Pajak Sembako dan Sekolah Bertentangan dengan Keadilan

Ketua DPD RI La Nyalla Matalitti.

Jakarta, Bhirawa.
Rencana pengenalan pajak pada Sembako dan pendidikan serta jasa kesehatan, bukan jalan yang tepat untuk menambah penerimaan negara. Pemerintah harus mencari alternatif lain dan tidak membuat kebijakan yang akan menambah beban rakyat. Apalagi penderitaan akibat pandemi Covid-19 dan perekonomian mereka juga belum pulih.

“Rencana pajak Sembako, pajak sekolah swasta, dll, tidak tepat dan sebaiknya ditinjau ulang. DPR dan pemerintah jangan menambah beban rakyat,” ucap Ketua DPD RI La Nyalla Matalitti, Sabtu (12/5).

Ditekankan, pungutan pajak pada pendidikan akan berdampak domino. Seperti dengan kenaikan biaya sekolah. Padahal, berdasarkan peraturan MenKeu nomor 011 tahun 2014, kriteria jasa Pendidikan yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah PAUD, SD, SMP dan SMA/SMK, hingga Bimbingan Belajar. 

“Ini kan tidak elok dilakukan. Jika diimplementasikan, rasa-rasanya justru akan menyerah rakyat. Padahal, anak-anak yang bersekolah swasta, tidak semuanya dari kalangan mampu. Ada sekolah swasta yang siswa nya dari kelompok masyarakat kecil, yang tidak diterima di sekolah negeri,” jelas La Nyalla

Disebutkan, saat ini pendidikan bermutu yang diselenggarakan swasta, pada umumnya sangat mahal. Jika dikenakan PPN, tentu akan lebih mahal lagi. Demikian pula pada sektor pelayanan jasa lainnya, pasti akan menambah biaya-biaya lainnya, pada rakyat.

Untuk pajak Sembako, justru akan mengganjal program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang dicanangkan pemerintah. Jika daya belu masyarakat menurun, dampaknya juga akan dirasakan terhadap pertumbuhan ekonomi.

“Saya minta MenKeu lebih kreatif membuka keran pemasukan negara dengan menyiapkan kebijakan yang tidak mengganggu hajat hidup orang banyak(masyarakat). Mengingat situasi ekonomi masih sulit, didera pandemi Corona. Pemerintah harus peka terhadap beban masyarakat dewasa ini,” pesan La Nyalla.

Dia mengingatkan, pemberian keleluasaan terhadap pajak peruntukan bagi kelompok berada. Seperti relaksasi PPnBM (pajak penjualan atas barang mewah), bagi kendaraan bermotor. Dengan alasan untuk mendongkrak pemulihan ekonomi, usai terteka oleh dampak pandemi Covid-19. 

Selain itu, pemerintah juga memberikan insentif pajak properti untuk pembelian rumah siap huni (ready stock).Masih ada lagi sejumlah insentif pajak lainnya. Termasuk wacana pengumpulan pajak atau tas amnesty, seperti yang sudah dilakukan sebelumnya.

“Jika pajak dikenakan pada Sembako, sekolah dan jasa kesehatan, disaat pemerintah memberi banyak kemudahan bagi kalangan atas. Hal tersebut akan bertentangan dengan rasa keadilan. Pemerintah harus memperhatikan pandangan para ahli ekonomi, yang menyatakan wacana tersebut akan membuat ketimpangan si kaya dan si miskin semakin lebar,” tandas La Nyalla.

Diberitakan, selain memajaki Sembako, sekolah dan jasa kesehatan. Akan dipajaki  juga jasa keuangan, jasa asuransi, jasa angkutan umum darat/laut/udara dalam negeri maupun luar negeri. Juga kena pajak, jasa tenaga kerja, jasa telpon umum, jasa pengiriman uang dengan wesel pos. (ira).

Tags: