Pemerintah Diminta Berikan Subdisi kepada RS Swasta

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Jakarta, Bhirawa
Jaminan Sosial Kesehatan akan bisa dinikmati seluruh lapisan rakyat Indonesia yang jumlahnya 250 juta, bila seluruh infrastruktur kesehatan (termasuk swasta) dilibatkan. Untuk melibatkan RS (Rumah Sakit) Swasta dalam BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan, pemerintah harus memberikan subsidi atau insentif. Agar bisa menjangkau seluruh rakyat, jumlah BPJS Kesehatan harus ditambah bukan hanya satu.
“Di Tiongkok, setiap provinsi memiliki BPJS Kesehatan, hingga bisa melayani  miliaran rakyatnya. Juga di India, ada banyak BPJS Kesehatan. Indonesia yang berpenduduk 250 juta, sudah sepantasnya punya banyak BPJS Kesehatan. Sehingga bisa menjangkau rakyat di pelosok, di daerah terpencil dan pulau-pulau terluar,” ujar pakar Jaminan Sosial dari BPJS Ketenagakerjaan Abdul Latief Asegaf dalam diskusi tentang Implementasi BPJS, Senin (25/5). Nara sumber lainnya, Ketua Fraksi PPP di MPR RI Irgan Chairul.
Abdul Latief Asegaf menilai, pemerintah kurang memiliki komitmen untuk mengatasi kegagalan pelayanan kesehatan bagi seluruh rakyat. Ditengarai, banyak orang mampu yang saat ini berubah status menjadi tidak mampu, untuk memperoleh jaminan sosial gratis. Pemerintah harus mewaspadai dan memberikan sanksi tegas pada orang yang berubah status menjadi miskin agar jera.
“Implementasi Kartu Indonesia Sehat (KIS) tidak memadai, bahkan rancu dengan kartu BPJS Kesehatan. Keengganan 700 RS swasta untuk bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, bisa dimaklumi. Karena investasi RS swasta adalah modal sendiri, jadi tidak mungkin harus merugi. Mengatasi hal ini, pemerintah bisa menawarkan insentif pada RS swasta agar mau bekerjasama,” ujar Latief Asegaf memberi solusi.
Sementara itu Irgan Chaerul menyesalkan masih banyaknya pasien BPJS yang ditolak di RS pemerintah. Dia juga menyoroti ketidakadilan pelayanan kesehatan, yakni tak terjangkaunya daerah pelosok, perbatasan dan pulau terluar. Puskesmas yang ada bahkan banyak yang belum memiliki fasilitas kesehatan yang memadai. Juga obat-obatan yang tersedia di Puskesmas sangat minim jenis dan jumlahnya. Sehingga Puskesmas sering tidak mampu menangani pasien.
“Dewasa ini RS besar tipe A seperti RS Cipto misalnya, terlalu banyak pasien yang harus ditangani, sampai over kapasitas. Karena Puskesmas mengirim pasien sakit ringan ke RS besar. Padahal semestinya pasien sakit ringan bisa dirawat di Puskesmas saja. Hal-hal seperti ini tidak terpantau oleh pemerintah, sehingga pasien RS besar makin membeludak karena sistem rujukan tidak berlaku,” ujar Irgan Chairul.
Tentang besarnya iuran BPJS Kesehatan, Irgan setuju besarnya iuran ditingkatkan dari Rp 18.500 menjadi Rp25.000 per orang per bulan. Kenaikan iuran sekitar Rp 7.000 menurutnya tidak akan memberatkan rakyat.
Diharapkan kenaikan iuran menambah dana untuk meningkatkan pelayanan kesehatan. Dia mengusulkan agar subsidi BBM dialihkan ke jaminan kesehatan, agar seluruh rakyat bisa menikmati playanan kesehatan gratis sesuai amanat UUD 45. [ira]

Tags: