Karier Melejit, Orangtua Seimbangkan Peran Asasi dan Perluasan

Kenyataanya memang demikian, menjalani peran ganda menjadi orangtua dan wanita karier adalah pilihan yang tidak ringan bagi Reni Astuti. Anggota Komisi E DPRD Surabaya itu merupakan ibu dari Aisyah Qonita dan empat anak lainnya yang sama-sama sedang berproses di bangku pendidikan. Bagi Reni, keduanya harus sama-sama berjalan sebagai kewajiban yang harus dilunasi. Sebagai wanita karier, dia masih sepakat bahwa peran asasi wanita adalah menjadi istri dan ibu yang mampu mendidik anak dengan baik. Namun, selain itu ada peran perluasan yang memungkinkan dirinya menjalankan rutinitas di lingkaran publik untuk menjalani karier.
“Peran asasi sesuai kodrat wanita saya sepakat untuk harus dijaga. Sedangkan peran perluasan sebagai wanita karier, saya berusaha terus melakukannya dalam bingkai pengabdian,” kata dia.
Politisi asal PKS ini sadar, dari tiga komponen, sekolah, keluarga dan lingkungan, keluarga merupakan komponen terpenting dalam tumbuh kembang anak. Menentukan pilihan pendidikan tak lepas dari peran keluarga, begitu juga kontrol dari pengaruh lingkungan juga ada di tangan keluarga. Maka keluarga tempat kembali dari berbagai hal yang didapatkan oleh anak.
“Saya sendiri masih merasakan khawatir ketika waktu terlalu banyak berada di ruang publik. Ada rasa bersalah juga. Karenanya, sampai saat ini saya terus mengatur pola manajemen keluarga,” terang dia. Apalagi saat ini, kelima anaknya masih dalam usia sekolah. Anak pertama kelas XI SMA, kedua kelas IX, ketiga kelas VII, kempat kelas III dan terakhir masih duduk di play group.
Anak, kata Reni, perlu dipahamkan dengan bahasa mereka tentang karier yang harus dijalani seorang ibu. Karena itu, Reni sesekali mengajak mereka untuk ikut terjun melihat permasalahan di masyarakat. Dia berusaha menunjukkan apa yang dilakukan adalah demi kebaikan orang lain. Sehingga anak bisa menyadari sekaligus belajar memberi manfaat.
“Pernah ada kejadian unik saat pemilihan legislatif 2014, nama saya yang berada di urutan pertama terpampang di poster. Anak saya yang masih kelas 5 lalu mencoretnya dan menulis jangan dipilih,” kenang Reni.
Dia memahami, peristiwa itu merupakan protes anak atas hak-haknya yang mungkin terkurangi. Terlebih mereka sudah paham, calon legislatif dengan nomor urut satu memiliki peluang besar untuk lolos. Karenanya, lagi-lagi penjelasan dengan menggunakan bahasa mereka yang paling penting. “Kita harus memberi penjelasan berulang-ulang. Jangan sampai masalah dengan anak terakumulasi dan menjadi lebih besar,” kata dia.
Reni berpandangan, dalam menjalankan kewajiban sebagai ibu ada hal-hal teknis yang masih bisa dibantu orang lain. Satu contoh membersihkan rumah, memasak, atau mencuci pakaian. Namun, ada pula kewajiban yang tidak bisa diwakilkan. Seperti memberi perhatian, sentuhan fisikĀ  atau menyempatkan waktu untuk berkumpul bersama anak. Perkembangan anak harus tetap diikuti di tengah kesibukan yang ada. Karena sesibuk apa pun seorang ibu, sesungguhnya masih akan ada waktu meski tidak sedang bersama dengan mereka. Salah satunya dengan memaksimalkan fitur alat komunikasi yang semakin lengkap. [Adit Hananta Utama]

Tags: