Korban Tugas Pemilu

Sebanyak 94 orang petugas Pemilu 2024, meninggal dunia, karena kelelahan. Akibat beban kerja yang sangat berat, dan bekerja dalam waktu lama, tidak disertai istirahat yang memadai. Bagai tragedi Pemilu serentak, bisa dianggap sebagai kelalaian pembuat undang-undang. Tidak memperhitungkan beban kerja pemungutan dan penghitungan suara terhadap lima surat suara sekaligus. Maka Presiden bersama DPR-RI wajib segera merevisi UU Pemilu, menghentikan korban sia-sia petugas KPPS.

Dua periode Pemilu serentak, banyak petugas menjadi korban pekerjaan yang di luar batas. Bahkan Pemilu (2019) lalu tak kalah zalim, karena “mengorbankan” 500 lebih jiwa petugas pemilu meninggal akibat kelelahan bekerja. Meninggalnya petugas pemilu disebabkan beban kerja terlalu berat, merupakan kezaliman. Dapat dianggap sebagai kelalaian pembuat undang-undang. Tidak memperhitungkan beban kerja pemungutan dan penghitungan suara terhadap lima surat suara sekaligus. Sebanyak 4.500 lebih petugas memperoleh perawatan

Tragedi “korban Pemilu” bermula dari frasa kata “keserentakan” pemilu (pemilihan presiden, dan pemilihan legislatif). Dengan lima surat suara yang dicoblos, KPPS harus seksama memperhatikan titik coblos pada tiap lembar. Menyebabkan pekerjaan tidak bisa selesai dalam 8 jam. Rata-rata pekerjaan di KPPS baru selesai pada pukul 03:00 pagi (15 Pebruari). Banyak petugas lupa makan, lupa minum, dan tidak bisa istirahat, karena tuntutan waktu.

UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, telah mengatur tugas pokok dan fungsi KPPS. Tugas dan kewenangan diatur pada pasal 59 hingga 62. Ditambah KPPSLN (luar negeri) pasal 67 hingga pasal 70. Sedangkan kinerja KPPS (dan KPPSLN) dirinci dalam pasal 351 hingga 371. Juga masih terdapat pasal “kinerja khusus” perhitungan suara di TPS, mulai pasal 382 hingga pasal 390. Berisi 44 ayat, sangat rinci, dan detil.

Kinerja KPPS, khusus peghitungan suara hasil coblosan, diatur dalam UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, pada pasal 382 hingga pasal 390. Pada pasal 389 ayat (1) dinyatakan, “Hasil penghitungan suara di TPS/TPSLN dituangkan ke dalam berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta ke dalam sertilikat hasil penghitungan suara pemilu dengan menggunakan format ….” Sertifikat hasil penghitungan suara, tak jarang dibuat setelah perdebatan sengit dengan saksi parpol.

Pada ayat (2) juga diwajibkan penerbitan berita acara pemungutan dan penghitungan suara, ditandatangani oleh saksi peserta pemilu (dari parpol). Pada pasal 390 ayat (2), dinyatakan, “KPPS wajib memberikan I (satu) eksemplar berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta sertifikat hasil penghitungan suara kepada saksi Peserta Pemilu, Pengawas TPS, PPS, dan PPK melalui PPS pada hari yang sama.”

Frasa kata “pada hari yang sama,” menjadi biang seluruh pekerjaan harus di-kebut dengan ke-seksama-an. Frasa kata ini pula yang menyebabkan kelelahan, sampai kematian petugas Pemilu. Permasalahan keserentakan pemilu berhulu pada pasal 350 ayat (1), yang menyatakan, “Pemilih untuk setiap TPS paling banyak 500 (lima ratus) orang.” Padahal setiap orang pemilik hak suara memperoleh lima kartu suara. Sehingga setiap petugas KPPS wajib memeriksa seksama lima surat suara.

Jika di TPS maksimal terdapat 300 pemilih, berarti terdapat 1.500 coblosan yang harus diteliti. Dibutuhkan waktu kerja 1.000 menit (16 jam lebih 40 menit). Sehingga UU Pemilu pasal 350 ayat (1) bisa digolongkan “zalim.” Wajib segera direvisi. Menghindari korban Pemilu yang rutin terjadi. Ungakapan ke-rahim-an, tidak cukup dengan pernyataan duka mendalam, dan pemberian santunan. Melainkan perlu pengakuan “tanda jasa,” serta tunjangan keluarga yang ditinggalkan.

——— 000 ———

Rate this article!
Korban Tugas Pemilu,5 / 5 ( 1votes )
Tags: