Pemilu Ulang dan Susulan

KPU telah merekomendasikan coblosan ulang dan susulan di 668 TPS, karena bencana alam, gangguan keamanan, dan potensi konflik sosial. Juga coblosan ulang karena terjadi kecurangan. Walau telah dijaga bersama (aparat dan masyarakat) kecurangan Pemilu masih terjadi. Termasuk kecurangan dilakukan oleh penyelenggara Pemilu, aparat (pejabat pemerintah, TNI dan Polri). Serta kecurangan yang dilakukan warga masyarakat. Pemilu ulang juga diberlakukan di TPS luar negeri (Malaysia).

Banyak pula “tuduhan” kecurangan dilakukan secara sistemik terstruktur dan masif. Namun sulit dibuktikan. Berbagai kecurangan telah disampaikan pada tingkat PPS (Panitia Pemungutan suara, Tingkat desa dan kelurahan). Juga disampaikan pada Tingkat PPK (Kecamatan). Namun tidak memperoleh penyelesaian. Melainkan hanya “dicatat” sebagai keberatan saksi parpol, dan saksi Paslon. Begitu pula kecurangan yang dibahas pada Tingkat KPU Kabupaten dan Kota.

Namun sebenarnya, KPU telah mengakui terdapat kesalahan mencatat dalam sistem informasi rekapitulasi (Sirekap). Sebagian disebabkan human error (kesalahan manusia). Ada pula yang disebabkan kesalahan sistem. Terdapat “data ekstrem” sebagai kesalahan per-angka-an. Misalnya seperti yang terjadi di Jakarta Timur. Jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) sebanyak 300 orang, namun jumlah perolehan suara peserta Pemilu 2024 mencapai 800 suara.

Kesalahan per-angka-an (penggelembungan suara melebihi kuota DPT di satu TPS) masif terjadi. Termasuk di Jawa Timur. Secara umum kesalahan input data angka, adalah penampakan 3 ditulis 8. Serta angka 1 atau 2, ditulis sebagai 7. Niscaya menggelembung. Namun terdapat pula penyusutan perolehan suara, dengan kesalaan yang berbalik. Yakni, angka 8 ditulis 3. Angka 7 ditulis 1. Menandakan niat kecurangan.

KPU bertekad memperbaiki per-angka-an yang salah, berdasar rekap formular C hasil perhitungan di kertas plano. Perbaikan dilanjutkan berjenjang hingga tingkat KPU Kabupaten dan Kota. Setidaknya terdapat catatan tentang “keberatan” di masing-masing tingkatan (PPS, PPK hingga KPU Kabupaten dan Kota). Seluruh “keberatan” wajib di-akomodir, dan memperoleh penyelesaian.

Penyelesaian paling berat, adalah kesepakatan diselenggarakan coblosan ulang. Ada pula yang menempuh penghitungan ulang. Tapi tidak mudah, karena kotak suara tidak boleh dibuka di sembarang tempat. Kecuali hanya untuk rekapitulasi, dan kesaksian di MK (Mahkamah Konstitusi). Namun segala proses Pemilu ulang dan susulan, telah diantisipasi dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu.

Terdapat Bab khusus tentang Pemilu Lanjutan dan Pemilu Susulan. Persyaratan Pemilu Lanjutan, diatur dalam pasal 431 ayat (1). Dinyatakan, “Dalam hal di sebagian atau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia terjadi kerusuhan, gangguan keamanan; bencana alam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan sebagian tahapan Penyelenggaraan Pemilu tidak dapat dilaksanakan, dilakukan Pemilu lanjutan.” Pasal 431 ayat (2) menyatakan, Pelaksanaan Pemilu lanjutan dimulai dari tahap tahapan yang terhenti.

Berbeda lagi dengan Pemilu Susulan, yang diatur dalam pasal 432. Pada ayat (2) dinyatakan, “Pelaksanaan Pemilu susulan dilakukan untuk seluruh tahapan Penyelenggaraan Pemilu.” Yakni, dimulai dari tahapan perbaikan DPT, sampai nyoblos lagi, dan perhitungan hasil coblosan lagi. Bisa jadi, Pemilu Susulan, dilakukan di Malaysia. Karena ditemukan rangkaian masalah fatal dalam pendaftaran pemilih. Ada Pantarlih fiktif di Malaysia. Serta pergeseran pemilih via kotak suara keliling.

Pemilu Ulang, dan Susulan, menjadi bagian dari upaya mewujudkan legitimasi Pemilu, sesuai amanat konstitusi. UUD pasal 22E ayat (1), menyatakan “Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.” Terdapat frasa khusus yang diamanatkan konstitusi. Yakni “jujur, dan adil.”

——– 000 ———

Rate this article!
Pemilu Ulang dan Susulan,5 / 5 ( 1votes )
Tags: