Wujudkan Pendidikan Bebas Diskriminasi

Oleh :
Muhammad Yusuf
Dosen PPKn Universitas Muhammadiyah Malang

Belakangan ini, dugaan praktik diskriminasi dalam lingkungan belajar pada lembaga pendidikan mencuat di media sosial. Hal tersebut tentu harus mendapat perhatian serius dari pemerintah agar sejumlah permasalahan yang ada bisa segera diatasi. Praktik diskriminasi dalam dunia pendidikan harus dihentikan. Pemerintah dan masyarakat harus bersinergi menciptakan lingkungan belajar yang bebas dari segala bentuk diskriminasi, intoleransi dan tindak kekerasan lainnya. Itu artinya, upaya pemerintah untuk mewujudkan lingkungan belajar yang bebas dari intoleransi dan diskriminasi, serta tindak kekerasan harus kita dukung sepenuhnya untuk menciptakan generasi penerus yang memahami nilai-nilai kebangsaan yang luhur warisan para pendiri bangsa.

Praktik Diskriminasi di Sekolah
Terbaru dugaan praktek diskriminasi yang dialami pelajar beragama Kristen di SMAN 2 Depok, Jawa Barat dalam menjalankan ritual pagi Jumat (7/10). Kejadian tersebut, menjadikan kini sorotan publik bahkan mendapat perhatian dari Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek). Sungguh, sebuah realitas yang mestinya tidak harus terjadi di negeri ini yang notabenenya mengakui adanya keberagaman agama. Dan, peristiwa tersebut, justru menambah daftar panjang dari perlakuan negara yang sangat diskriminatif terhadap siswa-siswi non muslim.
Mestinya, satuan pendidikan harus merdeka dari diskriminasi. Sekolah sudah seharusnya menjadi ruang aman, nyaman, dan menyenangkan bagi semua peserta didik untuk belajar dan mengembangkan diri, terlepas dari identitas yang melekat pada dirinya. Terlebih, terlihat jelas bahwa dalam Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional atau UU Sisdiknas, pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
Itu artinya, perlakuan diskriminatif sangat bertentangan dengan semangat Undang-Undang Pendidikan yang mengamanatkan perlunya peserta didik menerima pembinaan budi pekerti sesuai dengan agamanya. Saat ini, ia juga melihat bahwa terjadi kelangkaan guru Pendidikan Agama Kristen di sekolah-sekolah negeri. Data Pokok Pendidikan Kemedikburistek RI 2020, rasio jumlah guru Pendidikan Agama Kristen di sekolah negeri adalah 1 banding 8,5. Artinya, dari 8 atau 9 sekolah negeri hanya ada satu guru Pendidikan Agama Kristen.
Data ini menunjukkan betapa banyaknya siswa Kristen yang tidak mendapatkan Pendidikan Agama di sekolah-sekolah negeri. Padahal dalam aturan, secara jelas dan tegas menyatakan bahwa negara hadir dan menjamin hak peserta didik menerima pendidikan agama dan budi pekerti sesuai agamanya, dan diajar oleh guru yang seagama dengan peserta didik. Namun, dalam kenyataannya, hal ini belum bisa dipenuhi oleh negara. Oleh sebab itu, kini sudah semestinya Pemerintah daerah, dengan didukung oleh pemerintah pusat, wajib memastikan sekolah untuk memberikan proses pembelajaran yang tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.

Stop praktek diskriminasi
Perkara intoleransi atas keberagaman tidak bisa ditoleransi. Pasalnya, perkara tersebut tidak hanya melanggar undang-undang, namun juga nilai pancasila dan bhineka tunggal ika. Untuk itu, penting adanya menjaga kemajemukan dengan menamakan nilai nilai Bhinneka Tunggal Ika dengan menghormati perbedaan. Praktik diskriminasi, apalagi berkaitan dengan agama telah bertentangan dengan pasal 28 UUD 1945, sebab telah menyalahi hak dasar keyakinan setiap warga negara untuk menjalankan keyakinan agamanya masing-masing.
Sejatinya, jika tercermati diskriminasi terjadi karena masyarakat kurang bisa memahami serta menerima perbedaan yang ada. Dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dituliskan jika diskrimasi adalah segala bentuk pembatasan, pelecehan ataupun pengucilan yang dilakukan secara langsung ataupun tidak, yang didasarkan pada perbedaan agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi dan aspek kehidupan lainnya. Oleh sebab itu, hidup tanpa diskriminasi dari pihak manapun menjadi hak asasi setiap manusia.
Namun, terkadang bisa ditemui perbuatan diskriminasi terhadap kaum atau pihak tertentu. Akibatnya kehidupan masyarakat menjadi kurang harmonis, aman dan nyaman. Oleh sebab itu, pendidikan dan segala peran yang diemban sudah semestinya mampu mewujudkan satuan pendidikan yang aman dan nyaman, serta merdeka dari segala bentuk diskriminasi dan kekerasan. Detailnya, berikut inilah beberapa solusi agar segala bentuk diskriminasi di sekolah bisa dieliminir atau diperkecil.
Pertama, kunci dari upaya menciptakan lingkungan belajar yang bebas dari segala bentuk diskriminasi dan intoleransi, serta jenis-jenis kekerasan yang lain adalah menghadirkan kolaborasi dan sinergi antara pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat dalam mencegah praktek diskriminasi.
Kedua, menghadirkan pengawasan. Regulasi sebaik dan setegas apapun apabila tanpa pengawasan akan percuma. Itu artinya, kebijakan yang tegas melarang praktik diskriminatif di sekolah harus diawasi secara rutin oleh dinas-dinas pendidikan di daerah. Begitu pula dengan sanksi yang tetap harus diberlakukan dalam pengawasan tersebut.
Ketiga, pemerintah daerah sesuai dengan mekanisme yang berlaku mesti segera memberikan sanksi tegas atas pelanggaran disiplin bagi seluruh pihak yang terbukti terlibat dalam praktek diskriminasi. Termasuk kemungkinan menerapkan pembebasan jabatan agar segala permasalahan diskriminasi bisa menjadi pembelajaran bersama di masa depan.
Merujuk dari ketiga point solusi agar segala bentuk diskriminasi di sekolah bisa dieliminir atau diperkecil itulah, jika mampu diindahkan dan dilaksanakan oleh semua pihak secara positif dan kooperatif, maka bangsa dan negeri ini akan tercipta kerharmonis, keamanan dan kenyamanan di tengah keberagaman agama dan multikultural bangsa dan negeri ini.

———- *** ————

Tags: