THR Tidak Dicicil

Tunjangan Hari Raya (THR) khusus ASN, serta TNI, dan Polri, sudah cair! Sudah bisa segera ditarik. Mendahului kalangan pekerja yang lain, karena memiliki sandaran hukum kokoh. Serta anggaran yang tersedia sejak penetapan APBN 2023 lalu. Begitu pula yang sudah purna tugas juga dipastikan memperoleh THR. Sedangkan pegawai swasta, dan kalangan buruh, tidak jarang, masih harus diperjuangankan. Terutama berkait nominal THR melalui “tawar menawar” antara pengusaha, dengan pemerintah, dan buruh.

Hasilnya, THR pegawai swasta (dan buruh) sering tidak sesuai dengan pengharapan. Karena konon, perusahaan juga menghadapi masa sulit. Sebenarnya THR Keagamaan memiliki sandaran hukum kokoh, berupa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 63 Tahun 2021. Sedangkan THR pegawai swasta dan buruh, dikukuhkan melalui PP Nomor 36 Tahun 2021. Tetapi MK (Mahkamah Konstitusi) meluluskan uji formil UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja.

Konsekuensinya, UU Cipta Kerja, harus diperbaiki (prosedur formil-nya) dalam waktu 2 tahun. Selama itu pula seluruh peraturan turunan UU Cipta Kerja, harus dihentikan. Termasuk PP Nomor 36 Tahun 2021. Tetapi telah diterbitkan PP baru, nomor 14 Tahun 2024. Sehingga tidak menghapus kewajiban menunaikan THR Keagamaan. Sandaran hukum tentang THR kalangan karyawan swasta dan buruh, Kembali pada Peraturan Menteri Ke-tenaga kerja-an (Permenaker) Nomor 6 Tahun 2016.

Pada pasal 1 angka ke-1, dinyatakan, THR Keagamaan merupakan pendapatan non-upah yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada karyawan. Pada pasal 1 angka ke-2, dinyatakan, hari raya keagamaan, adalah Idul Fitri (untuk umat Islam), Natal (Katolik dan Kristen), Nyepi (Hindu), Waisak (Budha), dan Imlek (Konghucu). Nominal THR juga telah diatur dalam pasal 3. Yakni, dimulai terhadap karyawan yang telah bekerja selama 1 bulan, berhak memperoleh THR.

Kalkulasi nilai THR berdasar patokan kerja selama 12 bulan memperoleh THR (minimal) sebesar 1 bulan gaji. Sedangan yang kurang dari 12 bulan, disesuaikan dengan perhitungan yang adil. THR wajib telah ditunaikan pada 7 hari sebelum hari raya keagamaan (H-7). Karena bersifat wajib, Permenaker juga dilengkapi sanksi denda. Pada pasal 10 ayat (1) sanksi denda sebesar 5% terhadap keterlambatan pembayaran THR (melebihi H-7). Serta sanksi administratif (pasal 11).

Sehingga seluruh pegawai (pemerintah), dan karyawan (dan buruh) perusahaan swasta dipastikan memperoleh THR. Tak terkecuali karyawan yang berstatus hononer, outsourcing, maupun pekerja kontrak. Pemerintah juga berkewajiban menunaikan THR untuk ASN (Aparatur Sipil Negara) yang bersumber dari dana APBN. Pembayaran THR oleh pemerintah, pada tahun (2024) ini diperkirakan mencapai Rp 30-an trilyun. Termasuk Rp 11,65 trilyun THR pensiunan.

Sedangkan yang ditunaikan oleh APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia) ditaksir mencapai Rp 80-an trilyun. Dan sebenarnya, total bisa lebih dari Rp 100 trilyun, jika ditambah dengan THR oleh para juragan sektor usaha mikro dan kecil. Nominal THR perusahaan swasta setiap tahun tumbuh inharent dengan kenaikan UMK (upah Minimm Kabupaten dan Kota). Kenaikan UMK tahun (2024) ini cukup besar, rata-rata 6%.

Tetapi kenaikan UMK, biasanya “di-nego” dengan karyawan (dan buruh). Sehingga lebih baik menerima kenaikan yang “rasional” untuk mempertahankan kelangsungan perusahaan. Maka nominal THR pada perusahaan swasta, juga hasil “nego.” Namun kewajiban THR menjadi salahsatu kalkulasi penting setiap perusahaan. Lazimnya, manajemen telah menyiapkan THR sebagai “ongkos produksi.” Sehingga tidak perlu “ribut-ribut.”

Kecuali perusahaan baru yang mengalami kegagalan manajemen. Maka ke-tidak mampu-an perusahaan, harus dinyatakan terbuka kepada buruh.

——— 000 ———

Rate this article!
THR Tidak Dicicil,5 / 5 ( 1votes )
Tags: