Urgensi Raperda Pengelolaan Sampah Regional

Oleh :
Dwi Hari Cahyono
Ketua Fraksi PKS, PBB, dan Hanura DPRD Prov. Jatim

Saat ini DPRD bersama gubernur Provinsi Jawa Timur sedang membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pengelolaan Sampah Regional. Raperda ini adalah inisiatif DPRD yang didasarkan pada dua aspek, yakni aspek yuridis dan sosioloigis-faktual.

Secara yuridis, pengajuan Raperda diajukan, karena Perda No. 4 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Sampah Regional yang dimiliki Jawa Timur dinilai sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan kebutuhan dan perkembangan hukum, seiring dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi di Kawasan Gerbangkartosusilo yang di dalamnya mengatur Rencana Tempat Pembuangan Aakhir Sampah (TPAS) Regional, yakni di Kabupten/Kota Kediri, Kabupaten/Kota Blitar, dan Kabupaten/Kota Probolinggo. Selain itu, untuk mengharmonsiaskan dengan Perda lainnya, yakni Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 5 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011-2031..

Secara sosiologis-faktual, seiring dengan pertumbuhan penduduk dan gerak laju pembangunan, perubahan pola konsumsi masyarakat menimbulkan bertambahnya volume, jenis, dan karakteristik sampah yang semakin beragam. Persoalan sampah masih menjadi persoalan krusial bagi kehidupan masyarakat. Persoalan sampah jika tidak dikelola dengan baik, maka ancaman bagi kelangsungan kehidupan masyarakat dan ekosistem lainnya. Dalam catatan Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional tahun 2020, timbulan sampah di Jawa Timur yang berasal dari 32 Kabupaten/Kota sebanyak 5,7 juta lebih ton/tahun. Dari jumlah itu, masih ada sekitar 45,09% (2,5 juta lebih ton/tahun) yang tidak/belum terkelola dengan baik yang berujung pada pencemaran lingkungan. Karena itu, perlu penanganan yang lebih baik dan komprehensif.

Persoalan Sampah Saat ini

Dalam pengaturan yang baru, Raperda ini akan mengatur norma dan pokok materi yang lebih komprehensif dengan memperhatikan dan mempertimbangkan kondisi faktual saat ini dan prediksi (persoalan) ke depan. Raperda dimaskud akan lebih komprehensif untuk menjawab persoalan kekinian dan prospek ke depan dari masalah persampahan, di antaranya keterbatasan lahan di perkotaan; keterbatasan biaya operasional dan manajerial; keterbatasan teknologi; beban pengelolaan yang terus meningkat; timbulan sampah terus meningkat; keterbatasan armada pengangkut; keterbatasan sumber daya manusia; dan kelembagaan pengelolaan sampah regional.

Selain itu, ada fakta empirik mengenai keberadaan TPAS Regional yang sampai dengan saat ini Provinsi Jawa Timur belum memiliki TPAS Regional. Padahal sebagai provinsi dengan wilayah terluas di Pulau Jawa dan provinsi dengan jumlah populasi terbanyak kedua di Indonesia, pembangunan TPAS Regional dan Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Regional sangat mendesak untuk segera dilakukan. Keberadaan TPAS Regional menjadi sebuah keniscayaan yang harus disediakan sejak dini oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur.

Penanganan sampah pada dasarnya mengikuti prinsip 4 R replace, reduce, reuse, recycle. Semua pemangku kepentingan bisa bersinergi dalam perannya melaksanakan prinsip 4 R tersebut untuk khususnya menangani masalah sampah perkotaan. Secara umum komponen organik sampah perkotaan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori: 1) mudah terurai; 2) dapat terfermentasi; dan 3) tidak dapat terfermentasi. Sampah yang mudah terurai akan cepat mengalami dekomposisi dan mengeluarkan bau yang tidak sedap, misalnya sampah dari persiapan atau konsumsi makanan. Sampah yang dapat terfermentasi cenderung terurai dengan cepat namun tidak menghasilkan bau yang tidak sedap, misalnya kertas, textile dan biji-bijian. Sampah tak terfermentasi mengalami proses penguraian yang amat lambat seperti plastik organik, kertas karton, rambut dsb (Diaz,et.al, 2003).

Karena itu, Raperda yang dimaksud perlu dilakukan penyesuaian agar sesuai dengan kaidah dan spirit yang terkandang dalam peraturan perundang-undangan yang baru dan sesuai dengan perkembangan masyarakat. Dengan demikian, Raperda yang dimaksud akan memiliki validitas yuridis-sosiologis dan memberikan kepastian hukum agar dapat diimplementasikan

Ekonomi Sirkular

Manajemen pengelolaan sampah merupakan tanggung jawab bersama: masyarakat, instansi pemerintah dan swasta. Tiga pemangku kepentingan ini merupakan tritunggal dalam menyelesaikan semua masalah persampahan di perkotaan. Sesuai amanat Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, pola lama pengelolaan sampah di Indonesia yaitu pengumpulan – pengangkutan – pembuangan mulai bergeser ke pemilahan – pengolahan – pemanfaatan -pembuangan residu.

Masyarakat saat ini melihat bahwa TPA yang ada tidak dikelola dengan baik. Operasional TPA secara open dumping masih dijalankan di hampir semua TPA di Indonesia. Di samping itu, masih terjadi pembakaran sampah untuk mengurangi timbunan sampah, dan tidak terkelolanya gas metan yang di hasilkan oleh timbunan sampah. Hal ini sebenarnya sangat bertentangan dengan semangat Protokol Kyoto yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia, dimana pengurangan gas metan menjadi salah satu persyaratan. Masalah lain yang timbul akibat pengelolaan TPA yang tidak persyaratan di antaranya adalah timbulnya bau, menurunnya kualitas air akibat pembuangan sampah ke sungai, merembesnya air lindi (suatu cairan yang dihasilkan dari pemaparan air hujan di timbunan sampah, cairan ini berbahaya bagi kelangsung hidup manusia dan mahluk lainnya) dari TPA ke air tanah dangkal dan air permukaan, pencemaran udara serta merebaknya dioxin yang bersifat karsinogen. Persoalan ini juga harus menjadi perhatian dari pengelola sampah regional.

Sampah apabila tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan permasalahan lingkungan baik kesehatan maupun bencana. Salah satu bencana jangka panjang yang dapat dirasakan adalah perubahan iklim akibat pemanasan global yang dipicu oleh pembakaran sampah (CO2) dan proses pembusukan sampah (CH4). Karena itu, langkah strategis yang perli dilakukan adalah menumbuhkan kesadaran ekologi, lingkungan, energi, produk hijau dan pemanfaatan sampah. Prinsip pemanfaatan sampah adalah 4RC yaitu reduce, reuse, recycle, replace dan composting tetapi mencegah terbentuknya sampah lebih baik dari pada mengolah/memusnahkan sampah, termasuk bagaimana paradigma pengelolaan sampah ini sejalan dengan konsep ekonomi sirkular dengan berbasis pada material sampah.

Akhirnya, penulis berharap pembahasan Raperda dimaksud dapat berjalan dan berproses lebih partisipatif, dengan melibatkan stakhoders yang terkait, sehingga Raperda ini memang benar-benar menjadi solusi atas problematika yang dihadapi Jawa Timur, khususnya terkait dengan masalah pengelaolaan sampah regonal yang lebih produktif dan ramah lingkungan.

———— *** ————

Tags: