LPG “Melon” Langka

Terjadi kelangkaan pasok gas LPG 3 kilogram pada sektor hilir di berbagai daerah seluruh Indonesia. Antrean membeli gas tabung “melon” di sebagaian daerah di Jawa Timur, mengular panjang. Pangkalan gas yang masih memiliki stok, akan habis dalam satu jam. Harganya turut melejit, terutama di Medan sampai lebih dari Rp 25 ribu per-tabung. Namun konon pasokan pada sektor hulu tetap normal, mencapai 4,7 juta ton (sampai Juli 2023). Sedang total jatah sampai akhir tahun mencapai 8 juta ton.

Namun pemerintah perlu waspada, karena gas bersubsidi terasa tidak tepat sasaran. Banyak hotel, restoran, dan kafe (Horek) turut menggunakan LPG 3 kilogram. Juga rumah tangga kalangan mampu. Maka wajar kebutuhan gas tabung “melon” terus melejit. Sebagai bandingan, pada tahun 2012 sebanyak 3,906 juta ton, kini (tahun 2023) telah menjadi 8 juta ton. Bahkan pada tahun 2024, diperkirakan bertambah menjadi 8,3 juta ton. Nilai subsidinya juga semakin memberatkan APBN.

Pasokan gas LPG berdasarkan Perpres Nomor 104 Tahun 2007 Tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Penetapan Harga LPG Tabung 3 Kg. Pada pasal 3 ayat (1), dinyatakan, “Penyediaan dan pendistribusian LPG Tabung 3 Kg hanya diperuntukkan bagi rumah tangga dan usaha mikro” Memang tidak tertulis secara nyata tentang kriteria sasaran rumah tangga miskin. Namun sasaran tabung gas LPG 3 Kilogram, nyata-nyata dinyatakan untuk usaha mikro

Namun terdapat kriteria “miskin,” berdasar UU Nomor 20 tahun 2008 Tentang UMKM. Pada pasal 6 ayat (1), dinyatakan, Kriteria Usaha Mikro adalah, (a) “memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.” Serta pada huruf (b), dinyatakan, “memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).” Pengusaha dengan kekayaan Rp 50 juta, pasti setara rumah tangga miskin.

Penggunaan LPG “melon” nasional, diduga berlebihan. Tidak hanya digunakan rumahtangga miskin, dan usaha mikro. Melainkan juga rumah tangga kelas menengah (kalangan ASN, daan TNI). Juga kalangan usaha kecil (memiliki usaha dengan omzet di atas Rp 300 juta sampai Rp 2,5 milyar per-tahun). Tabung gas “melon” pertama kali diluncurkan pada tahun 2007. Bertujuan mengurangi penggunaan bahan bakar minyak tanah. Penggunaan gas tabung 3 kilogram, dikhususkan keluarga miskin (Gakin), tercantum dalam setiap tabung).

Kelangkaan LPG tabung “melon” dinyatakan masyarakat, bersamaan kunjungan Presiden Jokowi ke Malang (bersama Menteri BUMN). Kelangkaan bukan hanya di Jawa Timur, melainkan sampai Bali, Lombok, dan kawasan Sumatera. Berdasar penjejakan Kementerian BUMN (dan Pertamina), konon, ketersediaan gas cukup memadai. Jatah masih banyak, walau terdapat kenaikan penggunaan, selama bulan Juni – Juli, karena libur panjang. Juga bersamaan periode puncak hajatan (bulan Besar, Jawa).

Selama bulan Juli terjadi puncak penggunaan gas tabung 3 kilogram. Berujung ke-tidak siap-an Pertamina dalam pengisian. Gas tersedia, tetapi tabung tidak ada. Maka Pertamina akan menambah ketersediaan jumlah tabung pada tahun 2024. Sedangkan untuk meredam spekulasi kelangkaan gas tabung “melon” sampai akhir Juli, akan ditambah sebanyak 1 juta tabung.

Namun realitanya, lebih separuh pengguna LPG “melon” adalah keluarga mampu. Tabung isi 3 kilogram disubsidi sampai sekitar 65% harga normal. Sehingga harganya hanya Rp 16 ribu per-tabung (tingkat agen). Sedangkan Gakin hanya menggunakan 22% dari total jumlah tabung. Dus, subsidi gas tidak tepat sasaran. Pemerintah perlu menyesuaikan pengguna LPG “melon” tanpa menyebabkan kegaduhan distribusi.

——— 000 ———

Rate this article!
LPG “Melon” Langka,5 / 5 ( 1votes )
Tags: