk seperti sejadah itu desainnya ya hanya satu saja. Alhamdulillah dapat nomor,” ujar Bapak 5 anak ini, Selasa (15/8).

Lelaki yang pernah menjabat sebagai kepala bagian pemasaran ekspor di Pabrik Kertas Leces ini bercerita jika dia mulai belajar membatik pada tahun 2010. Namun pada waktu itu dirinya belum bisa fokus sepenuhnya pada batik karena tengah merintis usaha di bidang kuliner dalam waktu yang sama.

“Jadi setelah kami tidak mendapat gaji lagi, ada dua rencana yang kami lakukan, rencana jangka panjang dan pendek. Rencana jangka pendeknya membuat usaha ayam betutu. Sementara rencana jangka panjangnya ya batik ini,” ujarnya.

Usaha tersebut ia rintis berdua bersama istrinya yang berstatus ASN di lingkungan Pemkot Probolinggo. Namun karena istrinya berstatus ASN dan terikat pada jam kerja yang pasti, Pak Breng yang kemudian menjadi pihak yang sibuk ke sana- ke mari menghadiri pelatihan dan belajar pada ahlinya. Termasuk pada maestro batik di Madura dan Pekalongan. Ia pun baru memahami apa itu motif utama, isen-isen, lataran, motif pendukung.

Tahun 2017 menjadi titik balik bagi perjalanan Batik Larasati. Karena pada saat itulah untuk pertama kalinya dia mengisi stan di Museum Probolinggo dan memamerkan batiknya. Di event itu pula, dia bergabung dalam Asosiasi Perajin Batik Jawa Timur yang waktu itu diketuai oleh Putu Sulistiani.

“Saya diajak Ibu Putu untuk bergabung dalam asosiasi batik dan mulai belajar dari berbagai pihak. Dari situlah saya minta saran, guidance, dari perajin batik yang lain. Dari situ saya belajar terus dari Mas Sodik Tulungagung, Hadi Batik Podhek dari Pamekasan. Saya terus belajar dan melihat sekitar,” jelasnya.

Selain itu, Pak Breng juga mulai memberanikan diri dengan menguji kemampuannya melalui kompetisi. Ajang pertama yang ia ikuti adalah kompetisi membuat selendang batik. Pada waktu itu karyanya langsung masuk nominasi meski kemudian tidak menjadi pemenang. “Dengan mengikuti kompetisi semacam itu, kami juga belajar ilmu-ilmu baru. Sehingga bisa menambah khasanah karya batik milik kami,” ungkapnya.

Sebagai perajin batik yang tidak memiliki kultur turun temurun, ia menyadari jika semua harus dipelajari dari nol. Ia bersyukur selama ini Pemkot Probolinggo selalu memfasilitasi pengembangan Batik Probolinggo dengan menggandeng perajin batik seperti dirinya.

“Saya mendapat pelatihan batik warna alam. Saya ambil ilmunya untuk kemudian saya praktikkan di rumah. Saya ambil bahan-bahan yang tersedia di alam, baik yang ada di sini maupun hanya dijual di luar kota. Saya pelajari, saya ramu hingga tahu bagaiman rumusnya untuk mendapat warna tertentu. Dalam proses tersebut puluhan meter kain terbuang untuk proyek percobaan warna. Namun setelah itu saya puas dengan hasilnya,” ujarnya. [wap.gat]

Tags: