Mencegah Bullying untuk Menggapai Profil Pelajar Pancasila

Oleh :
Desy Syarifah, S.Pd, M.Pd
Guru SMAN 1 Sangkapura, Bawean-Gresik

Bullying dan kekerasan di dunia Pendidikan semakin mengkhawatirkan. Transformasi Pendidikan, pelatihan dan kurikulum terasa taka da artinya jika anak tidak merasa aman dan terlindungi dalam berproses belajar di sekolah.
Hal ini yang menjadi pemikiran Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim. Mas Menteri -sapaan karibnya, mengeluarkan regulasi berupa Permendikbudristek no. 46 tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan -PPKSP) sebagai Merdeka Belajar Episode 25.
Sepenting apakah peran Permendikbudristek no. 46 tahun 2023 itu? Pendidikan adalah usaha untuk membuat perubahan. Dengan menjalani proses pendidikan, siswa menjadi orang yang berguna bagi dirinya, keluarganya, masyarakat dan negaranya. Pendidikan yang diselenggarakan sekolah harus berlangsung dengan aman dan nyaman. Namun kenyataan di lapangan kadang berbeda. Benar-benar membuat kita miris. Dalam berinteraksi di dunia pendidikan praktik bullying sering terperaga tanpa kontrol.
Apakah bullying itu? Istilah padanan kata menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bullying adalah perundungan, Sejauh ini lebih populer istilah bullying daripada perundungan, Menurut Michael Sulivan (2020), bullying adalah penggunaan kekuasaan atau kekuatan untuk menyakiti seseorang atau sekelompok orang, suatu perilaku mengancam, menindas dan membuat perasaan orang lain menjadi tidak nyaman.
Tak dapat dimungkiri, bullying merupakan kejadian yang sering kali terjadi di sekolah. Seseorang yang bisa dikatakan menjadi korban apabila dia diperlakukan negatif (secara sengaja atau tidak sengaja membuat luka atau ketidaknyamanan melalui kontak fisik, melalui perkataan atau dengan cara lain) dengan jangka waktu sekali atau berkali-kali bahkan sering atau menjadi sebuah kebiasaan oleh seseorang atau lebih.
Sering kali siswa yang paling rentan dan berisiko lebih tinggi untuk di-bully adalah siswa yang dianggap berbeda oleh lingkungan sekitarnya seperti siswa yang pendiam, kurang gaul, yang tidak mampu secara akademis, tidak berdaya.
Bullying sering kali terlihat sebagai bentuk-bentuk perilaku berupa pemaksaan atau usaha menyakiti secara fisik maupun psikis terhadap seseorang atau kelompok yang lebih ‘lemah’ oleh seseorang atau sekelompok orang yang mempersepsikan dirinya lebih ‘kuat’.
Selain itu ada juga pelaku bullying, Mereka biasanya terdiri dari siswa yang berasal dari status sosial atau posisi kekuasaan yang lebih tinggi, seperti siswa yang lebih besar, lebih kuat, atau dianggap populer.
Bullying dapat menyebabkan berbagai dampak negatif bagi korbannya. Dampak itu bisa berupa penurunan prestasi akademis, korban bullying sulit berkonsentrasi. Dari dampak sosial korban bisa menjadi seorang anak yang tidak percaya diri, dampak fisik yang dapat ditimbulkan biasanya sakit berkelanjutan, juga ada dampak negatif dari segi emosi seperti, Sensitif, was-was, takut, cemas, gelisah.
Dengan berbagai latar belakang keadaan yang bisa mengakibatkan bullying seperti di atas, maka Bullying dapat terjadi dalam berbagai bentuk. seperti Bullying Verbal, Bullying Fisik, maupun relational bullying, serta Bullying Cyber.
Jika ada kejadian yang disadari atau tanpa disadari siswa merendahkan martabat temannya dan keluarganya, mengancam temannya dengan paksaan, guru mempermalukan siswanya di depan siswa yang lain. Contoh tersebut atas adalah bentuk bullying secara verbal di sekolah. Bagaimana riilnya bullying Fisik? Menyakiti seseorang secara fisik, merusak atau mencuri barang, gestur yang vulgar, atau sentuhan tidak diinginkan.
Terkait dengan bullying relasional, ini dapat terefleksi dari tindakan merusak hubungan sosial dengan cara mengucilkan atau memutuskan persahabatan; menyebarkan kabar bohong tentang seorang siswa, menyebarkan gosip untuk merusak hubungan sosial. Mengancam untuk membuat siswa takut, terintimidasi, atau memaksa siswa melakukan sesuatu.
Yang terakhir adalah kategori bullying Cyber. Bullying dengan menggunakan internet, smartphone, atau teknologi lainnya untuk melecehkan, mengancam, mempermalukan, atau menargetkan siswa lain. Contoh dari cyber bullying termasuk memposting gambar yang menyakitkan, membuat ancaman secara online, dan mengirim email atau pesan yang menyakitkan.

Aktifitas yang Kerap Tak Disadari
Dalam bidang apapun kerentanan terjadinya bullying sangat memungkinkan terjadi. Tak terkecuali di dunia pendidikan. Siswa, guru atau tenaga tata usaha, semuanya berpotensi menjadi korban dan pelaku tindakan tidak menyenangkan tersebut. Bisa saja siswa dengan siswa, guru dengan siswa, guru dengan guru lain atau karyawan dengan siswa. Semua bisa saja menjadi pelaku dan korbannya.
Bullying yang terkait dengan body shaming bagi mereka adalah biasa, panggilan “giant”“gendut”, “kurus”, “PLN”, “Tiang Listrik”, “kuntet” atau panggilan lain ke arah bully tersebut mereka relakan karena sehari-hari mereka familier dengan panggilan tersebut. Mirisnya di lingkungan rumahnya, orang-orang terdekat juga memanggil seperti itu. Pembenaran-pembenaran seperti itulah yang menyebabkan bullying terkadang sulit dibedakan dengan sebuah bentuk “keakraban”.
Di dunia maya pun bisa kita lihat terjadinya bullying. Sebagai contoh, misalkan di facebook dengan mengomentari status temannya dengan nada merendahkan, mengejek, mengancam dan sebagainya. Mengirim pesan chat yang tidak menyenangkan membuat orang yang menerima menjadi tidak nyaman. Ramai-ramai mencemarkan temannnya di media sosial. Jika siswa tidak suka dengan gurunya ramai-ramai menulis di media sosial bernada mencemarkan gurunya.
Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana anak bisa belajar dengan baik kalau dia dalam keadaan tertekan? Bagaimana bisa berhasil menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik kalau ada yang mengancam dan memukulnya setiap hari? Sehingga amat wajar jika dikatakan bahwa bullying sangat berbahaya dan mengganggu proses belajar mengajar.

Dampak Buruk Psikologis
Bullying ternyata tidak hanya memberi dampak negatif pada korban, melainkan juga pada para pelaku. Bullying, dari berbagai penelitian, ternyata berhubungan dengan meningkatnya tingkat depresi, agresi, penurunan nilai akademik, dan bahkan Tindakan tindakan bunuh diri.
Sebuah penelitian yang diungkapkan Dr Sarlito W. Sarwono (2016), seorang guru besar psikologi dari UI mengungkap tabir bagaimana Bullying juga menurunkan skor tes kecerdasan dan kemampuan analisis para siswa. Para pelaku bullying berpotensi tumbuh sebagai pelaku kriminal, jika dibandingkan dengan anak-anak yang tidak melakukan bullying.
Bagi si korban biasanya akan merasakan banyak emosi negatif (marah, dendam, kesal, tertekan, takut, malu, sedih, tidak nyaman, terancam) namun tidak berdaya menghadapinya. Dalam jangka panjang emosi-emosi seperti ini dapat berujung pada munculnya perasaan rendah diri bahwa dirinya tidak berharga.
Kesulitan menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial juga muncul pada para korban. Mereka ingin pindah ke sekolah lain atau keluar dari sekolah itu. Kalaupun masih berada di sekolah itu, mereka biasanya terganggu prestasi akademisnya atau sering sengaja tidak masuk sekolah.
Yang paling ekstrim dari dampak psikologis ini adalah kemungkinan untuk timbulnya gangguan psikologis pada korban bullying. Gangguan ini sangat berbahaya karena tak kasab mata. Seperti rasa cemas berlebihan, selalu merasa takut, depresi, ingin bunuh diri, dan lain-lain.

Stop Bullying dan Asa Profil Pelajar Pancasila
Kita semua tentu sepakat bahwa praktik Bullying harus dieliminir atau bahkan dihapuskan. Senyampang dengan tekad itu, juga untuk mendukung suksesnya implementasi Kurikulum Merdeka dan juga terkait terwujudnya profil pelajar Pancasila, maka perlu pengembangan kompetensi pendidik agar tidak terjadi bullying atau perundungan di sekolah. Perlu adanya sosialisasi tentang bullying ke semua warga sekolah dikaitkan dengan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila. Muara akhirnya adalah terbentuknya cita-cita mengokohkan pelajar Indonesia sebagai Profil pelajar Pancasila.
Dengan demikian jika pemahaman semua warga sudah sama maka tidak akan terjadi hal-hal yang tidak menyenangkan di sekolah. Dan juga kebijakan sekolah dapat berupa program anti bullying di sekolah antara lain dengan cara menggiatkan pengawasan terhadap segala aktivitas siswa.
Komunikasi efektif juga bisa dilakukan melalui sosialisasi dan kampanye stop bullying di lingkungan sekolah dengan sepanduk, slogan, stiker dan workshop bertemakan bahaya bullying. Kesemuanya ini dilakukan dengan tujuan paling tidak dapat meminimalisir atau bahkan mengeliminir secara keseluruhan perilaku bullying di sekolah.
Jika sudah dapat menyeterilkan diri dari bullying, sekolah bukan lagi tempat yang menakutkan dan membuat trauma. Sekolah menjadi tempat yang aman, nyaman dan menyenangkan bagi siswa, merangsang keinginan untuk belajar, bebas bersosialisasi dan mengembangkan semua potensi siswa baik akademik, sosial, emosional dan spiritualnya. Pada gilirannya akan terperaga ranah harapan ideal bahwa sekolah menjadi tempat penggemblengan anak didik yang mandiri, berilmu, berprestasi dan berakhlak mulia sesuai dengan tuntutan tujuan pendidikan kita.

Tags: