Dianggap Mengganggu, Warga Protes Demo Aksi Solidaritas Anak Korban Kekerasan Seksual

Suasana aksi damai mengawal persidangan perkara kekerasan seksual di SMA SPI Kota Batu di depan PN Kota Malang yang mendapatkan protes warga sekitar PN, Rabu (27/7).

Kota Batu, Bhirawa
Aksi damai mengawal persidangan perkara kekerasan seksual di SMA SPI Kota Batu di depan Pengadilan Negeri (PN) Kota Malang mendapatkan perlawanan berasal dari kelompok yang mengatasnamakan warga yang berdomisili di sekitar PN. Mereka mengaku terganggu oleh aksi damai tersebut.
Sempat terjadi ketegangan antara masa aksi dengan kelompok yang mengaku warga setempat. Kelompok warga ini melarang adanya penggunaan sound system atau pengeras suara yang dibawa dengan mobil oleh masa aksi. Dan kelompok warga ini emosi ketika ada masa aksi yang memintanya untuk menunjukkan Kartu Tanda Penduduk (KTP). “Lha kamu siapa koq meminta KTP ke saya. KTP-mu sendiri mana?,” ujar Supri, juru bicara kelompok warga, Rabu (27/7).
Akhirnya, penggunaan pengeras suara itupun dihentikan, namun aksi damai masih berlanjut. Kelompok warga juga memasang sejumlah sepanduk bewarna putih yang terbentang bertuliskan ‘Kami warga menolak aksi di sini’ dan ‘Peringatan kami warga merasa terganggu’.
Menanggapi penolakan demo itu, Ketua LPA Kota Batu Fuad Dwiyono menyampaikan, sejauh ini aksi demo selama sidang perkara terdakwa JEP bersama organisasi perlindungan Perempuan dan anak (PPA) selaku berlangsung kondusif.
Selama ini mereka selalu berusaha untuk mematuhi aturan dan tidak mengganggu warga sekitar.” Kalau persoalan itu dianggap mengganggu, saya pikir mereka punya kepentingan yang kami juga tidak tahu. Padahal selama demo kami tidak sampai menghalangi kendaraan, dan suara juga kecil,” ujar Fuad.
Menurut Fuad, penolakan demo itu tidak berasal dari keinginan seluruh warga, tapi hanya beberapa orang saja. Meski begitu, pihaknya akan terus memperjuangkan agar terdakwa bisa mendapatkan hukuman yang setimpal atas perbuatannya.
“Kami akan lihat bahwa hukum di Indonesia bisa ditegakkan atau tidak. Ini adalah salah satu bentuk pertaruhan, apakah hakim benar-benar bijak dan berdasarkan hati nurani terkait kasus pelecehan seksual di SPI ini,” ungkap Fuad.
Komitmen ini harus terus diperjuangkan agar Kota Batu dan Bangsa Indonesia bisa terbebas dari predator seksual pada anak. Ditambahkan aktivisi dari Komite Solidaritas Pelindung Peremuan dan Anak (KSPPA) Malang, Oktarika mengatakan bahwa kelompok warga ini selalu muncul di aksi damai yang djgelar beberapa kali terakhir.
“Namun aksi kami selalu tertib, dan kelompok warga ini juga tidak bergerak. Namun di sidang pembacaan tuntutan ini kamj tidak tahu kenapa mereka tiba- tiba melarang kami melakukan aksi,” ujar Oktarika.
Diketahui, banyak lembaga dan elemen masyarakat yang hadir dan ikut menyerukan perlindungan terhadap anak dan perempian. Di antaranya, Lumbung Informasi Rakyat (Lira), KSPPA, APMR, CPMR, Suara Perempuan Desa, LPA Malang Raya, bahkan LPA Pasuruan juga turut hadir di aksi demo damai ini.
Para aktjvis berkomitmen bahwa perkara terdakwa JEP ini akan terus dikawal hingga menghasilkan putusan yang mendukung hak korban. Putusan yang diberikan harus adik agar bisa memberikan rasa berkeadilan bagi para korban.
“Adapun sangsi harus diberikan maksimal kepada terdakwa untuk memberikan efek jera. Selain itu hukuman maksimal dibutuhkan untuk menghilangkan motivasi adanya predator- predator seksual dan anak lainnya,” tandas Oktarika.[nas.wwn]

Tags: