Kenaikan Iuran BPJS

Kerugian pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui BPJS ditaksir bisa lebih dari Rp 32,84 trilyun. Tetapi layanan kesehatan yang ditanggung BPJS tidak boleh surut. Karena negara memiliki kewajiban konstitusi memenuhi hak kesehatan masyarakat. Namun defisit BPJS mesti dicarikan penyelesaian. Termasuk menaikkan iuran bulanan. Serta mengurangi kecurangan biaya oleh rumah sakit. Juga “ke-genit-an” pasien minta layanan plus.
Pemerintah melalui Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) telah merekomendasikan kenaikan iuran BPJS. Semua kelas naik, termasuk BPJS khusus PBI (Penerima Bantuan Iuran) yang disubsidi pemerintah. Iuran kelas 3 (dan PBI) menjadi Rp 42 ribu per-bulan per-jiwa (naik 64,7%). Kelas 2 menjadi Rp 110 ribu (naik 115,6%), dan kelas 1 sebesar Rp 160 ribu (naik 100%). Kenaikan iuran BPJS tinggal menunggu pengesahan melalui Peraturan Presiden (Perpres).
Jika iuran BPJS tidak dinaikkan, berpotensi terus membubung sampai Rp 32,48 trilyun pada akhir tahun 2019. Ironisnya, sumber utang paling besar tercatat pada ke-perserta-an BPJS kelas 1. Itu disebabkan perbedaan “harga” layanan kesehatan dengan nilai iuran yang dibayarkan. Tak jarang, layanan kesehatan selama tiga hari setara dengan pembayaran iuran selama tiga tahun. Rata-rata ke-peserta-an juga dimulai ketika telah sakit parah, membutuhkan layanan kesehatan sangat mahal.
Banyak peserta BPJS tidak patuh membayar iuran. Berdasar catatan, hanya 53% peserta yang patuh membayar iuran tiap bulan, tanpa menunggak. Kepatuhan membayar iuran, biasanya inharent dengan derajat kesehatan. Yang merasa pernah “tertolong” BPJS akan lebih patuh membayar iuran. Misalnya, pernah melakukan hemodialisa (cuci darah), operasi by-pass jantung, dan operasi besar gawat darurat lainnya.
Utang BPJS dikhawatirkan bakal mengendurkan layanan kesehatan rumah sakit, berkait dengan sediaan obat-obatan, dan alat kesehatan yang semakin mahal. Juga biaya operasional rumah sakit yang semakin meningkat. Misalnya, peningkatan status fasilitas kesehatan tingkat pertama (Puskesmas) sudah banyak berubah. Menjadi Puskesmas rawat inap, membutuhkan lebih banyak tenaga kesehatan, dan konsekuensi buka layanan nonstop 24 jam.
Biaya layanan kesehatan yang mahal, tak jarang disebabkan “ke-genit-an” pasien. Diantaranya, yang paling populer layanan, persalinan secara bedah sesar. Sejak lama banyak pasien minta sesar. Walau sebenarnya masih bisa melahirkan dengan cara normal. Bahkan tak jarang persalinan sesar memilih tanggal khusus. Misalnya bertepatan dengan 17 Agustus, Tahun Baru (31 Desember), maupun angka-angka tanggal, bulan, dan tahun yang unik. Mirip nomor telepon cantik.
Pada sisi lain, sangat banyak layanan BPJS kesehatan yang dibebankan pada fasilitas kesehatan (faskes) pertama di Puskesmas. Kinerja Puskesmas tak dapat dianggap sepele. Terdapat 144 jenis diagnosis yang harus ditangani. Puskesmas juga melakukan diagnosis yang semestinya dilakukan oleh dokter spesialis. Sekaligus mengurangi penumpukan pasien di RUSD kelas B, (milik kabupaten dan kota), serta mengurangi antrean kamar di RSUD kelas A (milik pemerintah propinsi, dan pusat).
Pelayanan kesehatan merupakan hak asasi setiap warga negara, tercantum dalam UUD pasal 28H ayat (1). Harus diakui, kinerja BPJS Kesehatan juga belum memuaskan masyarakat. Masih banyak keluhan, keluarga pasien yang harus “nombok” tebus obat, yang seharusnya tersedia di RS mitra BPJS. Kenaikan iuran, akan menuntut konsekuensi, bahwa peserta BPJS tidak boleh terkesan “di-nomor dua-kan” oleh petugas rumahsakit. Terutama saat dirujuk dari faskes pertama.
BPJS juga bagai tergagap-gagap dengan jumlah peserta yang sangat banyak (221,5 juta jiwa). Berujung beban utang besar. Seharusnya ke-peserta-an yang banyak menjadi “kekayaan” yang bisa menghasilkan keuntungan.

——— 000 ———

Rate this article!
Kenaikan Iuran BPJS,5 / 5 ( 1votes )
Tags: