Ramadhan Sudah Datang

Telah ramai dikumandangkan pesan Marhaban syahru Ramadhan (Selamat datang bulan suci Ramadhan). Spanduk menyambut bulan puasa sudah dipampang di berbagai tempat oleh masyarakat, pemerintah dan oleh pengusaha (sebagai iklan). Begitu pula partai politik tak mau kalah bersaing memajang spanduk, baliho di jalan-jalan sampai tembok kuburan. Bahkan parpol rela mengeluarkan biaya milyaran rupiah untuk iklan di koran, di radio serta televisi menyambut Ramadhan (sebagai pencitraan).

Magnitude bulan Ramadhan di Indonesia memang berbeda dengan negara lain yang dihuni warga muslim. Di Indonesia, Ramadhan bukan sekedar aspek pencerahan spiritual. Melainkan juga menjadi periode eskalasi perekonomian paling besar. Sektor usaha ritel, kebutuhan makanan dan minuman (mamin) sampai perbankan dipastikan bakal memperoleh berkah keuntungan berlebih selama bulan Ramadhan. Terutama sektor transportasi, sandang dan mamin, menandai bulan puasa sebagai musim panen besar.

Namun juga akan terdapat konsekuensi logis keekonomian. Yakni kenaikan inflasi pada bulan Maret dan April, lebih tinggi dibanding bulan sebelumnya. Ramadhan sebagai “bulan ekonomi” sudah menjadi tradisi setidaknya sejak dua abad silam. Jalinan antara Kesultanan dengan rakyat disambung melalui altar budaya dan agama. Antara lain adat budaya Grebek Syuro, Grebek Mulud, serta Megengan, menjadi penyambung silaturahim antar-rakyat, dan dengan Kesultanan.

Adat Megengan, berasal dari kata “meng-agung-kan” bulan yang dianggap paling suci, keramat dan penuh berkah. Megengan hanya terjadi selama kira-kira tiga hari penghujung bulan Jawa Ruwah (kalender Arab bulan Sya’ban) menjelang Ramadhan. Dimaksudkan sebagai bulan arwah. Sehingga pada saat megengan, warga muslim Indonesia dari berbagai suku, akan mendatangi kuburan leluhurnya.

Diyakini, menjelang Ramadhan, seluruh arwah memperoleh “rehat” alam kubur dan boleh “pulang” menjenguk keluarganya yang masih hidup. Karena itu yang masih hidup mestilah menjemput. Dalam tataran fiqih, megengan dipakai sebagai tanda kesiapan mental menyambut Ramadhan. Yakni sikap positif berupa suka sedekah. Karena itu menjelang bulan puasa, dibuat hidangan untuk tetangga. Ater-ater hidangan berupa kue tradisional dan buah (kadang dengan nasi dan lauk-pauk sebagaimana kendurian), diantar ke tetangga terdekat.

Pada zaman teknologi komunikasi saat ini, megengan juga disertai pesan pada akun WhatsApp, facebook, dan twitter. Juga berbagai posting di media sosial lain, termasuk youtube, dan TikTok. Isi pesan umumnya permohonan maaf kepada kerabat dan sahabat. Serta meng-ingatkan berbuat baik (ke-salehan sosial), saling tolong menolong. Maka gema Ramadhan diagungkan bersama seluruh rakyat. Termasuk di-ikuti masyarakat non-muslim.

Pencerahan mental dan moral mestilah tercermin dalam perilaku sehari-hari. Secara adat budaya (dan perintah agama) Ramadhan telah menjadi hari periode kesetiakawanan sosial. Sekaligus sebulan mengurangi nafsu materialistik, serta saat yang paling sesuai untuk memuliakan seluruh kehidupan. Memuliakan seluruh isi alam semesta). Coba mengambil hikmah (pelajaran) dari sebelas bulan yang telah terlewati. Segala kegagalan, kesalahan, dan kekurangan pasti terdapat hikmah.

Suasana (Ramadhan) bulan yang sangat baik, tidak perlu risau dengan perbedaan awal Ramadhan. Boleh memulai puasa pada hari Senin (11 Maret) seperti kalangan Muhammadiyah. Juga boleh memulai puasa pada Selasa (12 Maret) hari ini seperti dilakukan umat Nahdliyin (NU). Sama-sama baiknya. Masing-masing memiliki pedoman kuat. Begitu pula sebagian pengikut tarekat mu’tabaroh NU (jumlahnya mencapai jutaan orang) malah telah memulai puasa pada hari Ahad (10 Maret), dan pasti akan ber-hari Idul Fitri lebih awal.

Ramadhan, inilah waktu yang ditunggu-tunggu. Diawal bulan berisi berkah, ditengahnya berisi pembersihan kesalahan, dan diakhirnya bermakna pembebasan.

——— 000 ———

Rate this article!
Ramadhan Sudah Datang,5 / 5 ( 1votes )
Tags: