BLH-Perhutani Jatim Turun Gunung ke Lumajang

penambangan pasir liar di wilayah LumajangPemprov Jatim, Bhirawa
Tak hanya Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jatim, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Jatim bersama Perhutani juga turun langsung ke lapangan untuk melakukan cross check langsung kondisi penambangan pasir liar di wilayah Lumajang.
Kepala BLH Jatim, Bambang Sadono mengatakan saat ini pihaknya sudah ada pembicaraan dengan Perhutani untuk menjadikan kawasan pesisir pantai selatan di Lumajang termasuk pertambangan liar di Selok Awar-Awar kecamatan Pasirian Lumajang sebagai kawasan konservasi lingkungan hidup.
“Tim dan BLH Jatim serta Perhutani sudah melakukan pembicaraan. Dalam waktu dekat akan dilakukan tinjauan lapangan untuk menyusun rencana kawasan konservasi tersebut,” katanya.
Bambang Sadono menjelaskan, pembuatan kawasan konservasi lingkungan ini oleh pemerintah bertujuan untuk penyelamatan lingkunganĀ  di wilayah tersebut. “Semua di pesisir selatan di wilayah Lumajang, yang ada pertambangannya akan dijadikanĀ  kawasan konservasi lingkungan,” katanya.
Sedangkan Kepala Bidang Komunikasi dan Peran Serta Masyarakat BLH Jatim, Uda Hari Pantjoro mengatakan, tim BLH Jatim dan Perhutani tidak akan mengarah pada proses tindakan pidana. Namun lebih pada permasalahan lingkungan melalui tata ruang, sepadan, hingga kawasan konservasinya.
“Posisi turunnya tim ini pada lokasi pertambangan yang tak berizin. Lain halnya pertambangan yang sudah mengantongi izin. Jika nantinya hasilnya sudah keluar, maka akan dilaporkan ke Gubernur,” katanya.
Sementara, Pakar hukum lingkungan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Prof Dr Suparto Wijoyo SH MHum mengusulkan moratorium pertambangan untuk mengatasi konflik seperti kasus Salim Kancil di Lumajang, Jawa Timur pada akhir September 2015.
“Saya sudah usulkan soal itu kepada Pemprov Jatim, karena BLH (Badan Lingkungan Hidup) Jatim bersama Perhutani saat ini melakukan pemetaan masalah dan potensi pertambangan di Jatim serta pemetaan untuk penataannya,” katanya.
Bahkan, BLH Jatim dan Perhutani menjadikan kasus Lumajang sebagai momentum untuk itu, karena itu mereka melakukan survei pertambangan ke Lumajang dan seterusnya hingga seluruh Jatim. Tim BLH Jatim dan Perhutani sudah ada di Lumajang.
“Untuk penataan, saya juga sudah usulkan bahwa pertambangan itu tidak boleh mati tapi pertambangan itu perlu berkelanjutan. Caranya, perlu perizinan terpadu, deposit fee, kuota dan zonasi kawasan tambang, dan sebagainya, karena itu moratorium dulu-lah,” katanya.
Suparto mengatakan, deposit fee dan zonasi/kuota pertambangan itu penting agar kawasan pertambangan itu terbagi dua yakni kawasan tambang dan kawasan reklamasi, lalu dana reklamasi itu dari ‘deposit fee’ itu. [rac]

Tags: