Eks Plt Kadindik Jatim Dihadirkan di Sidang Dugaan Suap Dana Hibah

Wahid Wahyudi dihadirkan dalam sidang perkara dugaan suap dana hibah di Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (4/7). [abednego]

Tipikor, Bhirawa
Sidang perkara dugaan korupsi dana hibah yang menjerat Wakil Ketua DPRD Jatim (Non aktif) Sahat Tua P Simanjuntak kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Selasa (4/7). Pada sidang kali ini mengagendakan pemeriksaan saksi-saksi terkait perkara ini.

Saksi yang dihadirkan dalam sidang ini, diantaranya adalah mantan Plt Kepala Dinas Pendidikan (Kadindik) Provinsi Jatim, Wahid Wahyudi dan Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD Jatim, Agus Wicaksono. Oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Dame Maria Silaban pemeriksaan saksi pertama dilakukan terhadap Wahid Wahyudi.

Jaksa Dame menanyakan kepada saksi perihal rekapitulasi dana hibah untuk pokok-pokok pikiran (Pokir) DPRD Jatim di 2020-2022. Wahid pun menjawab “Saya tidak tahu,” jawabnya dihadapan Jaksa dan Majelis Hakim Pengadilan Tikpkor Surabaya.

Kemudian Jaksa Dame menanyakan terkait adakah sosialisasi terkait Pokir. Wahid menjelaskan, saat menjadi Pj Sekdaprov pihaknya tidak melakukan sosialisasi karena masih dalam RAPBD. Selanjutnya, Bappeda membuka desk. “Jadi, bagi siapapun yang kesulitan, maka Bappeda akan membantu,” ucapnya.

Lebih lanjut, Wahid menjelaskan bahwa Pemprov Jatim memiliki 2 OPD terkait perencanaan anggaran, yakni Bappeda dan BPKAD. Jaksa pun menanyakan perihal persentase dana hibah 2020-2023. “Saya tidak tahu. Yang jelas arahan Kemendagri maksimal 10 persen,” ungkap Wahid.

Selanjutnya, Ketua Majelis Hakim I Dewa Gede Suarditha menanyakan kepada saksi kedua, yakni Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD Jatim, Agus Wicaksono terkait dana hibah itu bagaimana. “Dana hibah itu hasil dari reses anggota DPRD, dan muncul aspirasi yang banyak. Dalam hal itu DPRD juga harus memilah-milah,” jawab saksi Agus Wicaksono.

Hakim pun menanyakan kembali kepada saksi 2, terkait apa yang harus dibentuk dalam laporan tersebut. Agus menjawab “Ketika Pokmas meminta tentu harus dibuktikan dengan proposal. Ketika proposal masuk akan diteruskan ke eksekutif, apakah layak atau tidak. Kalau layak maka muncul SK Gubernur dan bisa dilaksanakan,” pungkasnya.

Diketahui, Sahat sendiri diduga menerima uang suap sebesar Rp39,5 miliar dari dua penyuap, yakni Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi. Sahat didakwa dengan dua Pasal, pertama terkait penyelenggara negara Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN), Pasal 12 huruf a Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Dakwaan kedua terkait suap, Pasal 11 Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal 65 ayat (1) KUHP. [bed.wwn]

Tags: