Kendali “Bahan Dapur”

Dapur umum yang didirikan PMI Kab Malang di Desa Supiturang, Kec Pronojiwo, Kab Malang

Hujan deras seiring ekstremitas cuaca telah sering mengguyur. Menyebabkan banjir menggenangi jalan, perkumiman, sampai ladang aneka tanaman. Ketidak-mampuan lingkungan menghadapi hujan, telah menimbulkan multiplier-effect. Harga cabe, dan aneka sayur mulai merambat naik. Ikan (hasil tangkapan nelayan) juga mulai langka, karena banyak nelayan tidak bisa melaut. Harga ikan akan naik pula. Tak lama, niscaya akan diikuti kenaikan harga seluruh “bahan dapur,” yang memicu inflasi.

BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) telah meng-informasi-kan cuaca ekstrem di darat, laut, dan udara. Hujan intensitas tinggi (20% – 70% melebihi kebiasaan), serta gelombang tinggi niscaya akan menghambat mobilitas seluruh moda transportasi. Perekonomian seluruh sektor akan terdampak. Kenaikan harga kebutuhan dapur bisa dimaklumi sebagai siklus alamiah, yang mempengaruhi prinsip dagang supply and demand. Inflasi tak terhindarkan.

Namun pemerintah wajib mengendalikan harga tidak “meliar” menekan perekonomian rumahtangga. Bisa dimaklumi, karena guyuran hujan menghambat tumbuh kembang berbagai aneka tanaman. Cabe, sangat rentan terhadap guyuran hujan. Kembang dan cabe ranum bisa membusuk. Bahkan akar pohon cabe juga membusuk, diikuti daun layu. Suasana yang sama juga menerpa aneka tanaman sayur. Juga buah sayur (tomat, dan jeruk purut).

Dampak kerusakan areal pangan makin parah manakala terendam banjir bandang. Cuaca ekstrem akan menenggelamkan tambak, mengalirkan ikan ke jalan raya. Benih ikan yang ditebar hilang tersapu banjir. Begitu pula ikan laut, mulai langka di pasar tradisional. Musim ombak besar (bulan Desember – Pebruari) bagai menjadi musim “jeda” nelayan melaut. Perahu ditambatkan ke daratan, seraya memperbaiki jaring tak jarang nelayan beralih profesi sebagai pekerja serabutan.

Kenaikan harga “bahan dapur” sudah dimulai sejak awal bulan (Desember) ini. Berdasar data dalam laman PIHPS (Pusat Informasi Harga Pangan Strategis). Di Jakarta, harga cabe rawit hijau mencapai Rp 53.500,- per-kilogram. Cabe rawit merah Rp 77.400,. Harga minyak goreng tetap “mendidih” menjadi Rp 19.850,- per-kilogram (curah, tanpa merek). Harga telur ayam ras yang sempat anjlok, kini melejit menjadi Rp 52.300,- per-kilogram. Tak lama harga kebutuhan dapur di Jakarta akan merembet ke berbagai daerah,

Bahkan pada kuartal awal tahun (sampai Maret 2021), serasa percaya – tidak percaya, harga cabai lebih mahal dibanding haga daging sapi. Sekaligus mampu “memimpin” laju inflasi melebihi seluruh komoditas. Selama sebulan sejak pertengahan Pebruari, harga cabai rawit sudah melampaui Rp 100 ribu per-kilo. Cabai sudah sering menunjukkan martabatnya sebagai komoditas strategis di Indonesia. Maka pemerintah bersama petani perlukan inovasi sistem tanam cabai sepanjang musim.

UMKM juga perlu didorong hilirisasi (memproduksi) “sambal instant” awet, yang bisa dikonsumsi selama menunggu musim panen cabai. Kelangkaan cabai selalu berulang pada bulan Desember hingga bulan Maret berganti tahun. Puncak musim hujan, menjadi periode paceklik cabai. Selalu dimulai dari Jawa Barat, kenaikan harga cabai pada pertengahan Desember merangkak naik sampai 100%. Sampai akhir tahun 2021 harga cabai diperkirakan akan merambat naik.

Selama satu dekade terakhir cabai sering mengguncang, bersamaan puncak musim hujan. Cabe telah menjadi perhatian seksama kenegaraan. Dalam Rapat Terbatas (Ratas) melalui video conference di istana Kepresidenan, Bogor, 20 April 2020 lalu, Presiden Jokowi juga menyinggung cabe. presiden menerima laporan defiit cabe besar di 23 propinsi, dan cabe rawit defisit di 19 propinsi.

Pemerintah perlu memfasilitasi tata-niaga hasil panen. Serta pe-masal-an tanaman cabai pada setiap rumahtangga. Kelak, pemerintah tidak akan tergagap-gagap lagi menghadapi masalah cabai.

——— 000 ———

Rate this article!
Kendali “Bahan Dapur”,5 / 5 ( 1votes )
Tags: