Pemberantasan Kejahatan Narkotika Harus Jadi yang Pertama 

diskusi forum legislasi bertema “RUU Narkotika, Komitmen DPR RI Berantas Narkotika di Tanah Air” , Selasa (14/6/22). 

Menyusul Korupsi, dan Radikalisme

Jakarta, Bhirawa.
Anggota Komisi III DPR RI, I Wayan Sudirta (PDIP) mengatakan, angka penyebaran narkotika di. Indonesia saat ini masuklah tahap mengkhawatirkan. Dari catatan Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham, dari 151.303 narapidana tindak pidana khusus,  sebanyak 96% atau 145.413 orang adalah narapidana narkotika.

“Jumlah. Tersebut memiliki korelasinya sangat signifikan dengan permasalahan over kapasitas di Lapas, Sehingga narapidana narkotika yang melakukan aktifitas di Lapas, malah bukannya sembuh dan bertaubat. Tetapi malah menjadikan Lapas sebagai pasar baru bagi peredaran narkotika,” ungkap I Wa)an Sudirta dalam diskusi forum legislasi bertema “RUU Narkotika, Komitmen DPR RI Berantas Narkotika di Tanah Air” , Selasa (14/6/22). 

Hadir sebagai nara sumber lainnya, anggota Komisi III DPR RI  Nasir Djamil (PKS) dan Pakar Hukum Narkotika FH Uns Bhayangkara Jakarta Raya, Slamet Pribadi.

I Wayan Sudirta lebih jauh menekankan; Bersama kejahatan korupsi dan terrorisme, kejahatan narkotika perlu mendapatkan fokus perhatian secara khusus. Kondisi saat ini meng gambarkan, bahwa kita harus mewaspadai kegiatan sindikat narkotika intentional. 

“Bukan hanya berorientasi pada nilai keuntungan dari transaksi narkotika. Namun yang lebih parah adalah perencanaan sindikat narkotika internasional, untuk merusak generasi muda bangsa. Dengan tujuan akhir untuk menguasai kekayaan sumber daya alam,” tandas I Wayan Sudirta.

Menghadapi hal itu, Wayan Sudirta menyarankan, agar kualitas dan kuantitas aparat dimaksimalkan. Sayangnya, fakta menunjukkan, bahwa banyak oknum aparat yang terbukti terlibat dan bekerjasama dengan sindikat narkotika.

Harus diakui, kata Wayan, bahwa catatan aparat dalam memburu pengedar dan bandar narkotika, masih jauh dari target. Padahal bandar dan pengedar, merupakan penyebab utama munculnya pengguna, pecandu dan korban narkotika. Untuk itu, hukuman bagi pengedar dan ba,dar, sebaiknya diberi hukuman mati.

“Keterlibatan Pemerintah Daerah (Pemda) dalam mencegah, memberantas dan rehabilitasi, harus dituangkan dalam ketentuan UU. Sedangkan RUU Perubahan Kedu UU Narkotika ini belum mengakomodir keterlibatan Pemda. Sebagimana tertuang dalam ketentuan pasal 54 ayat 4 RUU Perubahan Kedua Narkotika. Sebagai berikut “Rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat 3, diseleng gerakan baik oleh instansi pemerintah maupun masyarakat,” papar Wayan.

Nasir Djamil menegaskan bahwa kedudukan Badan Narkotika Nasional (BNN) harus di evaluasi. Revisi kedudukan BNN diperlukan untuk melawan kejahatan extra ordinary crime. Karena memang lebih banyak faktor kesehatan dan merehabilitasi bagi pengguna narkotika.

“Saya lihat, tidak ada upaya yang serius untuk meng-evaluasi kedudukan BNN. Karena  sepertinya hanya batu loncatan saja, untuk dapat bintang 3, bintang 2,” ujar Nasir Djamil.

Dia menyarankan, agar tindakan rehabilitasi diutamakan, ketimbang melakukan hukuman penjara bagi pengguna narkotika. Sebab hukuman penjara akan lebih memperparah kondisi pecandu dan menguntungkan bandar dan pengedar. Rehabilitasi bisa membebaskan pecandu dari keterikatan narkotika.

Sedang pakar hukum Narkotika Slamet Pribadi mengusulkan, agar kejahatan Narkotika dijadikan urutan pertama tindakan pemberantasan. Lalu urutan kedua baru pemberantasan kejahatan korupsi.Urutan ketiga pemberantasan radikalisme.

“Lembaga BNN harus diperkuat. Pengawasan penegak hukum yang kuat harus dilakukan. Tahanan bandar dan pengedar harus terpisah dengan pengguna dan pecandu. Lapas harus steril. Jika bandar, kurir yang berada dalam Lapas masih memegang Hp, jangan harap persoalan narkotika akan bisa selesai, Sebab dari Hp inilah transaksi barang dan uang bisa dilakukan serentak,” tandas Slamet Pribadi. (ira.hel).

Tags: