Pemkot Pekerjakan Warga Terdampak Jadi Tenaga Kontrak

2-Pemkot ketika melakukan konferensi pers tentang rekrutmen warga terdampak, kiri Kabid Linmas, warga terdampak yang bekerja di Dinsos, Kabag Humas dan Kabid Rehabilitasi Sosial (dre)Pemkot Surabaya, Bhirawa
Pemkot Surabaya terus berupaya mencarikan solusi kepada warga terdampak penbutup[an lokalisasi Dolly-Jarak agar tidak mati sumber penghidupannya yang selama ini menggantungkan kepada bisnis prostitusi.
Salah satu upaya Pemkot adalah menempatkan warga terdampak sebagai pegawai kontrak di beberapa instansi pemkot. Sudah ada puluhan warga terdampak yang diterima bekerja di beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemkot Surabaya. Beberapa dari mereka kini bekerja sebagai tenaga keamanan dan juga driver.
Menurut Kabid Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial (Dinsos) Kota Surabaya, Dedy Sosialisto, berdasar data dinsos, sudah ada 38 orang warga terdampak  yang kini dipekerjakan sebagai tenaga kontrak di lingkup Pemkot Surabaya.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 24 orang bekerja di Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Linmas (Bakesbangpol Linmas) dan 14 orang lainnya di Dinsos. Beberapa dari mereka mulai masuk kerja pada awal Mei atau bahkan sebelum deklarasi penutupan lokalisasi Dolly dan Jarak.
”Sebenarnya ada 50 orang yang masuk data kami, tetapi baru jumlah itu yang masuk. Ada yang dari Dolly, Jarak, juga dari Krembangan dan Benowo. Sementara yang lainnya mungkin masih wait and see. Mungkin masih merasa tidak enak sama temannya karena kan masih ada yang pro-kontra menyikapi pengalihfungsian lokalisasi ini,” terangnya.
Dijelaskan Dedy, program alih fungsi dan wisma itu sudah menjadi pemikiran Pemkot jauh sebelum penutupan. Menurutnya, Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini sudah menginstruksikan kepada masing-masing SKPD bahwa dalam hal penutupan lokalisasi, selain sasaran pokoknya para pekerja seks komersial (PSK), juga terkait masyarakat yang rentan dan terkena dampak baik langsung maupun tidak langsung.
Menyikapi instruksi tersebut, Dinsos selaku ujung tombak dilapangan, lantas melakukan sosialisasi dan beberapa kegiatan, serta verifikasi data para PSK, mucikari dan keluarga rentan yang terkena dampak langsung maupun tidak langsung.
Dedy mencontohkan tenaga Linmas yang bekerja di wilayah lokalisasi. Ada Linmas sampingan dan pokok. Adapun yang terkena dampak langsung adalah Linmas pokok.
”Apabila lokalisasi ditutup, tentunya mereka tidak akan memiliki pekerjaan. Mereka inilah yang kemudian kita rekrut. Selain di Linmas, Pemkot juga menerima banyak permohonan untuk beralih profesi pada pekerjaan yang lebih baik. Seperti di Dinsos, ada yang menjadi sopir juga tenaga keamanan,” sambung Dedy.
Menurut Dedy, pihaknya mendapatkan informasi ada sekitar 600 masyarakat terdampak. Namun, pihaknya cukup kesulitan melakukan assessment. Padahal, jauh hari sebelumnya, Dinsos sudah mendapatkan tembusan dari Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Surabaya untuk menyampaikan surat ke Lurah dan Camat barangkali ada warga di sekitar lokalisasi yang ingin mendapatkan pelatihan.
Namun, dari Dinsos tidak bisa langsung tembus ke masyarakat.”Itu yang membuat rencana kami kurang optimal. Barangkali dengan momen ini, bisa dilakukan sosialisasi kepada warga terdampak yang selama ini belum tertarik sehingga kami di SKPD bisa melaksanakan program yang kita siapkan,” ujarnya kepada para wartawan Senin (7/7) kemarin.
Salah satu warga terdampak yang kini bekerja di Pemkot Surabaya, Totok Basuki Rahmat, mengaku senang bisa beralih profesi. Menurut warga Krembangan yang lahir di daerah lokalisasi Dupak Bangunsari, pasca-penutupan lokalisasi Dupak Bangunsari, dirinya diterima bekerja sebagai tenaga outsourching di Dinsos Sosial Kota Surabaya dan ditempatkan di UPTD Keputih.
“Saya berterima kasih kepada Pemkot Surabaya karena dengan adanya penutupan lokalisasi, sangat banyak manfaat yang bisa dipetik. Di wilayah saya, di Dupak Bangunsari, adanya penutupan membuat kawasan Dupak berubah jadi lebih baik. Ekonomi warga juga semakin meningkat tanpa ada kegiatan lokalisasi,” tegas Totok.
Warga terdampak lainnya, M.Gufron mengatakan, dengan bekerja di Pemkot Surabaya, dirinya merasa mendapatkan pemasukan lebih dari yang dia dapatkan sewaktu bekerja di lingkungan lokalisasi.
Dia menyebut, selama sebulan, dirinya rata-rata mendapatkan pemasukan Rp750 ribu per bulan. Sementara bekerja di Linmas Kota Surabaya, dirinya mendapatkan gaji sesuai Upah Minimun Regional (UMR) yakni sebesar Rp2,2 juta.
“Bedanya jauh. Kalau dulu (di lokalisasi), dapat honor tidak menentu. Kalau malam Minggu kita bisa dapat banyak, tapi kalau hari biasa ya sepi. Kalau di Pemkot cukup untuk menghidupi anak dan istri,” ujar warga Kelurahan Putat Jaya ini.
Sementara Kabag Humas Pemkot Surabaya, Muhamad Fikser menambahkan, yang menjadi prioritas bagi Pemkot adalah merekrut warga terdampak yang menjadi tulang punggung keluarga. Perekrutan itu sudah dilakukan sebelum pengalihfungsian lokalisasi.
“Kami prioritaskan membantu menyelesaikan permasalahan ekonomi. Pemkot sudah merekrut warga terdampak dalam jumlah cukup siginfikan yang sudah diserap masuk dalam beberapa SKPD seperti Bakesbang Linmas, Bapemas KB, Dinkes dan DKP lewat jalur outsorching. Selain Pemkot,  juga ada pihak swasta yang juga siap merekrut warga di sana. Ini yang jarang dipublikasikan. Makanya, kami informasikan progress yang dilakukan Pemkot supaya tidak ada kesan kok Pemkot tidak melakukan apa-apa,” jelas Fikser. [dre]

Keterangan Foto : Pemkot-ketika-melakukan-konferensi-pers-tentang-rekrutmen-warga-terdampak-kiri-Kabid-Linmas-warga-terdampak-yang-bekerja-di-Dinsos-Kabag-Humas-dan-Kabid-Rehabilitasi-Sosial- [dre/bhirawa]

Tags: