PAN-Golkar Merapat ke Prabowo, Pengamat Sebut Jokowi All President’s Men

Surabaya, Bhirawa
Peta politik menjelang pemilihan presiden (Pilpres) 2024 semakin dinamis. Setelah dinanti, Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Golkar akhirnya meresmikan sikap politik mereka dengan bergabung bersama Koalisi Kebangkitan untuk Indonesia Raya (KKIR).

Mereka juga mendukung Prabowo Subianto sebagai bakal capres 2024. Deklarasi PAN dan Golkar dilakukan di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Jakarta, Minggu (13/8). Dukungan PAN dan Golkar ini menambah amunisi bagi Prabowo untuk bertarung di Pilpres 2024, setelah PKB dan partainya sendiri lebih dulu mendukungnya.

PAN dan Partai Golkar diketahui sejak awal membentuk Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) bersama Partai Persatuan Pembangunan (PPP). KIB dibentuk pada 12 Mei 2022 dengan tiga pimpinan partai politik yaitu Airlangga Hartarto dari Golkar, Zulkifli Hasan dari PAN, dan Suharso Monoarfa dari PPP, tujuannya untuk menghadapi Pilpres 2024.

Awalnya, KIB selalu mengklaim solid saat menghadapi dinamika politik pencalonan capres dan cawapres. Namun, kesolidan ini mulai goyah saat Partai Persatuan Pembangunan (PPP) resmi memutuskan untuk mendukung Ganjar Pranowo menjadi capres 2024.

PAN dan Golkar pun kebingungan dan mulai menjajaki komunikasi politik dengan partai politik lain. Hingga akhirnya, saat ini dua partai ini resmi mendukung Prabowo Subianto sebagai capres 2024. Lalu, bagaimana dengan nasib KIB? Lalu apakah tangan Jokowi di balik koalisi besar ini.

Pengamat politik dari Universitas Trunojoyo Madura, Surokim Abdussalam mengatakan, kalau soal restu Presiden Jokowi memang susah untuk membacanya dalam case ini. “Betapapun Pak Jokowi masih punya ikatan fatsun politik dengan PDIP, ini bisa menjadi catatan bahwa Pak Jokowi tidak bisa mengendalikan kabinetnya yakni para ketum dalam memilih koalisi hingga bisa menjepit Pak Jokowi. Tetapi, dibalik itu Pak Jokowi punya opsi all presiden men yang ikut kontestasi,” katanya saat dikonfirmasi Bhirawa, Senin (14/8).

Dijelaskan Surokim, kalau sekarang mereka berada dalam koalisi yang berbeda, PPP memilih bergabung ke koalisi PDIP, sementara Golkar dan PAN memilih bergabung ke Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR). “Maka otomatis koalisi KIB itu sudah tidak ada lagi, tinggal kenangan saja. Kan sudah tidak ada isinya lagi, bubar dengan sendirinya,” ungkapnya.

Disampaikan Surokim, langkah zig-zag Golkar dan PAN kali ini bisa dibaca sebagai politik akomodatif. Sebab sebelumnya juga sudah menjajaki peluang bergabung dengan koalisi PDIP. “Dugaan saya karena kepentingan sharing power lebih diakomodasi Pak Prabowo dan PDIP tak kunjung memberi sinyal terkait sharing power tersebut,” jelasnya.

Bergabungnya Golkar dan PAN, kata dia, menunjukkan langkah Gerindra lebih responsif terhadap partai yang hendak bergabung dalam koalisi. “Ya harus diakui Pak Prabowo punya pengalaman panjang dalam politik dan tidak baperan, sehingga bisa leluasa bertemu semua kalangan. Apalagi kemampuan Pak Prabowo dalam merangkul berbagai pihak, welcome bisa jadi pertimbangan bergabung ke KKIR,” pungkasnya. [geh.iib]

Tags: