Sepenggal Nestapa Mariyem yang Tetap Tekun jadi Petani

Seorang nenek tua duduk di pinggir sawah mengusir burung pipit pemakan padi di sawah. [ali kusyanto]

Tidak Pernah Untung, Setiap Tanam Padi Selalu Dimakan Berbagai Jenis Hama

Kab Sidoarjo, Bhirawa
Di zaman modern saat ini, kalangan usia muda menilai profesi sebagai petani dianggap tidak menarik. Di Sidoarjo, ada faktor lainnya lagi yang ikut mendukung kalangan mudanya enggan menjadi seorang petani. Apa itu?.
Produksi tanaman padi di Sidoarjo setiap tahunnya selalu mendapat serangan dari berbagai jenis macam hama. Ada tikus, wereng, kol (sejenis bekicot kecil) dan burung pemakan padi. Akibatnya petani di Sidoarjo sering menderita kerugian dan selalu mengalami gagal panen.
“Memang menjadi petani tidak pernah untung. Tapi karena sejak kecil, saya dan suami adalah petani tulen, ya kita tetap menggarap sawah,” tutur Mariyem, nenek yang sudah berusia 78 tahun, asal Desa Semambung, Kecamatan Gedangan, saat ditemui pada siang hari di sawahnya, ketika sedang mengusir burung pipit yang memakan tanaman padi.
Berbagai cara sudah dilakukan untuk mengurangi gagal panen akibat serangan hama. Tetapi hama-hama itu tetap selalu ada. Akhirnya ia pasrah, dan berpikir cukup sederhana, mungkin itu merupakan cara untuk berbagi rezeki dengan mahluk Tuhan. Bagian atas dimakan burung, bagian bawah dimakan tikus.
“Kalau dipikir-pikir, burung pipit itu makannya ya padi, kalau mereka terus diusir, mereka juga akan makan apa,” ucapnya sederhana.
Meski demikian, sawahnya tetap ia jaga setiap pagi. Kalau tidak, bisa-bisa tidak dapat hasil apa-apa. “Kadang-kadang, sudah diusir burung-burung pipit itu juga tetap gak mau pergi,” ujarnya.
Pada pagi hari, dirinya sudah siap ditempat. Sambil duduk di kursi plastik, ia mengayun-ayunkan tali-temali yang dipasangi plastik, apabila ada sekelompok burung pipit yang hinggap diatas tanaman padinya.
Menjelang Dzuhur, ia kembali pulang ke rumah untuk makan siang dan istirahat. Nanti sekitar pukul 15.30 WIB, dirinya balik kembali ke sawahnya.
Tidak lelah sudah tua masih menjadi petani?. Menurut Mariyem, semuanya sudah menjadi kebiasaan. Dan bisanya memang hanya menjadi petani. Tetapi anak-anaknya tidak satupun yang menjadi petani seperti orang tuanya.
Dirinya mengatakan, sawah yang ia garap itu bukan sawahnya. Tetapi ia sewa dari perusahaan, yang lahannya tidak dimanfaatkan. Dirinya hanya membayar pajak bumi bangunan (PBB) setiap tahunnya.
Dilokasi itu setiap tahun ia bayar Rp800 ribu. Sedikit mahal, Sebab lokasinya dekat jalan utama Bandara Juanda, yang tempatnya ramai dan strategis. “Hasil panen habis untuk dipakai membayar pajak dan membayar pinjaman selama proses tanam,” katanya.
Petugas dari Dinas Pangan dan Pertanian Kabupaten Sidoarjo, Adi, mengatakan, harusnya pihak desa bisa memberikan bantuan kepada petani di desanya, selama proses tanam padi. Karena tujuannya untuk mendukung program ketahanan pangan di daerahnya. “Anggaran itu ada dalam alokasi dana desa. Namun rata-rata pihak desa tidak melakukannya,” kata Adi. [ali kusyanto]

Tags: