Ketua NWDI TGB HM Zainul Nilai Agama Kerap Didzalimi

Foto Ilustrasi

Surabaya, Bhirawa
Agama kerap kali menjadi objek yang didzalimi, khususnya menjelang kontestasi politik. Hal itu diungkapkan Ketua Umum Nahdlatul Wathan Diniyyah Islamiyah (NWDI) TGB Muhammad Zainul Majdi.
Menurutnya, nilai-nilai kemuliaan agama tak sepatutnya dipakai untuk kepentingan mendapatkan kekuasaan. Artinya, tidak diperbolehkan bagi siapapun mereduksi kemuliaan agama pada kontestasi politik.
“Agama itu paling sering didzalimi, khususnya menjelang kontestasi politik,” ujar TGB di sela Diskusi Ilmiah bertajuk ‘Menggali Mutiara Para Bijak Bestari untuk Memperkokoh Persatuan Bangsa’ di Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya, Senin (5/12).
Lebih jelas, kata TGB sapaan akrabnya, didzalimi dalam arti dimanfaatkan, dipakai namanya untuk satu tujuan yang sifatnya sangat jangka pendek.
Ia menjelaskan, kemuliaan agama itu melingkupi seluruh bangsa. Nilai-nilai mulianya harus dibawa, dan tidak untuk kepentingan mendapatkan kekuasaan.
“Mengklaim bahwa inilah yang paling agamis, inilah representasi dari agama A, agama B. Padahal, tidak boleh kita mereduksi kemuliaan agama hanya pada kontestasi-kontestasi politik,” jelasnya.
Di kesempatan sama, TGB juga menyampaikan kesadaran akan keberagamaan adalah sesuatu yang sudah fitri dalam manusia, khususnya di Indonesia. Namun perlu digarisbawahi, sesuatu yang sudah ada bukan berarti tidak perlu dijaga.
“Karena itu, upaya-upaya seperti yang dilaksanakan roemah bhinneka ini sengaja membuat perjumpaan antar anak bangsa yang berbeda-beda dari beragam komponen untuk bicara tentang persatuan, kerukunan, kebersamaan. Menurut saya perlu kita perbanyak, itu memang kebutuhan bangsa kita,” ujar Ketua Harian Nasional Partai Perindo.
Selanjutnya, dalam beberapa tahun ke depan, Indonesia juga bakal menghadapi agenda-agenda demokrasi. Di situ, rentan terjadi perbedaan pilihan dan pandangan, sehingga persaudaraan yang terjalin bisa saja menjadi rusak.
Mengantisipasi itu, TGB menyebut bahwa perlu adanya memperbanyak perjumpaan. Tak sekedar perjumpaan saja, namun juga diisi dengan banyak perspektif.
“Intinya adalah kita sama-sama menjaga, berusaha menghadirkan persaudaraan yang bukan dibuat-buat dan sementara, tapi karena sadar bahwa kita ini memang harus menjaga persaudaraan,” urainya.
Sementara itu, dikatakan Ketua Roemah Bhinneka, Iryanto Susilo diskusi ilmiah kebangsaan sebagai bentuk kerjasama antar umat dari beragam agama, suku dan budaya. Dengan toleransi dan kerjasama yang terbangun dengan baik, kerukunan antar masyarakat di Indonesia akan terbentuk.
“Darurat (intoleran) banget enggak. Tapi toleransi dan kerjasama harus dibangun. Harapannya mahasiswa bisa meresapi dan mencotoh juga meneladani tokoh-tokoh nasional dalam diskusi,” terangnya. [ina]

Tags: