Pemkot Malang Gelar Sosialisasi SMHI Pelaku Industri Pariwisata Bidang Kuliner

Wali Kota Malang Drs. H. Sutiaji bersama para pelaku UMKM makanan untuk melakukan sosialisasi SMHI Senin [21/2].

Pemkot Malang, Bhirawa.
Pemkot Malang melalui Dinas Kepemudaan, Olahraga, Pariwisata (Disporapar) menggelar sosialisasi Sistem Manajemen Halal Internal (SMHI) di Kartini Imperial Building, Senin (21/2) kemarin.

Para pelaku industri jasa pariwisata, di bidang kuliner mulai dari restoran, cafe, rumah makan, hingga catering, mendapat sosialisasi langsung dari Wali Kota Malang Drs. H. Sutiaji.

Pada kesempatan tersebut Sutiaji mengutarakan bahwa konsepsi Malang Halal adalah murni dalam konteks pengembangan potensi menuju Center of Halal Tourism yang ruang lingkupnya sudah mencapai tingkat nasional maupun internasional.

“Jadi bukan dalam konteks penerapan syariat agama tertentu,” ujarnya.

Wisata halal, menurut Sutiaji dibidik menjadi potensi yang mampu menggerakkan perekonomian.

Berdasarkan laporan Global Islamic Economic Report 2019, perputaran uang wisata halal dunia diperkirankan sekitar 274 miliar dolar pada tahun 2023, dengan prediksi 230 juta wisatawan muslim global pada tahun 2026.

Panduan Penyelenggaraan Pariwisata Halal menurut Kemenparekraf/Baparekraf menyebutkan bahwa wisata halal merujuk pada layanan tambahan amenitas, atraksi dan aksesbilitas yang ditujukan dan diberikan untuk memenuhi pengalaman, kebutuhan dan keinginan wisatawan muslim.

Dikemukakan Sutiaji, kegiatan ini bahkan telah dirancang oleh Disporapar sejak Juli 2021. Sementara capaian sertifikasi halal pada tahun 2020 baru mencakup 9 hotel, 1 Rumah Potong Hewan (RPH) dan 72 resto UMKM.

“Sementara Kota Malang sebagai ‘Malang Halal’ ditetapkan sebagai salah satu “Future of Malang” dalam RPJMD 2018-2023,” terangnya.

Karena itu pihaknya menilai kapasitas dan sumber daya yang dimiliki oleh pelaku industri, khususnya di sektor kuliner Kota Malang, diyakini dapat menjadikan potensi akan wisata halal.

“Produk-produk industri jasa pariwisata sektor kuliner dengan label halal tidak hanya untuk memfasilitasi wisatawan muslim saja, namun sebagai pertimbangan sektor kuliner agar terjaga agar lebih higienis dan lebih menyehatkan,” tegasnya.

Diterangkan Sutiaji, produk halal akan menjadi lokomotif kebangkitan ekonomi di Kota Malang.

“Jadi saya ingatkan lagi, halal di sini jangan diartikan khusus bagi orang-orang yang beragama Islam. Tapi, lebih kepada prosesnya bernilai higienitas, sehat terjaga, dan aman, yang tentunya menjadi komitmen Kota Malang dalam mewujudkan destinasi wisata halal,” tandasnya.

Sementara pemilik hak paten Sistem Penjaminan Mutu Halal Internal (SPHMI), Prof Mohammad Bisri menuturkan, pada saat menjabat sebagai rektor Universitas Brawijaya (UB) pada tahun 2014 silam. pihaknya sudah mencanangkan kantin halal di UB.

“Kantin tersebut sebagai trigger makanan halal, karena mahasiswa bukan hanya diberi skill, knowledge dan attitude tapi juga jaminan terkait makanannya,”

Hal ini sempat membuat banyak pihak menganggap UB sebagai kampus Islam, dimana menurut Bisri bukan masalah Islam atau bukan tapi untuk menjamin produk halal bagi mahasiswanya sesuai UU no 33 tahun 2014.

“Masalahnya adalah halal atau tidak halal, siapa yang melarang berjualan babi, tidak ada bukan? tapi tentunya itu tidak halal bagi muslim. Tapi banyak produk makanan yang belum memiliki label halal seperti saus atau penyedap rasa misalnya, yang tentunya akan membuat bingung pelaku usaha atau konsumen saat akan menggunakannya,” beber Bisri.

Pengasuh Pondok Pesantren Bahrul Magfiroh Malang ini, menandaskan jaminan halal ini membuat pengguna muslim akan nyaman.

Bisri juga mengaku bahwa tidak mudah dan butuh proses panjang untuk membuat label halal dalam setiap produk makanan.

Proses pendampingan pengurusan SMHI bagi pelaku usaha juga melibatkan Halal Center di 5 perguruan tinggi di Kota Malang.

“Halal Center tersebut ada di Universitas Brawijaya (UB), Universitas Maulana Malik Ibrahim (UIN) Malang, Universitas Islam Malang (Unisma), Universitas Negeri Malang (UM), dan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM),” urainya.

Ia menambahkan, pelaku UMKM yang akan mengurus sertifikasi halal perlu ‘self declare’ atau pernyataan pelaku UMK melalui implementasi Sistem Penjaminan Mutu Halal Internal (SPMHI) di satu kawasan wisata kuliner.

“SPMHI ini sebagai syarat utama sertifikasi halal dari produk yang dimiliki para UMKM ini,”tukasnya.

Sementara itu, Kepala Disporapar Kota Malang, Ida Ayu Made Wahyuni mengatakan, sosialisasi SMHI ini digelar agar pelaku usaha kuliner mengetahui pentingnya menghasilkan produk halal serta kriteria sistem jaminan halal.

“Mereka self declare, yang artinya mereka sendiri yang menyampaikan, tapi dengan pendampingan dari halal center yang disebutkan tadi,” ujarnya.

Ida Ayu menambahkan, bahwa peran Kementerian Agama di sini untuk memberi kemudahan.

“Seperti tahun kemarin, ada 200 sertifikat halal free bagi pelaku industri,” tukasnya

Meski demikian Ida Ayu mengaku SMHI ini belum tampak implementasinya di Kota Malang karena kendala pandemi. [mut.gat]

Tags: