Melihat Keagungan Kitab Burdah

Judul Buku : Airmata Darah untuk Pangeran Madinah: Sebuah Syarah Ringkas terhadap
Kitab Burdah
Penulis : KH Kuswaidi Syafi’i
Penerbit : DIVA Press
Cetakan : Pertama, April 2022
Tebal Buku : 360 halaman
Peresensi : Slamet Makhsun
Santri KH Kuswaidi Syafi’i, mahasiswa jurusan Studi Agama-Agama UIN Sunan Kalijaga
Kitab Burdah sangat masyhur di kalangan masyarakat Muslim. Kitab yang dikarang oleh Imam Muhammad al-Bushiri ini memiliki ciri khas dengan bait-bait yang menyenandungkan cinta kepada kanjeng Nabi Muhammad SAW.

Kendati tergolong kitab syair, namun isinya adalah riwayat hidup dan pujian kepada Nabi SAW. Bisa dibayangkan, ketika ulama lain mengarang Sirah Nabawiyah dengan berjilid-jilid, Imam Bushiri mampu merangkumnya hanya dalam 160 bait.

Penulis buku Syarah Kitab Burdah ini, KH Kuswaidi Sayfi’i, dalam salah satu ceramahnya menuturkan jika hanya membuat syair-syair cinta, semua orang bisa. Namun menulis bait-bait yang mengandung isi dengan tingkat sastra yang mumpuni, serta tak lekang oleh zaman, hanya sedikit orang yang mampu.

Bisa dibayangkan, Kitab Burdah yang dikarang dalam kurun abad 12 Masehi, hingga kini masih lestari dan banyak yang membacanya. Pun dengan tingkat penyebarannya yang semula hanya ada di Mesir, merambah ke berbagai penjuru negeri Muslim. Itu semua bukan tak lain karena Kitab Burdah mendapat keridhaan dari Allah SWT.

KH Kuswaidi Syafi’i menjelaskan bahwa Imam Bushiri bukanlah sembarang orang. Ia merupakan tokoh sufi dan wali agung. Hal tersebut bisa dilacak dari sanad keilmuan yang diperolehnya.

Imam Bushiri termasuk salah satu murid kesayangan Syekh Abul ‘Abbas al-Mursi- ulama yang dikenal sebagai wali qutb. Sementara itu, Syekh Abul ‘Abbas al-Mursi sendiri adalah murid kinasih-nya Imam Abu Hasan as-Syadzili yang merupakan wali agung pendiri tarekat Syadziliyah.

Oleh sebab itu, banyak orang ketika sudah rutin membaca Kitab Burdah, dapat wushul kepada Allah dan bertemu dengan Kanjeng Nabi Muhammad SAW (entah secara mimpi atau secara langsung). Memang sebegitu sakralnya kitab ini.

Melacak pujian Kitab Burdah terhadap mulianya Nabi SAW, misalnya dapat dilihat pada bait ke-80 yang artinya, “Tidaklah perjalanan waktu menikam kepedihan kepadaku, dan aku berlindung kepada Sang Nabi SAW kecuali aku mendapat pembebasan yang tidak terkalahkan dari beliau.”

KH Kuswaidi Syafi’i menjelaskan bahwa orang yang memiliki kedekatan secara substansial (spiritual) kepada Kanjeng Nabi SAW, maka secara otomatis akan mendapat pertolongan dan rahmat dari Allah SWT. Bagaimana tidak, beliau adalah kekasih Allah sehingga tidak mungkin Allah SWT menelantarkan orang-orang yang memiliki kedekatan dengan kekasih-Nya.

Perihal mukjizat menjelang kelahiran Nabi, Imam Bushiri cukup jelas menuturkannya dalam bait ke-60. Yakni “Pada hari dilahirkannya Sang Junjungan SAW, para penduduk Persia merasakan adanya firasat bahwa sesungguhnya mereka telah diingatkan dengan datangnya malapetaka dan kepedihan.”

Sebelum datangnya Islam ke Persia, daerah tersebut dikenal dengan masyarakat dan kerajaannya yang menjadikan api sebagai sesembahan. Namun saat-saat kelahiran Kanjeng Nabi, api yang sudah ribuan tahun menyala itu tetiba langsung padam.

Bahkan, raja Persia yang bernama Nusyirwan mengalami mimpi aneh. Di dalam mimpi itu, ia menyaksikan banyak sekali kuda Arab yang memenuhi kota-kota. Kuda itu begitu gagah menggiring dan mengeluarkan unta-unta dari berbagai negeri.

Kuda dalam mimpi raja tersebut merupakan perlambang sahabat Nabi SAW yang di masa-masa selanjutnya mampu menaklukkan dan mengislamkan Kerajaan Persia berikut dengan penduduk negerinya.

KH Kuswaidi Syafi’i menjelaskan bahwa itu semua merupakan pertandang bahwa kelahiran Sang Nabi adalah terbitnya cahaya. Tidak mungkin cahaya dan kegelapan dapat hidup berdampingan. Cahaya akan selalu menyinari kegelapan sehingga tidak ada satu pun secercah titik yang gelap.

Selain di atas, Nabi Muhammad SAW adalah seseorang yang dapat menyembuhkan beragam penyakit, entah penyakit jasmani atau rohani. Hal tersebut tergambarkan dalam bait yang ke 85.

“Betapa sering telapak tangan Sang Nabi menjadi sebab bagi kesembuhan orang yang sakit. Betapa sering juga telapak tangan Sayyidul Wujud itu membebaskan orang dari belenggu dosa-dosa.”

Maksudnya ialah bahwa beliau SAW merupakan dokter paling dokter di antara seluruh dokter yang ada di dunia ini. Baik dalam pengertian secara lahiriah maupun batiniah.

Misalnya saat di Perang Badar, Abu Jahal menebas tangan Mi’wadz bin ‘Afra. Tak tanggung-tanggung, tangan tersebut betul-betul terputus menjadi dua bagian. Mi’wadz lalu membawa potongan tangan itu dan menghadap Kanjeng Nabi. Oleh beliau langsung disambung sebagaimana semula, tanpa cacat sedikitpun.

———- *** ———-

Rate this article!
Tags: