Razia Pangan dan Pakaian

Aparat gabungan gigih melaksanakan razia sandang (pakain) bekas. Selain berpotensi penularan penyakit, juga meng-ganggu industri hasil tekstil nasional. Seiring pengawasan sandang, BPOM juga tetap melaksanakan razia pangan (makanan dan minuman). Puasa Ramadhan hampir separuh dijalani. Warung makan dadakan semakin menjamur di seluruh perkampungan. Di berbagai jalan kota juga terdapat warung buka puasa dan sahur. Serta warung kongkow bertebaran. Seluruh warung wajib menjual makanan yang halal, dan thayyibah.

Realitanya, masih sering ditemukan bahan pangan dalam kemasan telah kadaluwarsa. Konsumsi selama Ramadhan (sampai Idul Fitri), bukan sekadar makanan halal. Melainkan juga harus memenuhi syarat “thayyibah,” (bermutu baik, dan ber-gizi). Tidak boleh menjual makanan basi (kadaluwarsa). Namun seiring pertambahan konsumsi Ramadhan, syarat “thayyibah” sering terabaikan. Makanan busuk (dan keadaan buruk) sering ditemukan pada makanan dalam kemasan, dan jajanan siap saji.

Realita pula di berbagai mal, supermarket besar, sampai di pasar tradisional, masih sering ditemukan makanan kadaluwarsa. Serta makanan yang buruk (mengandung senyawa bersifat racun). Beragam senyawa terlarang (karena membahayakan) dicampur dalam menu makanan. Berfungsi menambah rasa, pengawet dan pemicu selera (warna dan aroma). Diantaranya zat jenis rhodamin-B, bersifat karsinogen (pemicu timbulnya kanker).

Selain itu juga banyak makanan mengandung bahan pewarna tekstil, bahan pengawet serta boraks sampai formalin. Tetapi masakan sendiri (di rumah) juga harus cermat memilih bahan pangan. Berdasar hasil sidak BPOM di berbagai pasar, diketahui banyak bahan pangan tidak layak konsumsi. Antara lain, bumbu masak dengan kandungan bahan kimia sangat berlebihan. Juga daging gelonggongan, dan ayam tiren (bangkai mati kemarin).

Secara lex specialist terdapat UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Pada pasal 4 huruf b, dinyatakan tujuan penyelenggaraan pangan, adalah “menyediakan pangan yang beraneka ragam, dan memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan gizi bagi konsumsi masyarakat.” Terdapat frasa persyaratan keamanan, mutu, sehingga setiap jenis pangan (dan bahan pangan) yang beredar wajib aman, dan bermutu. Pada pasal 67 ditambahkan keamanan, dan tidak bertentangan dengan agama, dan budaya masyarakat.

Razia kebutuhan Ramadhan, bukan hanya pangan. Melainkan juga penjualan thrifting (baju bekas asal impor), sebenarnya telah dilakukan sejak sebelum pandemi. Di Surabaya, misalnya, telah dilakukan sejak tahun 2019. Kerjasama antara Pemerintah Kota (Pemkot) dengan jajaran TNI, Polri, Yayasan Perlindungan Konsumen Indonesia (YLKI), dan Bea Cukai. Serta sosialisasi larangan penjualan baju bekas impor. Prinsipnya, di-sosialisasi-kan “bahaya” kesehatan, dari potensi penularan penyakit. Sekaligus melindungi konsumen, dan industri konveksi skala mikro.

“Ke-bahaya-an” sandang bekas impor, bukan sekadar gertak sambal, melainkan uji laboratorium. Kementerian Perdagangan telah melakukan uji lab, pada tahun 2015, terhadap 73 kotainer pakaian bekas. Juga tahun sebelumnya, 2014 dilakukan uji lab pada 23 kontainer sandang bekas impor. Hasil, ditemukan banyak kuman, dan bakteri yang bisa menyebabkan penyakit (karena menular).

Namun bahaya yang lebih meng-khawatirkan, adalah ke-ekonomi-an industri konveksi skala rumah tangga, bisa gulung tikar. Mengancam ribuan pengangguran profesi penjahit. Maka diterbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 51 Tahun 2015 Tentang Larangan Impor Pakaian Bekas. Namun berselang sewindu, larangan penjualan sandang bekas impor, seolah dilupakan. Razia sangat mengendur.

hrifting masih marak, terutama diselundupkan melalui “jalan tikus” pantai-pantai kecil di wilayah Riau, masuk ke Banten, Jakarta, dan seantero pulau Jawa. Razia perdagangan sandang, dan pangan, patut dilakukan, melindungi masyarakat konsumen, sekaligus melindungi perekonomian usaha skala mikro, dan kecil.

——— 000 ———

Rate this article!
Razia Pangan dan Pakaian,5 / 5 ( 1votes )
Tags: