Jalan Sunyi Oposisi

Oleh :
Rivyan Bomantara
Penulis adalah Analis Media di Indonesia Indicator

Pemilu 2024 usai sudah. Berdasarkan data real count per tulisan ini dibuat, pasangan Prabowo-Gibran memimpin perolehan suara dengan telak. Dari 74.54% total suara yang masuk, Prabowo-Gibran menghimpun 64.146.137 (58.91%) suara. Anies Muhaimin duduk di peringkat kedua dengan 26.220.541 (24.08%) suara, disusul Ganjar-Mahfud dengan 18.524.777 (17.01%) suara.

Meskipun belum diumumkan secara resmi, beberapa pemimpin negara seperti PM Australia, PM Singapura, hingga Presiden Filipina telah memberikan selamat atas kemenangan Prabowo. Anies-Ganjar berkalang tanah, Prabowo menang mutlak. Asa Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo untuk duduk di kursi RI 1 selesai sudah.

Skenario yang ada seharusnya menunjukkan bahwa partai pengusung Anies dan Ganjar akan berdiri di barisan oposisi. Namun, kenyataan ternyata tak semulia itu. Berbeda dengan PDIP yang tegas menyatakan kesiapan sebagai oposisi, Koalisi Perubahan justeru menunjukkan gestur sebaliknya.

Pecah Kongsi Koalisi Perubahan?
Beberapa tahun yang lalu, saya menulis tentang bagaimana oposisi memainkan peran yang besar dalam penerapan demokrasi Indonesia. Dalam tulisan yang dimuat di portal media digital Qureta (sekarang tidak dapat diakses) itu, saya meminjam kutipan ikonik dari Sapardi Joko Darmono yang berbunyi “yang fana adalah waktu, kita abadi.” Dalam konteks politik, “yang fana adalah oposisi, kepentingan abadi.”

Kala itu, saya mengapresiasi Front Pembela Islam (FPI) yang dengan segala kontroversinya, merupakan oposisi paling lantang kepada Jokowi. Kini, Indonesia memasuki masa transisi kepemimpinan. Tarik-ulur oposisi menjadi hal yang lumrah dalam transisi kepemimpinan. Parpol-parpol akan saling adu pengaruh demi mengamankan posisi masing-masing. Di transisi kepemimpinan ini juga, kita dapat melihat siapa saja barisan yang menjilat pada kekuasaan.

Hanya berselang beberapa hari pasca pergelaran Pemilu 2024, Keuta Umum Partai Politik Nasional Demokrat (NasDem), Surya Paloh bertemu dengan Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan. Pertemuan itu disinyalir sebagai sinyal bahwa NasDem akan merapat ke kubu pemerintahannya Prabowo-Gibran. Presiden Jokowi pun sejatinya telah menanggapi pertanyaan terkait pertemuan tersebut. Melansir pernyataan Jokowi, ia sekadar bermaksud menjadi jembatan komunikasi antar partai politik, tak lebih.

Fakta bahwa masih terdapat kader NasDem dalam kabinet Jokowi mengindikasikan bahwa hubungan keduanya masih baik-baik saja. Masuknya NasDem dalam koalisi Prabowo-Gibran sangat mungkin terjadi. Di sisi lain, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sebagai bagian dari Koalisi Perubahan juga berpotensi besar minggat dari koalisi. NasDem sendiri baru akan menentukan sikap usai penghitungan suara di KPU, entah bergabung dengan koalisi pemerintahan baru atau mengambil jalur oposisi.

Sebagaimana diketahui, PKB tak punya catatan masa lalu sebagai oposisi. “Banting setir” menjadi oposisi akan riskan bagi partai yang identik dengan NU ini. Menjadi oposisi tentu akan berdampak pada banyak hal, mulai dari aliran logistik hingga posisi Muhaimin sebagai ketua umum partai.

Semua indikasi menunjukkan Koalisi Perubahan akan ditinggalkan, menyisakan Anies Baswedan dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Berbeda dengan dua parpol koalisi tersebut, PKS belum menunjukkan geliat keberpihakan pada pemerintahan.

Ini yang menarik dari PKS. Setelah dilantiknya Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai Menteri ATR/BPN, PKS kini oposisi tunggal dalam pemerintahan Presiden Jokowi. Pelantikan AHY menandakan masuknya Partai Demokrat dalam pemerintahan Jokowi setelah sepuluh tahun berada di luar pemerintahan. Kini, selain PKS, Jokowi telah berkoalisi bersama delapan dari sembilan partai di DPR RI. PKS sendiri baru akan menentukan sikap seusai rangkaian penghitungan suara di KPU.

Jalan Sunyi Oposisi
Anies sendiri bukanlah kader partai politik manapun. Meskipun akrab dengan PKS, namun Anies tidak pernah bergabung secara resmi. Jika semua berjalan sesuai skema sementara, maka Anies dan PKS akan menempuh jalan yang teramat sunyi.

Bagi keduanya, berada di jalur yang berbeda dengan Presiden Jokowi bukanlah hal yang baru. PKS telah bertahun-tahun ‘jauh’ dari Jokowi. Bahkan ketika Gerindra dan PAN ditarik satu per satu ke dalam pemerintahan, PKS masih oposisi. Sedangkan Anies beberapa kali berseberangan dengan kubu yang didukung Jokowi. Misal pada Pilkada DKI 2017, kala Anies dan Ahok haris bersaing hingga dua putaran Pilkada. Atau Pemilu tahun ini, dimana Anies berhadapan dengan Prabowo-Gibran, pasangan yang ‘didukung’ Jokowi.

Lagi-lagi, kepentingan di atas segalanya. Kita tak pernah mampu memprediksi apa yang akan terjadi kedepannya, hingga sesuatu itu benar-benar terjadi. Siapa yang menyangka, Prabowo dan Gerindra, yang kala Pilpres 2019 benar-benar terpecah dengan Jokowi akan bergabung dalam koalisi. Atau yang baru-baru ini, kala Demokrat dan PDIP berada dalam satu koalisi pemerintahan yang sama.

Bukan tak mungkin, besok pagi kita dikejutkan oleh isu masuknya PKS dalam koalisi pemerintahan. Bisa jadi pula, Prabowo Subianto kelak menunjuk Anies Baswedan sebagai salah satu menterinya. Di antara semua ketidakpastian tersebut, yang pasti adalah koalisi pemerintahan kita akan sangat gemuk kedepannya.

Kehadiran parpol-parpol senior seperti Gerindra, Golkar, PAN, hingga Demokrat di koalisi Prabowo-Gibran membuat koalisi tersebut cukup gemuk. Jika pihak yang kalah memutuskan untuk bergabung, maka “bagi-bagi kue” di pemerintahan akan berlangsung bertahun-tahun lamanya. Ya, mengakomodir kepentingan politik sebanyak itu tak cukup dalam lima tahun, mungkin butuh sepuluh atau lima belas tahun.

Jalur oposisi adalah jalan sunyi, tidak semua parpol atau individu kuat akan rayuan bergabung dengan penguasa. Jika ada kesempatan, maka masing-masing akan menyelamatkan diri, mengamankan posisi demi kepentingan yang dinilai jauh lebih besar. Hingga acap kali lupa, bahwa pemerintahan yang gemuk rawan akan praktik abuse of power. Rakyat membutuhkan pemerintah yang kuat dan stabil, namun di sisi lain, rakyat membutuhkan oposisi yang kuat dan lantang. Jika koalisi pemerintahan dan oposisi sama kuat, maka pemenangnya adalah rakyat.

———- *** ————

Rate this article!
Jalan Sunyi Oposisi,5 / 5 ( 1votes )
Tags: