Meninjau Kebijakan Masuk Sekolah Jam 5 Pagi

Oleh :
Aulia Luqman Aziz
Dosen Administrasi Pendidikan di Universitas Brawijaya

Dunia pendidikan nasional gempar. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) tiba-tiba menerapkan kebijakan masuk jam 5 pagi untuk jenjang SMA dan SMK di Kota Kupang. Hal ini disampaikan oleh Gubernur Viktor Laiskodat dalam potongan video yang beredar di media sosial. Menurutnya, langkah ini demi meningkatkan kedisiplinan dan etos kerja remaja di wilayahnya. Juga agar ada sekolah negeri yang bisa masuk unggulan nasional.
Tak ayal, kebijakan ini menuai pro dan kontra. Di atas kertas, yang kontra lebih banyak dari yang pro. Namun, sebelum menilai mana yang benar dari kedua kubu itu, kita perlu mundur sejenak dan melihat fakta empiris yang berkaitan dengan isu tersebut. Kemudian, kita juga perlu meninjau apakah kebijakan itu telah diambil melalui serangkaian proses pengambilan kebijakan yang terbaik.
Ada banyak aspek ilmiah yang bisa digunakan untuk mengkaji isu ini. Di antaranya terkait dengan pola tidur manusia. Penelitian di Journal of Clinical Sleep Medicine, yang diperkuat oleh kajian dari American Academy of Sleep Medicine (AASM) dan The Sleep Research Society (SRS), menemukan bahwa jumlah jam tidur malam ideal pada anak usia remaja (SMP-SMA) adalah antara 8 hingga 10 jam. Bila kurang, menurut Carskadon (2011) dan Hale & Guan (2015), remaja dapat mengalami penurunan kinerja akademik (konsentrasi, menerima dan mengingat informasi baru), kesehatan mental (depresi, kecemasan), hingga masalah obesitas. Bila diasumsikan remaja kita-dengan segala aktivitas dan keperluannya-baru bisa tidur di jam 10 malam, maka bangun jam 5 pagi sudah termasuk dini. Oleh karenanya, jika harus mengikuti kebijakan jam 5 pagi sudah berada di sekolah, tentu persiapan sekolah harus dimulai jauh sebelum itu, yang berarti mengurangi waktu tidur.
Hasil penelitian itu mungkin berkaitan dengan fakta ilmiah berikut. Secara biologis, tubuh manusia memiliki pengaturan standar yang disebut dengan “Irama Sirkadian”. Menurut National Institute of General Medical Sciences (NIGMS), irama biologis yang berputar setiap 24 jam sekali ini dipengaruhi oleh cahaya. Pusat pengendalinya adalah sekumpulan saraf dalam bagian hipotalamus otak yang terhubung langsung dengan mata sebagai tempat keluar-masuk cahaya dari lingkungan.

Bentuk pengaturan yang sudah pakem dari irama tersebut adalah bahwa jam 3 sampai 7 pagi adalah waktu ketika energi manusia berada pada titik terendah. Dan energi itu baru akan mencapai puncaknya pada jam 10 hingga 1 siang, sehingga manusia merasakan tingkat kesadaran paling tinggi di waktu itu. Setelahnya, energi tubuh mulai menurun, dan mulailah muncul rasa lelah dan kantuk. Nah, jika siswa kita langsung beraktivitas tinggi di pagi hari nan gelap, mereka berpotensi untuk merasakan lelah dan kantuk lebih cepat.
Lalu bagaimana tinjauan pengambilan keputusan tersebut? Suatu kebijakan publik harus dimulai dari identifikasi masalah yang jelas, kemudian ditentukan alternatif-alternatif kebijakannya. Berdasarkan pemberitaan di media massa, belum ada suatu rumusan masalah yang tegas, sehingga kebijakan masuk pagi di NTT tersebut perlu diterapkan. Yang ada hanyalah tujuan, sebagaimana tersebut di awal tulisan ini. Jikapun ada rumusan masalah, maka seharusnya proses selanjutnya adalah penimbangan alternatif kebijakan yang di dalamnya ada unsur partisipasi masyarakat.
Pelibatan masyarakat ini penting untuk dilakukan. Kyla Wahlstrom, seorang pakar peningkatan pendidikan dari University of Minnesota, menyebutkan bahwa kebijakan tentang jam masuk sekolah memengaruhi tidak hanya kehidupan siswa, tapi juga orangtua, guru, dan masyarakat secara umum. Lebih tegas lagi, Psikolog Amerika Gordon D. Wrobel dalam sebuah tulisannya meminta agar perubahan kebijakan di dunia pendidikan hendaknya tidak sekejap mata, melainkan dengan mengajak bicara semua pihak terkait, memberi tenggang waktu sebelum penerapan kebijakan, memberikan justifikasi empiris mengapa kebijakan tersebut diterapkan, serta memberikan dukungan terhadap pihak-pihak yang akan terdampak. Pertanyaannya: Apakah kebijakan jam 5 pagi sudah mempertimbangkan aspirasi masyarakat?
Jam masuk sekolah memang suatu hal yang terus diperdebatkan. Tidak hanya di Indonesia, tapi juga di negara lain. Bedanya, bila isu masuk lebih pagi mengemuka di negeri kita akhir-akhir ini, di Amerika Serikat dorongan untuk me-siang-kan jam sekolah malah menguat. Apapun isunya, ujungnya adalah kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintahan yang dipilih melalui mekanisme politik. Dan seperti yang dikatakan oleh Henry Brooks Adams, sejarawan Amerika sekaligus cicit dari dua presiden Amerika era 1800an, bahwa politik praktis cenderung mengabaikan fakta. Sehingga, politik menjadi saling berseberangan dengan pendidikan. Semoga hal itu tidak terjadi di negeri kita tercinta!

———- *** ———–

Tags: