Cerita Fantasi dan Perkembangan Jiwa Anak

Oleh :
Intannia Cahyasari
Mahasiswa Program Studi S2 Linguistik Terapan Universitas Negeri Yogyakarta

Bercerita di era digital seperti sekarang ini sudah tidak lagi menjadi kegiatan yang populer di kalangan anak-anak. Sejak bangun hingga menjelang tidur, mereka dihadapkan pada berbagai macam gadget yang diberikan oleh orang tuanya. Belum lagi ditambah dengan acara-acara atau sinetron di televisi yang acapkali bukan tontonan yang pas untuk anak-anak. Padahal, hakikatnya anak-anak sangat menyukai dan menanti-nanti datangnya sebuah dongengan. Setiap bagian-bagian cerita yang pendongeng mulai ceritakan, di situ anak akan tertawa ketika ada cerita yang lucu dan akan terhanyut dalam rasa sedih ketika ada bagian cerita yang mengharukan. Dengan perasaan senang dan diiringi canda tawa, berbagai perasaan tegang, perasaan buruk, dan rasa-rasa negatif lainnya bisa hilang dengan sendirinya.
Selain sebagai wujud pengungkapan perasaan si anak, cerita fantasi juga mampu membuat anak yang suka membaca, berani berbicara, mampu bercerita dan bahkan mampu menciptakan cerita versi mereka sendiri. Itu semua karena hasil dari kisah-kisah pada cerita fantasi yang mereka dengar atau baca. Dari semua manfaat yang telah dipaparkan tersebut, tentu tidak akan terlepas dari peran orang tua maupun orang-orang terdekat lainnya bagi anak-anak. Kendala yang biasa dihadapi orang tua atau orang-orang dekat si anak adalah tidak ada waktu untuk mendongeng, tidak memiliki kisah-kisah cerita fantasiatau memang tidak bisa mendongeng. Namun, yang lebih penting adalah kehati-hatian dalam memilih suatu kisah untuk didongengkan kepada si anak karena tidak semua cerita fantasi dapat memberikan manfaat kepada anak.
Cerita Fantasi
Coleridge dalam Lukens (1999:20) menegaskan, fantasi adalah the willing suspension of disbelief, cerita yang menyajikan sesuatu yang sulit diterima. Cerita fantasi (literary fantasy) sebagai alternatif bacaan untuk menghadirkan sebuah dunia lain (other world) di samping dunia nyata. Cerita fiksi dikembangkan melalui imajinasi di luar jangkauan manusia biasa dan dapat diterima oleh pembaca. Seperti yang dipaparkan oleh Nurgiyantoro (2004:113-114), cerita fantasi juga menampilkan berbagai peristiwa kehidupan yang nyata sebagaimana halnya dalam cerita kehidupan yang sesungguhnya, tetapi di dalamnya juga terdapat sesuatu yang sulit diterima oleh jangkauan akal manusia. Misalnya, cerita tentang kehidupan para kurcaci yang memiliki tubuh mini dan memiliki kebiasaan hidup sebagaimana halnya kehidupan manusia pada umumnya. Namun kebenaran cerita tersebut tetap diragukan. Artinya, apakah memang ada di dunia nyata sekelompok orang dengan bentuk dan cara kehidupan seperti itu? Demikian juga cerita binatang (fabel) yang dapat berbicara maupun berperilaku seperti manusia, cerita yang berupa personifikasi manusia juga dapat dikategorikan dalam cerita fantasi. Namun tetap berangkat dari dari sudut pandang anak dalam memandang dan memperlakukan sesuatu, dan sesuatu itu haruslah berada dalam jangkauan pemahaman emosional dan intelektual anak.
Salah satu cerita fantasi adalah fabel (fable). Ini adalah cerita binatang sebagai wujud personifikasi karakter manusia. Dalam jalan ceritanya, binatang-binatang digambarkan sebagai tokoh cerita yang dapat bercerita, bersikap, dan berperilaku sebagaimana halnya manusia. Pemilihan tokoh binatang dimaksudkan untuk memeperjelas ajaran dalam bentuk tingkah laku, dan untuk menyamarkan ajaran dan pesan moral yang disampaikan secara implisit sehingga pembaca tidak merasa digurui dan dipersilahkan untuk merenungkannya. Dengan demikian, pembaca akan merasa tersindir namun tetap tidak merasa tersinggung karena baik yang menyindir maupun yang disindir di dalam cerita adalah sama-sama binatang. Demikian pula dengan dongeng atau dongeng rakyat (folktales, folklore). Cerita fantasi inimerupakanmedia yang efektif untuk menanamkan berbagai nilai dan etika kepada anak, bahkan untuk menumbuhkan rasa empati.
Pentingnya Bercerita
Membacakan cerita fantasi adalah salah satu cara berkomunikasi dengan si anak. Dengan bercerita, pesan-pesan moral dapat diselipkan. Sebagai orang tua maupun orang terdekat anak, meluangkan waktu untuk duduk dan berkosentrasi dengan mereka dapat memberikan manfaat yang luar biasa yang didapatnya.
Anak-anak yang biasa mendengar atau membaca cerita biasanya tumbuh menjadi anak yang lebih pandai, lebih tenang, lebih terbuka, dan lebih stabil secara emosionalnya bila dibandingkan dengan anak-anak yang tidak mendapatkan cerita. Melalui cerita fantasi, daya khayal, perbendaharaan kata, daya ingat, dan cara berbicara berkembang sesuai dengan kesan yang ditangkap baik oleh si anak. Hal tersebut berdasarkan kesimpulan dari tiga orang peneliti berkebangsaan Jerman (H.G. Wahn, W. Hesse, dan U.Schaefer, 1980).
Cerita-cerita yang disuarakan atau diceritakan dapat membuat anak berimajinasi membayangkan bagaimana tokoh-tokoh yang ada di dalam cerita, karakter maupun jalan ceritanya. Cerita-cerita fantasi mampu memengaruhi alam bawah sadar anak-anak. Nilai-nilai yang terkadung dalam cerita-cerita fantasi tersebut akhirnya terinternalisasi dalam alam bawah sadar anak-anak dan terus terbawa hingga mereka dewasa.Ajaran moral disampaikan secara simbolistik melalui sikap, perilaku, tindakan tokoh, dan berbagai aksi dan peristiwa yang mengiringinya. Sambil bercerita,dapat disuntikan mana yang baik untuk ditiru dan mana yang tidak baik. Tentunya bercerita memiliki efek yang lebih baik daripada hanya mengatur anak dengan hanya memerintah atau dengan cara kekerasan (memukul, mencubit, menjewer, membentak, dan lainnya).
Dalam kegiatan bercerita, akan terjadi interaksi tanya jawab yang secara tidak langsung dapat medekatkan hubungan emosional antar anggota keluarga. Mencairkan suasana, rasa sungkan maupun hubungan kaku antara anak dengan orang tua. Dengan demikian, kegiatan bercerita dapat mempererat ikatan dan komunikasi yang terjalin antara orang tua dan anak. Selain itu wawasan anak juga akan bertambah, seperti ungkapan, sejarah, watak dan sifat manusia, maupun teknik bercerita. Ketika si anak sudah mulai tertarik dan mengikuti jalan ceritanya, berbagai materi pelajaran sekolah pun juga bisa diselipkan sebagai intermezzo. Anak secara tidak langsung dapat terbantu memahami pelajaran sekolah dengan situasi yang menyenangkan. Anak dapat membangun visualisasi versi mereka sendiri dari cerita yang didengarkannya. Hal ini yang belum tentu terpenuhi bila anak hanya menonton dari gadget maupun televisi. Perlahan-lahan kreativitas anak akan terlatih dengan anak dapat membayangkan seperti apa tokoh-tokoh maupun kehidupan yang terdapat dalam cerita tersebut. Tentunya apabila penyampaian dari cerita tersebut menarik dan berbobot, maka kreativitas anak dapat berkembang. Dan sah-sah saja apabila dalam bercerita menambahkan isi cerita lain selama tidak merusak alur cerita.
Ketika si anak sudah mulai tertarik dengan cerita yang disampaikan, diharapkan dapat tumbuh minat baca di dalam dirinya. Pada dasarnya, perkembangan minat si anak sangat bervariasi dan mengalami perkembangan. Hal tersebut bergantung bagaimana strategi orangtua/keluarga dalam memperkenalkan cerita fantasi sejak dini. Ketika situasi bercerita tepat dan bervariasi, maka minat anak pun akan sangat bervariasi pula.
Daya Tarik cerita fantasi memang tidak dapat dipungkiri. Sudah semestinya untuk membangkitkan kembali semangat bercerita pada anak. Diakui bahwa tidak semua cerita fantasi bernilai positif, namun pada lazimnya cerita fantasi mampu membuat anak pulas tertidur dengan mengantongi memori yang lekat dalam jiwanya.Dengan demikian, selain mampu menjadi aktivitas rileks, cerita fantasi jugamempunyai potensi yang memadaidalam mendukung tumbuh kembang kejiwaan anak. Cerita fantasi merupakan wahana yang penuh dengan beragam kisah kehidupan. Menghidupkan kisah-kisah dengan metode bercerita dapat menumbuhkan semangat tersendiri terutama bagi anak-anak. Penutur cerita yang elegan adalah mereka yang mempunyai talenta menyelami jiwa dari cerita fantasi itu sendiri. Adalah keniscayaan bagi orang tua maupun orang dekat si anak dalam meluangkan waktunya untuk menghantarkan cerita yang baik dan mendidik bagi anak-anak.Bercerita bisa dilakukan di mana saja dalam waktu dan kesempatan apapun, sepanjang itu tersedia ruang untuk kehadiran penutur cerita dan pendengarnya.

                                                                                            ——————— *** ———————

Tags: