Memulangkan Limbah

Tiada negara (dan daerah) yang sudi menjadi “tong sampah” pembuangan limbah B3 (Bahan Beracun Berbahaya). Pemerintah telah mengirim balik 79 kontainer sampah limbah B3 ke negara asal pada akhir tahun 2020. Penegakan hukum terhadap perusahaan peng-impor limbah B3 ditegakkan secara elegan. Ironisnya, masih terdapat izin impor sampah (limbah). Padahal usaha penampungan limbah, merupakan sindikat kartel internasional.

Izin impor limbah diatur dalam Permendag Nomor 84 tahun 2019 tentang Ketentuan Impor Limbah Non-B3 sebagai Bahan Baku. Dikhususkan limbah berupa sisa, reja, dan skrap. Peng-khusus-an ini menjadi perdebatan, karena sering menyalahi aturan. Limbah B3 sering di-susup-kan. Data Bea Cukai (hingga akhir 2019) telah membongkar lebih dari 2.200 kontainer dari pelabuhan Tanjung Priok (Jakarta), Tanjung Perak (Surabaya). Juga gudang-gudang di Tangerang, yang dikirim dari pelabuhan Merak (Banten).

Tidak jarang, impor limbah menggunakan label “hijau” yang berarti aman. Sehingga importir limbah akan bebas pemeriksaan. Maka diperlukan kewaspadaan Bea Cukai memeriksa dokumen dan realita barang. Tidak terkecuali yang berlabel “hijau.” Sebab, sangat patut diduga dapat menyebarkan berbagai penyakit pada manusia maupun hewan. Misalnya, flu burung, penyakit kulit, atau penyakit menular lainnya. Serta penyakit kronis (paparan radiasi) dalam jangka panjang.

Pada akhir tahun 2020, Kementerian Luar Negeri telah memanggil 4 Keduataan Besar yang terdeteksi mengirim limbah B3 (Bahan Beracun Berbahaya). Yakni, Amerika Serikat, InggrisAustralia, dan Selandia Baru. (New Zealand). Telah dilakukan koordinasi antara Kementerian Luar Negeri, dengan Kemendag, Kemenperin, Kementerian Lingkungan Hidup, Kemenkeu, dan polri. Sesuai Konvensi Basel (On The Control of the Transboundary Movement of Hazardous Wastes and Their Disposal), sampah limbah B3 dikirim balik ke negara asal.

Semangat me-mulangkan sampah B3 tidak mengendur saat wabah pandemi CoViD-19. Jika tidak terdeteksi, penyusupan limbah B3 yang lolos dan terdistribusi akan sangat berbahaya. Sejak akhir tahun sampai awal tahun 2021, telah dipulang sebanyak 87 kontainer ke nagara asal. Juga masih terdapat 20 kontainer yang harus diperiksa ulang. Deteksi seksama juga direkomendasikan Konvensi Basel, sebagai syarat pemulangan limbah B3.

Sebenarnya telah terdapat benteng regulasi yang menghadang impor sampah limbah B3. Antaralain UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pada pasal 69 ayat (1) huruf c, dinyatakan setiap orang dilarang memasukkan limbah yang berasal dari luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ke media lingkungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Secara lex specialist, juga terdapat UU Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Tercantum pada Bab ke-10 tentang Larangan. Pada pasal 29 ayat (1) huruf a, dinyatakan larangan memasukkan sampah ke dalam wilayah NKRI. Serta pada pasal yang sama ayat (1) huruf b, dilarang mengimpor sampah. Sehingga sebenarnya, Permendag Nomor 84 tahun 2019, “bertentangan” dengan UU 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

Lingkungan hidup yang bersih (dan sehat) bukan sekadar retorika politik. Melainkan amanat konstitusi dikelompokkan dalam rumpun HAM (Hak Asasi Manusia). UUD pasal 28H ayat (1) menyatakan, “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat ….” Seluruh aparatur Pemerintah Daerah (Propinsi, Kabupaten dan Kota), wajib menjamin seluruh warganya bebas dari kemungkinan kontaminasi limbah B3.

Pemerintah patut mempertimbangkan penghapusan Permendag yang mengizinkan impor limbah (walau Non-B3). Begitu pula penegakan hukum pembuangan limbah sembarangan seyogianya disetarakan dengan extra-ordinary crime.

——— 000 ———

Rate this article!
Memulangkan Limbah,5 / 5 ( 1votes )
Tags: