Dinilai Janggal, BPN Sumenep Investigasi Penerbitan SHM Pantai Gersik Putih

Petugas BPN Sumenep saat menjalankan tugasnya

Sumenep, Bhirawa.
Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumenep, Jawa Timur akan melakukan investigasi dan penelitian terhadap proses penerbitan sertifikat hak milik (SHM) di kawasan Pantai Desa Gersik Putih, Kecamatan Gapura.

Hal itu menyusul adanya polemik soal status sempadan pantai di Desa Gersik Putih seluas 21 hektar lebih yang dikuasai perseorangan berupa SHM.

Warga mempersoalkan status kepemilikan lahan yang akan dibangun tambak, sebab kawasan tersebut merupakan pantai atau milik negara. Lahan tersebut akan dibangun tambak oleh pemilik sertifikat dan penggarap yang difasilitasi oleh Pemerintah Desa Gersik Putih, namun ditolak oleh warga karena merupakan lahan pencarian masyarakat dan nelayan mencari ikan serta berdampak buruk terhadap lingkungan.

Kasi Penempatan Hak dan Pendaftaran BPN Sumenep Yudi Hermawan mengatakan, telah mendapatkan informasi penerbitan sertifikat SHM di kawasan pantai Desa Gersik Putih tersebut dan hal tersebut sudah menjadi atensi BPN Jawa Timur.

“Kami sudah mendapat informasi itu. Bahkan, ini menjadi atensi Kantor Wilayah BPN Jawa Timur untuk ditelusuri permasalahannya,” kata Yudi Hermawan, Kamis (13/4).

Menurutnya, BPN akan turun ke lokasi untuk memastikan kawasan tersebut benar-benar pantai atau lahan. Pihaknya juga akan melakukan pengecekan terhadap data dan berkas berkaitan dengan dokumen SHM tersebut untuk mengetahui tahun penerbitan dan berkas-berkas yang berhubungan dengan penguasaan lahan.

“Kami juga belum tahu, tahun terbitnya kapan. Lokasinya di mana, prosesnya bagaimana berkaitan dengan penerbitan SHM karena informasinya ini sudah lama, bertahun-tahun terbitnya,” katanya.

Ia menegaskan, pengecekan lokasi dan penelitian seluruh dokumen merupana standar operasional (SOP) yang harus dilakukan ketika ada permasalahan soal penerbitan SHM. “Sebentar lagi, libur lebaran, mungkin setelah lebaran kami ke lokasi. Nanti, perkembangannya kami informasikan,” paparnya berjanji.

Disinggung soal ketentuan penerbitan SHM di kawasan Pantai, Yudi menjelaskan, dalam regulasinya pantai atau tanah negara tidak boleh dikuasai perorangan berupa SHM. Lahan di kawasan tersebut boleh dimohon dengan status hak pakai, bukan SHM dengan batas maksimal 30 tahun.

‘Sempadan pantai memang ada yang diperbolehkan disertifikat hak milik, tapi kalau perolehannya dari liter C sebagai bukti kepemilikan turun temurun dengan pertimbangan tertentu,” jelasnya.

Lebih lanjut ia menuturkan, kalau tanah negara hanya hak pakai, tapi ada ketentuan misalnya tidak merubah alih fungsinya dan tidak menutup akses jalan. “Ketentuan itu tidak boleh diabaikan. Ketentuan itu sudah tidak bisa diganggu gugat,” tegasnya.

Sementara itu, tokoh masyarakat Dusun Tapakerbau Desa Gersik Putih, Kiai Sahe Yusuf memastikan bahwa kawasan tersebut adalah pantai, bukanlah daratan berupa lahan. “Sejak saya kecil, masih anak-anak memang Pantai, laut. Hanya ketika air surut tanahnya itu kelihatan, datar seperti lahan lapang,” kata pria berusia 70 tahun ini.

Namun perkembangannya, cerita Kiai Sahe, kawasan Pantai di Desanya banyak terkikis oleh pembangunan tambak garam. Tepian pantai dibangun tambak, sehingga semakin terkikis akibat alih fungsi pantai menjadi tambak.

“Sekarang tinggal beberapa saja yang tersisa (kawasan sempadan pantai), itupun katanya akan dibangun tambak,” imbuhnya. [Sul.gat]

Tags: