Polda Gelar Sidang Tambang Ilegal Lumajang

Ketiga-saksi-yakni-Kades-Selok-Awar-awar-Paur-Desa-dan-pengelola-alat-berat-memberikan-kesaksian-pada-sidang-disiplin-anggota-Polri-di-Gedung-Bidang-Keuangan-Mapolda-Jatim-Senin-[12/10].-[abednego/bhirawa].

Ketiga-saksi-yakni-Kades-Selok-Awar-awar-Paur-Desa-dan-pengelola-alat-berat-memberikan-kesaksian-pada-sidang-disiplin-anggota-Polri-di-Gedung-Bidang-Keuangan-Mapolda-Jatim-Senin-[12/10].-[abednego/bhirawa].

Polda Jatim, Bhirawa
Sidang disiplin untuk tiga terperiksa oknum Polri dalam kasus tambang ilegal di Desa Selok Awar-awar, Pasirian, Lumajang, digelar terbuka di Gedung Bidang Keuangan Mapolda Jatim, Senin (12/10). Dalam sidang yang mengagendakan keterangan saksi, terungkap nama oknum Polri dan Pejabat Lumajang yang diduga menerima aliran dana dari Hariyono, Kades Selok Awar-awar non aktif.
Dipimpin Wakapolres Lumajang Kompol Iswahab, sidang menghadirkan tiga saksi yang juga tersangka kasus ini. Mereka ialah Hariyono (kades), Harmoko (pengelola alat berat dan portal), dan Eko Hadi (Paur desa). Ketiganya bersaksi untuk terperiksa AKP Sudarminto (mantan Kapolsek Pasirian), Ipda Syamsul Hadi (Kanit Reskrim Polsek Pasirian), dan Aipda Sigit Purnomo (Babinkamtibmas).
Kepada majelis sidang, saksi Harmoko mengaku menjadi pengurus alat berat dan portal sejak Juli 2014. Alat berat disewa melalui kesepakatan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) bentukan desa. Ia pun mengaku kalau dirinyalah yang mengurusi masalah retribusi hasil pungutan dari truk pengangkut pasir.
“Tarif retribusi Rp 270 ribu per truk. Setiap harinya ada 80 sampai 100 dumptruk kecil yang keluar masuk tambang,” katanya dalam persidangan, Senin (12/10).
Setelah restribusi terkumpul, lanjut Harmoko, uang tersebut disalurkannya ke sejumlah pihak. Rp 142 ribu per truk diserahkan ke Kades Hariyono, Rp 18 ribu per truk untuk upah pekerja, dan Rp 110 ribu per truk dipakai untuk perawatan dan sewa alat berat. “Sisanya juga saya pakai,” terangnya.
Disinggung mengenai penggunaan uang yang diserahkan ke Hariyono, Harmoko mengaku tidak tahu uang itu digunakan untuk apa saja. Ia mengakui hanya menjadi pengelola keuangan dari hasil tambang dan portal di lokasi tambang ilegal tersebut. “Saya tidak tahu uang itu digunakan untuk apa saja,” ungkapnya.
Sementara itu, dalam kesaksian Hariyono mengatakan, uang hasil tambang sekaligus portal dibuatnya untuk membangun akses jalan. Selanjutnya, ada juga uang yang disalurkan kepada sejumlah pihak dan oknum Pemerintah setempat.
“Untuk Tim 12 Rp 10 ribu per rit, Ketua LMDH Rp 10 ribu per rit, untuk LMDH sendiri Rp 5 ribu per rit, paguyuban Rp 18 ribu per rit, untuk Harmoko Rp 2,5 ribu per rit, uang makan anak buah ceker Rp 50 ribu per hari, dan bulanan perangkat desa dan BPD Rp 11 juta,” paparnya.
Hariyono juga menyebut sejumlah oknum Pemerintah yang diberinya uang rutin. Ia menyebut pemberian uang tersebut sebagai uang kemitraan. “Untuk kepolisian, Pak Kapolsek Rp 1 juta setiap bulan, Pak Kanit Rp 500 ribu per bulan, Babinkamtibmas Rp 500 ribu per bulan, Pak Camat Rp 1 juta per bulan, dua orang Perhutani Rp 2,5 juta per bulan,” jelasnya.
Tak sampai disitu, Hariyono juga menyebutkan kerap memberikan uang saku kepada anggota DPRD Lumajang, oknum wartawan dan LSM setempat, dan oknum Babinsa di Koramil setempat. “Ada anggota dewan, Sugiantoko, meminjam uang Rp 3 juta sampai sekarang tidak dikembalikan. Ada juga uang sangu untuk Dewan,” katanya blak-blakan.
Setelah ketiga saksi memberikan keterangan, Majelis sidang tidak memberikan kesempatan kepada tiga Polisi yang jadi terperiksa untuk memberikan tanggapan atas keterangan saksi. “Sidang ditutup,” pungkas Majelis.
Terpisah, Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol RP Argo Yuwono menambahkan, sidang sengaja digelar secara terbuka untuk pemenuhan azaz transparansi pada pengusutan kasus tambang berdarah di Pasirian, Lumajang. “Sidang disiplin akan dilanjutkan Kamis depan,” ujarnya. [bed]

Tags: