IDI Sidoarjo Tolak Penerapan Program DLP

Puluhan dokter saat melakukan aksi penolakan DLP di Alun-alun Sidoarjo. [achmad suprayogi/bhirawa]

Puluhan dokter saat melakukan aksi penolakan DLP di Alun-alun Sidoarjo. [achmad suprayogi/bhirawa]

Sidoarjo, Bhirawa
Amanat UU Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Dokter, yang menerapkan program studi Dokter Layanan Primer (DLP) Kementerian Kesehatan ditolak para dokter yang bertugas di Sidoarjo. Sebelum melakukan aksi penolakan, rombongan dokter yang tergabung IDI (Ikatan Dokter Indonesia) Sidoarjo berkumpul di Kantor IDI menuju Patung Jayandaru Alun-alun Sidoarjo, Senin (24/10).
Ketua IDI Kab Sidoarjo, dr Eddy Santoso menegaskan, kalau program studi DLP merupakan kebijakan dari pemerintah untuk meningkatkan kompetensi dokter, dan pelayanan kesehatan masyarakat. DLP menerapkan dokter untuk mempelajari ilmu kedokteran general secara konsisten dengan menerapkan prinsip Ilmu Kedokteran Keluarga, Ilmu Kedokteran Komunitas dan Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Untuk memenuhi kompetensi itu, pemerintah mewajibkan dokter-dokter yang sudah ada kembali menempuh pendidikan DLP selama 3 tahun. Padahal, Standart Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) yang dijalani dokter selama delapan tahun dirasa cukup untuk memenuhi dan menjaga kompetensi dokter. ”Masa sekolah dokter sudah delapan tahun, ditambah DLP 3 tahun, jadi total 11 tahun, bagaimana memenuhi kebutuhan nasional,” ungkapnya.
Koodinator aksi, dr Rudi SapuleteĀ  menegaskan, kalau ingin meningkatkan kualitas pendidikan cukup diberikan dasar waktu pendidikan dicantumkan dalam akreditasinya. Bukan lagi menambahi program baru yang justru malah menyengsarakan para dokter yang sudah ada, dalam strata dokter ada dua yakni dokter umum dan dokter spesialis, kalau ada DLP terus di tempatkan dimana. ”Kalau strata dokter spesialis juga tidak masuk, kalau dimasukkan dokter umum, masuk dimana padahal pendidikannya mau ditambah tiga tahun lagi,” katanya.
Kalau kita bicara kualitas, sebenarnya sejak awal mari kita tingkatkan pendidikan-pendidikan kedokteran ini. Jangan mendirikan pendidikan baru seperti sekarang ini, yang dilakukan oleh Kemenkes tanpa penilaian. Jika ini dipaksakan akan menimbulkan masalah baru yang akan membuat para dokter tak akanĀ  bertambah baik. ”Mestinya yang dilakukan adalah meningkatkan kualitas pendidikan kedokteran yang sudah ada. Jangan malah mewajibkan para dokter yang sudah ada untuk menempuh DLP. Dimana DLP itu tidak masuk dalam kriteria penempatan dokter umum maupun dokter spesialis,” tegasnya.
Sementera itu di dalam pasal 39 diterangkan kalau mahasiswa program dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan dokter gigi spesialissubspesialis harus mengikuti uji kompetensi dokter layanan primer yang bersifat nasional, dalam rangka memberikan pengakuan pencapaian kompetensi profesi dokter layanan primer. [ach]

Tags: