BI 7-Day Reverse Repo Rate Tetap 3,50 Persen, Sinergi Perkuat Pemulihan

Kantor Bank Indonesia

Surabaya,Bhirawa
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 16-17 Juni 2021 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,50%, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%. Keputusan ini konsisten dengan prakiraan inflasi yang tetap rendah dan stabilitas nilai tukar Rupiah yang terjaga, serta upaya untuk memperkuat pemulihan ekonomi.

Bank Indonesia juga terus
mengoptimalkan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial akomodatif serta mempercepat digitalisasi sistem pembayaran Indonesia untuk mendukung upaya pemulihan ekonomi nasional lebih lanjut melalui berbagai langkah kebijakan sebagai berikut:
1. Melanjutkan kebijakan nilai tukar Rupiah untuk menjaga stabilitas nilai tukar yang sejalan dengan fundamental dan mekanisme pasar;

2. Melanjutkan penguatan strategi operasi moneter untuk memperkuat efektivitas stance kebijakan moneter akomodatif;
3. Memperkuat kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) dengan penekanan pada kenaikan suku bunga kredit baru, faktor-faktor yang menyebabkannya (peningkatan persepsi risiko dan margin keuntungan), serta analisis SBDK Individual Bank (Lampiran);
4. Memperpanjang kebijakan penurunan nilai denda keterlambatan pembayaran kartu kredit 1% dari outstanding atau maksimal Rp100.000,- sampai dengan 31 Desember 2021,

untuk mendorong penggunaan kartu kredit sebagai buffer konsumsi masyarakat dalam rangka mendukung pemulihan ekonomi nasional;
5. Mempercepat program pendalaman pasar uang melalui penguatan kerangka pengaturan pasar uang dan implementasi Electronic Trading Platform (ETP) Multimatching, khususnya pasar uang Rupiah dan valas;
6. Memfasilitasi penyelenggaraan promosi perdagangan dan investasi serta melanjutkan sosialisasi penggunaan Local Currency Settlement (LCS) bekerja sama dengan instansi terkait. Pada Juni dan Juli 2021 akan diselenggarakan promosi investasi dan perdagangan di Jepang, Amerika Serikat (AS), Meksiko, Perancis, Swedia, Norwegia, Singapura, Australia, dan Tiongkok.

Memperhatikan berlanjutnya dinamika terkini di global maupun domestik, Bank Indonesia terus memperkuat sinergi kebijakan dengan Pemerintah dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), termasuk melalui implementasi Paket Kebijakan Terpadu KSSK, guna mempercepat pemulihan ekonomi nasional. Koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait juga terus dilakukan untuk (i) mendorong penurunan suku bunga kredit perbankan, (ii) meningkatkan kredit/pembiayaan kepada dunia usaha pada sektor-sektor prioritas, dan (iii) memonitor secara cermat dinamika penyebaran Covid-19 dan dampaknya terhadap ekonomi Indonesia.

Kinerja perekonomian dunia terus membaik sesuai prakiraan, di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang menurun. Perkembangan tersebut terutama ditopang oleh pemulihan ekonomi AS yang semakin kuat, serta perbaikan ekonomi di Tiongkok dan sejumlah negara di Kawasan Eropa yang terus berlangsung sejalan percepatan vaksinasi dan berlanjutnya stimulus kebijakan. Sementara itu, ekonomi India diprakirakan makin melemah akibat kenaikan kasus Covid-19 dan perluasan pembatasan mobilitas. Berbagai indikator dini pada Mei 2021 mengonfirmasi pemulihan ekonomi global yang terus menguat, seperti tercermin pada Purchasing Managers’ Index (PMI), keyakinan konsumen, dan penjualan ritel di beberapa negara. Volume perdagangan dan harga komoditas dunia juga meningkat.

Ketidakpastian pasar keuangan global menurun sejalan dengan kejelasan arah kebijakan the Fed yang tetap akomodatif dan berpandangan masih terlalu dini untuk pengurangan stimulus moneter (tapering) AS. The Fed masih melanjutkan pembelian surat-surat berharga sampai dengan terdapat perkembangan yang substansial terkait inflasi dan tenaga kerja. Perkembangan positif tersebut kembali meningkatkan aliran modal global ke negara berkembang, termasuk Indonesia, dan mendorong penguatan mata uang di berbagai negara tersebut.

Perbaikan perekonomian domestik berlanjut pada triwulan II 2021. Kondisi tersebut tercermin pada berbagai indikator dini pada Mei 2021 yang terus membaik. Indikator konsumsi rumah tangga meningkat sesuai pola musiman Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) seperti penjualan eceran, terutama makanan, minuman dan tembakau, serta bahan bakar kendaraan bermotor. Perbaikan ekonomi domestik juga tercermin pada kinerja indikator lainnya, yaitu ekspektasi konsumen, penjualan online, dan PMI Manufaktur yang melanjutkan peningkatan.

Dari sisi eksternal, kinerja ekspor terus meningkat, khususnya pada komoditas batu bara, besi dan baja, serta kendaraan bermotor sejalan kenaikan permintaan mitra dagang utama. Secara spasial, peningkatan ekspor terjadi di seluruh wilayah, terutama Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi-MalukuPapua (Sulampua). Perbaikan ekonomi juga tercermin pada kinerja beberapa sektor utama, seperti Industri Pengolahan, Perdagangan, dan Konstruksi yang terus membaik. Ke depan, pemulihan ekonomi domestik didorong oleh akselerasi perekonomian global, kecepatan vaksinasi, dan penguatan sinergi kebijakan, meskipun dibayangi oleh peningkatan kasus Covid19 yang muncul pada akhir triwulan II.

Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi 2021 tetap sesuai dengan proyeksi Bank Indonesia pada April 2021, yakni pada kisaran 4,1%5,1% .
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) diprakirakan tetap baik, sehingga mendukung ketahanan sektor eksternal. Defisit transaksi berjalan diprakirakan tetap rendah, didorong oleh surplus neraca barang yang berlanjut. Neraca perdagangan Mei 2021 mencatat surplus sebesar 2,4 miliar dolar AS, melanjutkan surplus pada bulan sebelumnya sebesar 2,3 miliar dolar AS. Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh kinerja positif pada sebagian besar komoditas utama di tengah impor yang tetap kuat seiring perbaikan ekonomi domestik. Sementara itu, aliran masuk modal asing ke dalam negeri berlanjut, tercermin dari investasi portofolio yang mencatat
net inflows sebesar 6,5 miliar dolar AS pada periode April hingga 15 Juni 2021, sejalan ketidakpastian pasar keuangan global yang menurun. Posisi cadangan devisa pada akhir Mei 2021 tetap tinggi sebesar 136,4 miliar dolar AS, setara dengan pembiayaan 9,5 bulan impor atau 9,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Ke depan, defisit transaksi berjalan pada tahun 2021 diprakirakan tetap rendah yaitu sekitar 1,0% -2,0% dari PDB.

Nilai tukar Rupiah menguat sejalan dengan kembali masuknya aliran modal asing dan langkah stabilisasi Bank Indonesia. Nilai tukar Rupiah pada 16 Juni 2021 menguat 0,49% secara rerata dan 0,30% secara point to point dibandingkan dengan level Mei 2021. Penguatan nilai tukar Rupiah didorong oleh berlanjutnya aliran masuk modal asing ke pasar keuangan domestik seiring dengan penurunan ketidakpastian pasar keuangan global dan persepsi investor yang membaik terhadap prospek ekonomi domestik. Dengan perkembangan tersebut, Rupiah sampai dengan 16 Juni 2021 mencatat depresiasi sekitar 1,32% (ytd) dibandingkan dengan level akhir 2020, relatif lebih rendah dari negara lain di kawasan, seperti Thailand, Korea Selatan, dan Malaysia.

Ke depan, Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamental dan bekerjanya mekanisme pasar, melalui efektivitas operasi moneter dan ketersediaan likuiditas di pasar.
Inflasi tetap terkendali di tengah kenaikan permintaan sesuai pola musiman HBKN. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Mei 2021 tercatat 0,32% (mtm), meningkat dibandingkan dengan inflasi pada April 2021 sebesar 0,13% (mtm). Inflasi IHK tersebut lebih tinggi dari pola musiman HBKN tahun 2020 (0,07% , mtm), namun lebih rendah dari rerata historis lima tahun terakhir (0,52% , mtm).

Dengan perkembangan tersebut, secara tahunan inflasi IHK tercatat 1,68% (yoy), meningkat dari inflasi bulan sebelumnya (1,42% , yoy). Perkembangan inflasi tersebut dipengaruhi oleh kenaikan inflasi inti sejalan dengan permintaan domestik yang membaik, di tengah stabilitas nilai tukar yang terjaga dan kebijakan Bank Indonesia yang konsisten mengarahkan ekspektasi inflasi pada kisaran target. Inflasi kelompok volatile food meningkat sejalan dengan permintaan musiman HBKN. Sementara itu, inflasi kelompok
administered prices terkendali meskipun terjadi kenaikan tarif angkutan. Ke depan, Bank Indonesia tetap berkomitmen menjaga stabilitas harga dan memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah melalui Tim Pengendali Inflasi (TPI dan TPID), guna menjaga inflasi IHK sesuai kisaran targetnya, yakni 3,0% ±1% pada 2021.

Kondisi likuiditas tetap longgar didorong kebijakan moneter yang akomodatif dan dampak sinergi Bank Indonesia dengan Pemerintah dalam mendukung pemulihan ekonomi nasional. Bank Indonesia telah menambah likuiditas (quantitative easing) di perbankan sebesar Rp94,03 triliun pada tahun 2021 (hingga 15 Juni 2021). Bank Indonesia juga melanjutkan pembelian SBN di pasar perdana sebagai bagian dari sinergi kebijakan Bank Indonesia dan Pemerintah untuk pendanaan APBN 2021. Hingga 15 Juni 2021, pembelian SBN di pasar perdana tercatat sebesar Rp116,26 triliun yang terdiri dari Rp40,80 triliun melalui mekanisme lelang utama dan Rp75,46 triliun melalui mekanisme Greenshoe Option (GSO). Dengan ekspansi moneter tersebut, kondisi likuiditas perbankan sangat longgar, tercermin pada rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yang tinggi, yakni 32,71% dan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 10,71%
(yoy). Likuiditas perekonomian juga meningkat, tercermin pada uang beredar dalam arti sempit
(M1) dan luas (M2) yang tumbuh masing-masing sebesar 12,6% (yoy) dan 8,1% (yoy) pada Mei 2021. Ekspansi likuiditas tersebut belum optimal mendorong pertumbuhan ekonomi, di tengah kecepatan perputaran uang di ekonomi (velositas) yang menurun, seiring belum kuatnya permintaan domestik.

Suku bunga kebijakan moneter yang tetap rendah dan likuiditas yang masih longgar mendorong suku bunga kredit perbankan terus menurun walaupun masih terbatas. Di pasar uang dan pasar dana, suku bunga PUAB overnight dan suku bunga deposito perbankan telah menurun, masing-masing sebesar 153 bps dan 207 bps sejak April 2020 menjadi 2,79% dan 3,66% pada April 2021. Di pasar kredit, penurunan Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) perbankan berlanjut, meski dengan besaran respons yang lebih terbatas, yaitu menurun sebesar 177 bps sejak April 2020 menjadi 8,87% pada April 2021. Di tengah menurunnya Harga Pokok Dana untuk Kredit (HPDK), penurunan SBDK masih terbatas didorong oleh kembali meningkatnya komponen margin keuntungan, terutama terjadi pada kelompok Bank Umum Swasta Nasional (BUSN).

Di samping itu, premi risiko perbankan cenderung meningkat yang mengindikasikan masih tingginya persepsi risiko perbankan terhadap dunia usaha. Sejalan dengan itu, suku bunga kredit baru pada April 2021 juga meningkat, khususnya pada kelompok BPD, bank BUMN, dan BUSN. Bank Indonesia mengharapkan perbankan untuk terus melakukan penyesuaian suku bunga kredit sebagai bagian dari upaya bersama untuk mendorong kredit kepada dunia usaha.

Ketahanan sistem keuangan tetap terjaga, meskipun fungsi intermediasi perbankan masih perlu didorong. Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio / CAR) perbankan April 2021 tetap tinggi sebesar 24,21%, dan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan / NPL) tetap terjaga, yakni 3,22% (bruto) dan 1,06% (neto). Di tengah kondisi likuiditas yang tetap longgar, intermediasi perbankan menunjukkan perbaikan meskipun masih mengalami kontraksi sebesar -1,28% (yoy) pada Mei 2021. Perbaikan ini didorong oleh membaiknya permintaan kredit seiring dengan berlanjutnya pemulihan aktivitas korporasi yang tercermin antara lain dari meningkatnya penjualan, pajak yang dibayarkan, dan kemampuan bayar korporasi. Di sektor rumah tangga, permintaan kredit di sektor properti terus membaik tercermin dari pertumbuhan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang tumbuh 6,61% (yoy) sejalan dengan implementasi pelonggaran LTV dan insentif pajak oleh Pemerintah.

Pemulihan kredit juga terjadi di sektor UMKM, terutama di sektor perdagangan. Untuk mendorong momentum pemulihan fungsi intermediasi perbankan, berbagai langkah penguatan terus dilakukan melalui sinergi antar otoritas, perbankan, dan dunia usaha untuk menjaga optimisme dan mengatasi permasalahan sisi permintaan dan sisi penawaran kredit dari perbankan kepada dunia usaha. Dalam kaitan ini, Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan transparansi SBDK perbankan serta koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait untuk meningkatkan kredit/pembiayaan kepada dunia usaha pada sektor-sektor prioritas.

Bank Indonesia terus melakukan penguatan kebijakan sistem pembayaran guna akselerasi transaksi ekonomi dan keuangan digital dan mendukung pemulihan ekonomi nasional. Transaksi ekonomi dan keuangan digital terus tumbuh sejalan dengan meningkatnya akseptasi dan preferensi masyarakat untuk berbelanja daring, perluasan pembayaran digital dan akselerasi digital banking. Pertumbuhan tersebut tercermin dari nilai transaksi Uang Elektronik (UE) pada Mei 2021 sebesar Rp23,7 triliun, atau meningkat 57,38% (yoy). Volume transaksi digital banking juga terus tumbuh, pada Mei 2021 meningkat 56,49% (yoy) mencapai 601,2 juta transaksi dengan nilai transaksi digital banking yang tumbuh 66,41% (yoy) sebesar
Rp3.117,4 triliun. Nilai transaksi pembayaran menggunakan kartu ATM, Kartu Debet, dan Kartu Kredit pada Mei 2021 tumbuh 21,03% (yoy) dengan total Rp689,7 triliun seiring dengan peningkatan aktivitas ekonomi dan kebutuhan masyarakat menjelang Hari Raya Idulfitri 1442 H.

Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan sistem pembayaran dalam rangka mendukung pengembangan ekosistem ekonomi dan keuangan digital yang inklusif dan efisien antara lain dengan mengakselerasi peningkatan transaksi dan perluasan merchant QRIS bersinergi dengan Kementerian/Lembaga terkait, asosiasi dan industri. Sosialisasi dan edukasi QRIS terus diperkuat dan diperluas baik dari sisi supply maupun demand. Bank Indonesia juga terus bersinergi dengan Pemerintah guna memperluas elektronifikasi penyaluran bantuan sosial dan transaksi keuangan Pemerintah Daerah, serta mendukung kesuksesan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI). Di sisi tunai, Uang Kartal Yang Diedarkan (UYD) pada Mei 2021 mencapai Rp851,3 triliun, meningkat 6,6% (yoy) sejalan dengan meningkatnya kebutuhan uang kartal pada periode Hari Raya Idulfitri 1442 H. Dalam rangka menjaga ketersediaan dan kualitas uang rupiah serta memberikan layanan kas prima di seluruh wilayah Indonesia, Bank Indonesia mendorong efisiensi di dalam distribusi pengedaran uang di daerah 3T, termasuk melalui penguatan kelembagaan Kas Titipan.(ma)

Tags: