Untag Jadi Tuan Rumah Phenma 2016

tam(308 Riset Internasional dari 18 Negara Dipamerkan di Surabaya)
Surabaya, Bhirawa
Sejumlah peneliti asing dari 18 negara mulai berdatangan ke Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya kemarin, SeninĀ  (18/7). Mereka akan berkumpul untuk mengikuti konferensi internasional, Physics and Mechanics of New Materials and Their Applications (Phenma) 2016 mulai hari ini (19/7) hingga Jumat (22/7) mendatang.
Conference Chairs Phenma 2016 Muaffaq Achmad Jani menuturkan, Untag ditunjuk sebagai tuan rumah pelaksanaan Phenma yang ke lima di Indonesia. “Simposium ini bukan hanya soal seminar, melainkan juga peluang kerjasama publikasi, pertukaran pelajar, hingga beasiswa pendidikan antarnegara,” kata Conference Chairs Phenma 2016 Muaffaq Achmad Jani ditemui saat konfrensi pers di media center Untag Surabaya kemarin.
Keuntungan lainnya, lanjut Muaffaq, dengan bergabung dengan negara-negara maju. Indonesia bisa mengejar ketertinggalan terkait budaya riset yang ada. Khususnya terkait material baru seperti super konduktor sebagai material kereta cepa dan semi konduktor. Selain material baru, konfrensi ini juga akan mengupas terkait penelitian-penelitian seputar proses dan simulasi material. “Di negara maju, budaya riset di dukung penuh oleh pemerintah. Berbeda dengan Indonesia,” tutur dia.
Menurut dia, kendala utama di Indonesia untuk kerjasama penelitian lintas negara adalah prosedur perijinan yang berbelit. Dekan Fakultas Teknik (FT) Untag Surabaya ini mencontohkan, ketika akan meneliti luapan Lumpur Lapindo di Sidoarjo dan upaya membendung langit di Pacitan.
Proses perijinan untuk meneliti kandungan Lumpur Lapindo sudah diajukan. Namun, hingga kini ijinnya belum turun. “Memang agak panjang izinnya kalau mengajak peneliti asing. Padahal kami hanya ingin tahu kandungan di dalam lumpur itu, apakah bisa dimanfaatkan atau tidak,” ujar Muaffaq.
Bukan hanya ijin yang berbelit, dukungan pemerintah Indonesia terhadap periset dalam negeri belum memadai. “Dengan simposium ini, kalaupun hasil riset peneliti Indonesia tidak laku di negara sendiri, bisa terekspose ke negara lain,” jelasnya. Berbeda jauh dengan pemerintah Rusia atau Taiwan yang mendukung penuh perkembangan riset, baik ijin prosedur maupun pendanaan.
Prof. Ivan A. Parinov dari Southern Federal University-Rusia mengatakan, Indonesia punya banyak potensi alam, sumber daya manusia (SDM) yang bisa dikembangkan. “Namun perlu banyak kerjasama dan aplikasi-aplikasi hasil penelitian,” ungkapnya.
Untuk saat ini, lanjut Ivan, diperlukan pembinaan terhadap peneliti muda. Sebab, peneliti muda ini merupaka masa depan suatu bangsa. “Tentu saja membina peneliti muda yang benar-benar mau meneliti, menulis serta berkarya,” tegasnya.
Senada dengan Ivan, peneliti dari National Kaohsiung Marine University-Taiwan, Prof Chitsan Lin John dan Prof Shun Hsyung Chang juga mengakui besarnya potensi Indonesia dalam berbagai bidang. “Sumber daya alamnya luar biasa besar, kaya budaya, agama, dan lain sebagainya. Indonesia tinggal memanajemennya dengan baik,” ungkap Prof Chitsan.
“Yang penting juga bagaimana cara menyambungkan hasil riset penelitian dengan dunia industri. Di Rusia dan Taiwan, dukungan industri cukup kuat terhadap dunia riset. Indonesia harus berupaya memulainya,” tandas Prof Chang. [tam]

Rate this article!
Tags: