Cegah Kasus “Bullying” di Lingkungan Sekolahan

Marak dan tingginya kasus perundungan atau bullying di dunia pendidikan kerap terdengar, bahkan jumlah kasus bullying di dunia pendidikan sudah pada tahap memprihatinkan. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat menyenangkan, berubah menjadi tempat yang mengerikan (School Phobia), bahkan dapat membahayakan nyawa pelajar. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat mencari kawan dan sahabat berubah menjadi tempat permusuhan.

Adapun pada awal tahun 2024 masalah perundungan kembali menjadi sorotan publik, setelah mencuatnya kasus bullying terhadap seorang siswa di SMA internasional di kawasan Serpong, Tangerang Selatan. Kasus itupun kini ramai diperbincangkan karena salah satu pelakunya diduga merupakan anak artis. Wahana lingkungan sekolah yang seharusnya menciptakan lingkungan belajar yang aman dan menyenangkan dengan menumbuhkan kehidupan pergaulan yang harmonis dan kebersamaan antar peserta didik dengan tenaga pendidik, orang tua serta masyarakat. Justru menjadi tempat yang dikhawatirkan oleh orang tua dan peserta didik. Bahkan, realitas kasus perundungan atau bullying tersebut prevalensi yang tinggi, bahkan terus meningkat tiap tahunnya dilingkungan anak Indonesia.

Menurut Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), terdapat 30 kasus bullying di sekolah sepanjang 2023. Angka itu meningkat dari tahun sebelumnya yang berjumlah 21 kasus. Sebanyak 80% kasus perundungan pada 2023 terjadi di sekolah yang dinaungi Kemendikbudristek, dan 20% di sekolah yang dinaungi Kementerian Agama. Tiga puluh kasus tersebut merupakan kasus yang sudah dilaporkan kepada pihak berwenang dan diproses. Dari 30 kasus perundungan pada 2023, sebanyak 50% terjadi dijenjang SMP/sederajat, 30% dijenjang SD/sederajat, 10% di jenjang SMA/sederajat, dan 10% di jenjang SMK/sederajat, (Kompas,28/2/2024)

Itu artinya, kasus aksi perundungan atau bullying di dunia pendidikan masih cukup tinggi terjadi. Untuk itu, berbagai pencegahanpun meski dilakukan. Setiap sekolah perlu memiliki komitmen mewujudkan sekolah ramah anak yang selaras dengan UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Sekaligus, menghadirkan peran aktif dari lingkungan sekitar seperti guru, teman, atau orang tua. Lingkungan pun harus peka dan berani membantu korban, juga menghentikan tindakan perundungan atau bullying di dunia pendidikan.

Masyhud
Dosen FKIP Universitas Muhammadiyah Malang.

Tags: