Ramadan Momentum Menyantunkan Berbahasa

Oleh :
Nanang Qosim
Dosen Agama Islam Kemenkes Poltekkes Semarang, Peneliti dan Penulis Buku

Manusia adalah mahkluk berbudaya. Artinya, manusia memiliki aktivitas dan kebiasaan dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari secara kontekstual. Oleh karena itu, kebudayaan dengan sendirinya sudah ada sejak manusia berhasil mewariskan ekspresinya, sejak ditemukannya aksara. Barker mengatakan, bahwa budaya adalah warisan walaupun batas waktunya sulit ditentukan secara defenitif (Kutha Ratna; Sastra dan Cultural Studies, 103 ; 2005 ). Bila demikian, maka bahasa manusia adalah budaya yang selalu digunakan dalam berinteraksi dengan orang lain di manapun dan kapan pun.

Sejalan dengan itu pula salah satu perintah Allah kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril adalah membaca tepatnya di Gua Hira (Iqra, baca olehmu Muhammad). Itu artinya bahwa Allah SWT benar-benar memberikan kelebihan kepada manusia sebagai mahluk berbudaya dengan pandai membaca atau berbahasa. Berawal dari penjelasan tersebut, saat ini keadaan perkembangan bahasa manusia cukup pesat baik secara teoretis maupun kontekstual. Namun demikian, sangat diharapkan bahwa pemakaian bahasa oleh pemakainya harus seimbang dan tepat antara teoretis dan konteksnya.

Menurut faham mentalis, bahasa merupakan aktivitas mental. Karena bahasa merupakan aktivitas mental maka pemakaian bahasa merupakan aktivitas mental itu sendiri. Pemakaian bahasa menurut faham mentalis memusatkan perhatiannya pada variabel- variabel yang ada dalam diri manusia pemakai bahasa, yaitu variabel LAD (language aquisition device), otak atau syaraf, sikap , dan motivasi.

Variabel LAD adalah adanya bekal berbahasa bersifat bawaan pada diri manusia sejak lahir. LAD bersifat independen, dalam arti tidak dipengaruhi oleh bidang-bidang lain, misalnya IQ. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kemampuan yang bersifat bawaan ini tidak akan berfungsi jika tidak berinteraksi dengan pengalaman atau dunia sekitarnya (Chomsky : 1959).

Variabel syaraf memiliki fungsi sebagai penyimpan dan perekam respons sehingga dari otaklah perintah itu datang ditransfer ke mulut sehingga alat ucap manusia mengeluarkan bahasa. Variabel sikap adalah tindakan dalam memakai bahasa semakin positif tindakan manusia semakin baik dan benar bahasa yang akan digunakannya. Dan variabel motivasi merupakan suatu tenaga atau kekuatan yang mendorong suatu tindakan , serta memacu, menopang, mengatur pola-pola tindakan sehingga terjadi aktivitas dalam bertindak misalnya dalam memakai bahasa itu (Brown : 1987; 114)

Sementara itu, menurut Anderson sikap bahasa adalah tata keyakinan atau kognisi yang relatif panjang. Sebagian mengenai bahasa dan sebagian segi lagi mengenai objek bahasa yang memberikan kemungkinan bagi seseorang untuk bereaksi sesuai dengan gaya masing-masing (Materu, 1987). Kemudian Brown (1966) membagi sikap bahasa menjadi tiga komponen, yaitu ; komponen kognisi, komponen afeksi, dan komponen motif.

Komponen kognisi menyangkut pengetahuan tentang bahasa, termasuk kedudukan dan fungsinya. Komponen afeksi menyangkut perasaan serta emosi yang mewarnai pengetahuan serta gagasan seseorang tentang apa yang terdapat dalam komponen kognisi. Komponen afeksi menyangkut masalah baik buruk, suka tidak suka dan sebagainya. Sedangkan komponen motif menyangkut kecenderungan berbuat atau bertindak dengan cara tertentu terhadap suatu keadaan. Komponen motif ini berbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari lingkungan sekitarnya (behaviorisme). komponen motif ini dianggap memiliki peranan penting dalam membiasakan berbahasa yang baik dan benar.

Bila demikian, faktor yang mempengaruhi pemakaian bahasa bukan hanya ditentukan dengan pengetahuan tentang bahasa itu, tetapi ditentukan oleh faktor afektif dan motif tentang bahasa itu. Seiring itu, setiap bulan suci Ramadan secara religius dengan kayakinan dan keteguhan iman seseorang akan dapat mengontrol pemakaian bahasanya. Di bulan mulia ini setiap orang yang biasanya mengeluarkan kata-kata atau bahasa sebebas mungkin akan lebih berhati-hati karena keimanan dan ketaqwaan, serta kemanusiaannya tersebut. Setiap manusia akan berfikir mengeluarkan bahasa-bahasa yang baik saja dan tidak menyakiti orang lain.

Seiring itu pula, kepedulian pemakai bahasa terhadap diksi dan semantik bahasa atau kata-kata yang digunakan dalam setiap kesempatan menjadi kepentingan tersendiri di bulan ini. Diksi atau pilihan kata memang sangat penting dalam berbahasa. Misalnya saja kata mati, mampus, tewas, meninggal, memiliki pengertian yang sama yaitu kembalinya nyawa atau ruh manusia kepada Allah SWT. Namun demikian, konteks pemakaian bahasa tersebut berbeda.

Pada hewan seharusnya digunakan kata mati sedangkan pada manusia kita gunakan meninggal dan seterusnya untuk menghargai kemanusiaanya. Dalam struktur kalimat muncullah : Ayam itu mati atau Pak Budi telah meninggal. Bilamana, diksi bahasa yang digunakan telah tepat maka maknanya akan terjamin seiring diksinya, sehingga yang menyimaknya pun dapat memahami dan menerima bahasa yang kita gunakan dengan baik. Diksi itu menghaluskan hati manusia dan mengangkat harkat kemanusiaannya.

Lembut Berbahasa
Namun demikian, bilamana seseorang telah terlanjur menggunakan bahasa yang tidak pada tempatnya dan menyakiti orang yang menyimaknya biasanya akan diiringi rasa bersalah dan berusaha bersikap positif mengguanakan bahasa. Ini merupakan rahmat-Nya kepada manusia pada saat bulan suci Ramadan setiap manusia memiliki sikap peduli yang sangat tinggi dalam menggunakan bahasa itu dalam kehidupan sehari-hari. Artinya bahwa salah satu kemuliaan bulan suci Ramadan dapat membuat hati manusia lemah lembut dalam berbahasa kepada sesama manusia.

Hendaknya kebiasaan berbahasa dan menahan diri dari pemakaian bahasa yang tidak positif dan tidak baik menjadi kebiasaan pada bulan yang lain. Pada bulan suci Ramadan ini daya kontrol terhadap kesopanan dan kesantunan berbahasa terpatri dalam diri seseorang. Sehingga dengan kebiasaan berbahasa yang santun itu dapat benar-benar terpatri dalam diri seseorang tersebut.

Dengan demikian, pada bulan suci Ramadan ini waktu yang tepat bagi manusia berlatih menahan diri dari mengucapkan kata-kata yang tidak baik dan mengarahkan manusia hanya mengucapkan kata-kata atau bahasa yang baik dan benar saja kepada orang lain dalam berbagai keperluan. Kesantunan berbahasa akan memberikan manfaat dan kedamaian bagi pemakainya dan orang yang menyimaknya. Semoga kesantunan berbahasa di bulan suci Ramadan ini menjadi karakter bagi kita pada bulan-bulan yang lain. Semoga.

———– *** ————-

Tags: