Masih Bergantung Sapi Impor

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Jakarta, Bhirawa
Upaya stabilisasi harga daging sapi dengan menugaskan Bulog meng- impor 10.000 ton daging beku dari Selandia Baru, ditanggapi dengan berbagai pendapat. Pedagang daging cenderung memilih impor sapi, karena konsumen lebih suka membeli daging segar bukan daging beku. Sementara anomali harga daging sapi pasca Lebaran yang tetap tinggi hingga saat ini yakni diatas Rp100.000/110.000 per kg, mengundang kecurigaan adanya mafia daging sapi.
“Kebijakan pemerintah menurunkan volume impor sapi pada 2011 dari 53% menjadi 17,5% pada 2012. Telah berdampak pada pengurasan populasi sapi lokal, pemotongan betina produk tif, de-populisasi sapi perah, yang menimbulkan gejolak harga. Depopuli sasi sapi perah sejak 2012hingga2013 mencapai 25.000 ekor. Terutama di sebabkan oleh tingginya harga sapi potong,” ujar Prof Rochadi Tawaf  usai mengikuti acara “Stabilisasi Pasok dan Harga Daging Sapi” di Perum Bulog-Jakarta, Selasa. Dipandu Dirut Perum Bulog Djarot Kusumajakti, pembicara lainnya Ketua Perhimpunan Ekonomi Pertanian Prof. Bustanul Arifin (GuruBesarUNILA) dan para pemangku kepentingan lainnya.
Dirut Perum Bulog Djarot Kusuma jakti menyatakan, produksi daging dari sapi lokal hanya 2%, selebihnya yang 98% impor sapi dan daging beku. Konsumsi terbanyak daging sapi yakni 80% diserap konsumen Jabodetabek, hanya 20% yang dikon sumsi wilayah lainnya. Dari 2% sapi lokal, sebanyak 3,8 jta ekor dari Jatim dan 1,7 juta ekor dari Jateng dikirim ke Kalimantan bukan ke Jakarta.
“Itulah penyebab lain melonjaknya harga daging hingga Rp120.000 per kg di Jabodetabek. Ketidak seimbang an supply and demand telah mendong krak kenaikan harga. Disamping persoalan lain yang masih ditelusuri oleh aparat penegak hukum,” ujar Djarot.
Prof Bustanul Arifin menyebutkan, pada sensus pertanian 2013 didapati, target swasembada daging sapi tak tercapai bahkan diwarnai persoalan governansi kebijakan dimasa Kabinet Indonesia Bersatu (Presiden SBY). Kemudian Kabinet Kerja (Presiden Jokowi) secara eksplisit menyebutkan target swasembada. Walaupun secara implisit menetapkan target produksi daging sapi sebesar 755.000 ton pada 2019. Atau tumbuh 10,8% per tahun.
Disebutkan, data sensus sapi 2011 populasi sapi dan kerbau 16,7 juta ekor. Terdiri dari populasi sapi potong 14,8 juta ekor, sapi perah 597,2 ribu ekor dan kerbau 1,3 juta ekor. Data sensus pertanian 2013, populasi sapi dan kerbau hanya 14,2 juta ekor, atau turun 2,5 juta ekor dibanding 2011
“Kedaulatan pangan bisa terancam bila swasembada daging sapi tidak menjadi perhatian Kabinet Kerja saat ini. Pemberian modal dan insentif kepada peternak/petani, diperlukan untuk peningkatan produktifitas dan perbaikan reproduktifitas. Tak kalah pentingnya adalah bimbingan teknis yang berkesinambungan bagi petani peternak,” jelas Prof Bustanul. [ira]

Rate this article!
Tags: