Sadar Pajak Sejak Muda, Stabilitas pun Terjaga

Wahyu Kuncoro

Oleh :
Wahyu Kuncoro
Dosen Pengampu Mata Kuliah Sistem Ekonomi Indonesia di Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya

Perbincangan tentang pajak hampir tidak sepi dari pemberitaan di media. Pasalnya, hampir semua sisi kehidupan selalu berkaitan, atau setidaknya dikaitkan dengan pajak. Masih ingat kasus Mario Dandy Satriyo? Kasus ini menjadi sorotan masyakarat setelah aksinya melakukan penganiayaan terhadap anak berusia 17 tahun berinisial D viral di media sosial. Mario belakangan diketahui sebagai anak dari seorang pejabat Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan. Kasus yang awalnya adalah kasus kriminal, akhirnya menyeret institusi Direktorat Jenderal Pajak. Bagaimana media tiba-tiba menelelanjangi dunia perpajakan kita. Tentu tulisan ini tidak ingin membahas mengapa hal itu terjadi. Tulisan ini sekadar ingin mengingatkan kembali betapa semua sektor kehidupan selalu berkaitan dengan pajak.

Pajak berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) didefinisiksan sebagai pungutan wajib, biasanya berupa uang yang harus dibayar oleh penduduk sebagai sumbangan wajib kepada negara atau pemerintah sehubungan dengan pendapatan, pemilikan, harga beli barang dan sebagainya. Berdasarkan Undang-Undang (UU) perpajakan, yaitu UU Nomor 16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pajak dipahami sebagai, “kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

Berdasarkan naskah historisnya, ketentuan perpajakan sebenarnya sudah ada sejak beberapa abad silam. Gagasan berupa penetapan pajak berangkat dari piagam kerajaan Inggris yang dikenal sebagai ‘Magna Charta’ yang diterbitkan tahun 1215. Piagam ini memberikan bukti bahwa pada saat itu Raja Inggris diperbolehkan untuk menarik pendapatan dari rakyat dengan persetujuan kaum bangsawan. Namun dalam konteks negara demokrasi, penerapan penarikan pajak ini dilakukan berdasarkan persetujuan rakyat yang diwakili oleh keberadaan parlemen atau DPR.

Pajak sebagai Penjaga Stabilitas
Secara teoritis, kehadiran sistem perpajakan memiliki sejumlah fungsi penting dalam sebuah negara terutama untuk mencapai target pembangunan, salahnya adalah fungsi stabilitas. Selaian fungsi stabilitas, pajak juga berfungsi sebagai fungsi anggaran (budgeting), fungsi mengatur (regulated) dan fungsi redistribusi.

Pajak, dalam konteks yang lebih luas kehadiran sistem perpajakan menjadi komponen untuk mencapai stabilitas ekonomi. Dalam suatu perekonomian, adanya fenomena kenaikan harga yang signifikan dalam jangka waktu tertentu secara terus menerus dikenal sebagai inflasi.

Apabila harga terus naik atau terjadi inflasi, menunjukkan bahwa perekonomian terus menggeliat karena konsumen semakin banyak yang berbelanja, namun keterbatasan produksi membuat harga terus merangkak naik. Sederhananya, permintaan menjadi lebih banyak ketimbang penawaran. Sebaliknya, ketika harga-harga barang cenderung jatuh menunjukkan bahwa perekonomian mungkin saja tengah lesu. Harga menjadi lebih murah karena terjadi surplus pada produksi, jumlah barang yang ditawarkan justru lebih banyak ketimbang permintaan. Masyarakat menjadi lebih jarang berbelanja padahal barang yang ditawarkan banyak, sehingga mendorong penurunan harga.

Kedua kondisi tersebut memiliki sisi positif dan negatifnya masing-masing. Pemerintah tentu tidak bisa terus menerus membiarkan harga melambung tinggi. Meski ini mencerminkan ekonomi yang bergeliat, harga yang terus naik akan merugikan masyarakat karena biaya yang dikeluarkan untuk membeli barang semakin mahal. Karena itu, pemerintah perlu mengendalikan inflasi agar tidak naik tajam. Sebaliknya, jika ekonomi terus mengalami deflasi tentu menguntungkan bagi konsumen karena harga barang-barang turun sehingga barang jadi lebih murah, namun tidak baik bagi produsen dan pemerintah.

Produsen jadi makin sulit mendapat untuk karena harga semakin murah, yang selanjutnya pemerintah juga makin sulit memperoleh sumber pendanaan atau penarikan pajak dari badan usaha karena bisnisnya berjalan lesu dan pendapatan berkurang. Karena itu, pemerintah juga perlu mengatur agar deflasi tidak turun tajam dan membuat inflasi berjalan normal.

Beberapa negara seperti Amerika Serikat yang harga-harga barangnya sudah terlampau mahal bahkan menetapkan target agar inflasi tidak terus naik melebihi 2% setiap tahunnya. Cara untuk mengatur inflasi ini kembali lagi pada kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Pemerintah bisa mengintervensi inflasi lewat kebijakan fiskal yang salah satunya dengan penerbitan aturan pajak.

Saat inflasi dirasa terlampau tinggi, pemerintah bisa mengetatkan aturan pajak pada beberapa barang, misalnya menaikkan persentase PPN untuk pembelian kendaraan mobil jika terus mengalami inflasi. Langkah menaikkan pajak akan membuat biaya pembelian mobil menjadi lebih mahal dari sebelumnya sehingga permintaan menurun yang kemudian mempengaruhi harganya, demikian juga sebaliknya.

Generasi Muda Sadar Pajak
Pada tahun 2045, Indonesia akan memasuki era emas dimana angka usia produktif akan melambung besar. Jika kesadaran pajak sudah ditanamkan sejak dini, hal ini akan menimbulkan keuntungan yang besar bagi negara itu sendiri pada masa emas yang akan datang. Perlu diketahui bahwa semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesadaran pajak butuh proses dan peran serta masyarakat dalam mewujudkannya.

Saat ini negara menggunakan pajak sebagai instrumen utama untuk mendanai berbagai belanja. Untuk itu, belanja untuk penyelenggaraan negara atau pembangunan hanya akan tercapai jika penerimaan pajak bisa dimobilisasi dengan baik. Pajak adalah tulang punggung penting suatu negara. Tidak ada negara merdeka di mana pun di dunia yang tidak mengumpulkan penerimaan pajak. Negara yang kuat, yang mampu mengumpulkan pajak secara baik.

Pajak memiliki konsep yang sama dengan gotong royong karena membutuhkan kontribusi semua warga negara. Pajak yang dibayar warga negara pada akhirnya akan juga digunakan untuk kepentingan umum. Pajak tidak hanya dibelanjakan untuk hal yang bisa terlihat secara kasat mata seperti pembangunan infrastruktur. Pajak juga akan mendanai berbagai aspek seperti dukungan pendidikan, baik di sekolah negeri maupun madrasah.

Pajak pun digunakan untuk memberikan perlindungan dan insentif bagi tenaga kesehatan, terutama dalam masa pandemi Covid-19. Di sisi lain, pajak juga penting untuk membangun sistem kenegaraan yang demokratis seperti melalui penyelenggaraan pemilu dan pilkada.

Salah satu bentuk lain dari manfaat pajak yang dirasakan masyarakat secara luas yakni berbagai program perlindungan sosial. Selama pandemi, pemerintah telah menambah berbagai program perlindungan sosial untuk masyarakat miskin dan rentan. Bantuan yang diberikan seperti program keluarga harapan (PKH), bansos tunai, kartu sembako, BLT dana desa, kartu prakerja, subsidi listrik, serta bantuan kuota internet untuk pelajar dan pengajar hingga totalnya mencapai lebih dari Rp 186 triliun. Dengan banyaknya manfaat pajak tersebut, maka sungguh dibutuhkan kesadaran membayar pajak sejak muda. Membayar pajak dapat diartikan sebagai bentuk kecintaan kepada bangsa dan upaya mendukung tercapainya cita-cita menjadi negara maju. Setiap warga negara memiliki peran dan tanggung jawab dalam mewujudkan Indonesia yang adil dan sejahtera. Semoga ***

Tags: