Menaker Nyatakan Upah Minimum 2022 Naik 1,09 Persen

Menaker Ida Fauziyah dalam konferensi daring, Selasa (16/11).

Jakarta, Bhirawa.
Pemerintah akan menaikkan Upah Minimum (UM) tahun 2022, sebesar 1,09 %. UM, ditetapkan bagi pekerja dengan masa kerja kurang dari 1 tahun. Pekerja dengan masa kerja lebih dari 1 tahun, menggunakan upah aktual atau upah efektif, berdasarkan struktur dan skala upah.

“Seluruh Gubernur, nanti akan mengumumkan kenaikan Upah Minimum ini, disetiap daerah masing-masing,” ucap Menaker Ida Fauziyah dalam konferensi daring, Selasa (16/11).

Menurut Menaker, kebijakan UM ini merupakan salah satu program strategis nasional, yang ditujukan sebagai salah satuan  instrumen pengentasan dan kemiskinan. Serba  mendorong kemajuan ekonomi Indonesia, melalui pengupahan yang adil dan berdaya saing.

“UM adalah upah terendah yang ditetapkan pemerintah, dan berlaku bagi pekerja/buruh, dengan masa kerja kurang dari 1 tahun, pada perusahaan yang bersangkutan,” imbuh nya.

Dijelaskan, UM berdasarkan PP nomor 36 tahun 2021, hanya berdasarkan wilayah. Yaitu Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabuoaten/Kota (UMK). Tidak ada lagi penetapan UM berdasarkan. Namun UMS (UM Sektoral) yang telah ditetapkan sebelum 2 November 2020, tetap berlaku hingga UMS tersebut berakhir. Atau UMP/UMK di wilayah tersebut telah lebih tinggi.

“Dengan demikian, UMS tetap berlaku dan harus dilaksanakan oleh pengusaha,” jelas Menaker, yang kala itu didampingi Dirjen PHI dan Jamsos Indah Anggoro Putri.

Sesuai SE Mendagri 561/6393/SJ perihal penetapan UM tahun 2022, seluruh Gubernur harus menetapkan UMP paling lambat tanggal 21 November 2021. Namun mengingat 21 November merupakan hari libur nasional, maka penetapan UMP mesti dilakukan paling lambat 1 hari sebelumnya. Yakni 20 November 2021.

“Dalam menetapkan UMK, harus dilakukan Gubernur paling lambat tanggal 30 November 2021. Dan dilakukan setelah penetapan UMP,” jelas Menaker.

Ditegaskan, semangat dari formula UM, berdasarkan PP nomor 36 tahun 2021, adalah untuk mengurangi kesenjangan UM. Sehingga terwujud keadilan antar wilayah, lewat pendekatan rata-rata konsumsi rumahtangga di masing-masing wilayah.

Mencermati UM yang ada saat ini, kata Ida, tidak memiliki korelasi sama sekali dengan angka rata-rata konsumsi, media upah. Atau bahkan tingkat pengaturan nya. Contoh; ada suatu kabupaten dan kota yng saling berkeberatan, namun kabuopaten memiliki nilai UM hampir 2 kali dari kota

“Ada pula, kabuoaten dengan angka pengangguran sangat tinggi dan mayoritas penduduknya masih berani. Namun karena kabupaten tersebut memiliki wilayah industri, sehingga dipaksa memiliki nilai UMK yang sangat tinggi,” papar Menaker. (ira).