Tim Penilai Green Building Mulai Tinjau Kota Surabaya

Green BuildingPemkot Surabaya, Bhirawa
Untuk meningkatkan kesadaran lingkungan, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya mulai menggelar penilaian Green Building. Setelah tahap workshop dan presentasi, kali ini tahap penilaian memasuki tahap tinjauan lapangan.
Mulai Selasa (18/11) kemarin tim juri melakukan tinjuan lapangan ke Lenmarc Mall,  Raya Lontar Bukit Darmo Golf Surabaya. Rombongan juri yang diketuai oleh Ir IGN Antaryama Phd dari ITS tersebut terdiri dari Ir Mas Tri Indrawanto M SP dari Ikatan Arsitek Indonesia dan Dr Ir Retno Hastianti dari Universitas 17 Agustus.
Rombongan yang disambut oleh chief engineer Lenmarc Mall, Fawzi Akyar kemudian diajak melihat beberapa fasilitas yang ada di mall tersebut.
Fasilitas tersebut antara lain, sistem power plant, penampungan dan manajemen  sampah serta sistem pengaturan suhu gedung. Fawzi menerangkan, pihaknya sejak awal berkomitmen untuk melakukan penghematan dan ramah lingkungan.
Komitmen tersebut dengan menggunakan fasilitas yang modern dan serba otomatis namun tetap bisa diatur dan dikontrol.
Sebelumnya Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya menggelar Workshop Green Building Awareness Award (GBAA) 2014.
Menurut Kepala Bidang Fisik dan Prasarana Bappeko Surabaya, AA Gede Dwijayawardana mengatakan, workshop tersebut merupakan bagian dari upaya Pemerintah Kota Surabaya untuk mewujudkan kota Surabaya ramah lingkungan.
”Dengan adanya award ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarat untuk mewujudkan lingkungan yang berwawasan lingkungan,” katanya.
Menurutnya untuk mengawali GBAA ini Pemkot telah mendata sekitar 200 bangunan di kota Surabaya sudah termasuk dalam katagori green building atau tidak.
”Di tahap awal dari 275 bangunan menjadi 135 bangunan. Terakhir pada acara workshop setelah diseleksi lagi maka sekitar 59 bangunan termasuk dalam green building,” kata Dwija.
Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini juga mengatakan, kedepan di Surabaya sudah tidak memungkinkan pembangunan dilakukan secara horizontal.
Dikarenakan lahan di Surabaya semakin hari semakin sempit, mau tidak mau pembangunan gedung perkantoran dan perumahan (apartemen) di bangun vertikal (menjulang tinggi).
”Sekarang ini kita sudah sangat sulit untuk memiliki ruang publik, makanya dengan dibangunnya bangunan secara vertikal. Juga gedung yang dibangun harus peduli terhadap lingkungan, dengan menerapkan green building. Hal itu sangat diperlukan untuk masa depan anak-anak kita kelak,” ujarnya.
Pemkot Surabaya juga membantu masyarakat ekonomi menengah dan kurang mampu dengan membangun rumah susun. Sebab, sebanyak 60 persen masyarakat lebih memilih tinggal di perkotaan, karena dekat dengan pekerjaan mereka.
Namun, yang terjadi sekarang, lanjut Risma, mereka tinggal di pinggir perkotaan karena nilai jual rumah relatif murah dibandingkan di kota.
”Akan tetapi, yang terjadi adalah biaya hidup mereka menjadi membengkak, apalagi bagi ekonomi menengah dan bawah. Berapa biaya transportasi yang mereka hasbiskan per bulannya. Kenapa di China banyak membangun rusun di perkotaan, karena mereka sadar kota menjadi salah satu tujuan untuk mencari pekerjaan,” terangnya. [dre]

Tags: