Marketplace Guru Menguji Kompetensi Guru

Oleh :
Masyhud
Dosen FKIP Universitas Muhammadiyah Malang

Guru merupakan sebuah profesi mulia dan aktor kunci dalam pengembangan sumber daya manusia. Ketika kata profesi ini disentuhkan dengan kata ‘marketplace’ dalam bentuk sebuah kebijakan pemerintah, yang terjadi justru banyak memunculkan pertanyaan yang memantik beragam bentuk diskusi dari kalangan guru, publik maupun pemerhati pendidikan Tanah Air. Bahkan, diskusi kontroversial mengenai kebijakan tersebut berpotensi akan terus menjadi isu obrolan hangat di tengah-tengah publik.
Marketplace guru yang dari awal diniatkan sebagai ide atau gagasan platform database calon guru yang bisa digunakan sekolah dalam merekrut guru. Dengan harapan gagasan tersebut menjadi terobosan perubahan skema dalam perekrutan guru Aparatur Sipil Negara (ASN) yang selama ini terpusat dan melalui proses yang cukup lama. Persoalannya, adalah daya serap atau rekrutmen yang tidak berimbang dengan kapasitas jumlah guru honorer ini juga sebuah masalah yang tidak gampang diselesaikan terlebih melihat ruwetnya persyaratan masuk platform database marketplace guru. Melalui kendala itulah, penulis mencoba menyampaikan gagasan sekaligus ide terkait marketplace guru melalui rubrik kolom opini di harian ini agar bisa memberikan kontribusi yang konstruktif demi mengawal sekaligus mengevaluasi kebijakan marketplace guru agar lebih kooperatif dalam implementasinya.

Dilemma guru honorer
Marketplace Guru adalah sebuah konsep revolusioner yang dirancang sebagai platform database untuk calon guru yang sudah lama dinanti solusinya. Melalui konsep ini, berbagai potensi calon guru dapat diakses oleh sekolah-sekolah yang membutuhkan tenaga pendidik dengan cepat dan efisien. Perubahan ini ditandai dengan adanya konsep marketplace guru yang menjadi salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan guru di Indonesia. Konsep ini bermaksud menyediakan ruang penyimpanan data atau database semua guru yang diperbolehkan mengajar dan dapat diakses oleh semua sekolah yang ada di Indonesia.

Adapun kebijakan yang disampaikan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (mendikbud ristek) Nadiem Makarim ini juga tidak menjadi solusi terbaik dalam upaya menyejahterakan guru. Hal ini dikarenakan marketplace guru memiliki kualifikasi yang tentu tidak semua guru dapat memenuhinya. Alhasil, guru-guru honorer tentu akan dihadapkan pada dilemma dan tantangan yang terbilang cukup sulit bahkan ruwet dan berbayar makahl. Pasalnya, banyak syarat yang harus dipenuhi oleh guru honorer agar bisa masuk kualifikasi pendaftaran di marketplace guru. Mulai dari guru harus sudah menjadi PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) dan guru yang sudah selesai melanjutkan PPG (Pendidikan Profesi Guru) Prajabatan.

Itu artinya, untuk masuk ke dalam kriteria klasifikasi ini tentu harus melalui proses yang panjang. Adapun guru PPPK harus melalui seleksi nasional terlebih dahulu. Sedangkan Pendidikan Profesi Guru (PPG) yang harus diselesaikan oleh tiap lulusan pendidikan, bukanlah hal yang mudah. Pasalnya pendidikan ini membutuhkan biaya setara S2 yang tergolong tinggi. Meskipun berbagai beasiswa dan bantuan yang diberikan baik dari pemerintah maupun swasta, sifatnya masih tidak merata dan menyeluruh.

Melalui syarat pengkualifikasi tersebut yang notabenenya akan mengatasi ketidakmerataan guru, otomatis akan sangat berpengaruh pada nasib guru honorer yang secara otomatis tidak akan masuk ke dalam kualifikasi yang sudah ditetapkan. Padahal permasalahan guru honorer sudah membengkak terhitung sejak 2005 meski sudah dilakukan banyak upaya yang dilakukan oleh mendikbud ristek. Namun, hingga kini masih menjadi pekerjaan rumah yang belum terselesaikan oleh pemerintah.

Quo vadis profesi guru
Marketplace penerimaan guru adalah platform online yang menghubungkan antara guru yang mencari pekerjaan dengan sekolah atau institusi pendidikan yang mencari tenaga pengajar. Wadah ini digadang-gadang akan menjadi database yang dapat diakses untuk semua sekolah yang ada di Indonesia. Dengan adanya sistem penerimaan guru ini, proses perekrutan guru digagas dapat menjadi lebih efisien dan transparan.

Minimal terdapat tiga pilar solusi yang akan diterapkan pada 2024 sebagai sistem rekrutmen guru PPPK ala Nadiem Makarim. Pertama, konsep marketplace untuk guru. Kedua, perekrutan oleh sekolah. Pola rekrutmen yang tadinya dilakukan secara terpusat, sekarang akan diubah secara real time perekrutan oleh sekolah. Ketiga, penempatan pada formasi kurang peminat. Selebihnya, guru dapat mengakses berbagai peluang pekerjaan yang tersedia di berbagai sekolah atau institusi pendidikan, sementara sekolah atau institusi pendidikan dapat dengan mudah menemukan dan mengevaluasi guru yang cocok dengan kebutuhan mereka.

Itu artinya, proses rekrutmen guru memang berpotensi terbuka namun persyaratan yang sudah ditentukan dalam marketplace guru tentu perlu menjadi perhatian tersendiri bagi para calon guru dan guru honorer di negeri ini. Pasalnya secara tidak langsung ajang rekrutmen guru melalui database marketplace guru sangat menuntut kompetensi. Namun, jika tersimak dan teranalisis wacana marketplace guru berpotensi menimbulkan persoalan baru seperti bagaimana menjamin perekrutan guru langsung oleh sekolah berjalan secara objektif, transparan, akuntabel, nondiskriminatif dan berintegritas. Pasalnya tanpa adanya mekanisme yang jelas, dikhawatirkan proses perekrutannya berpotensi sangat bersifat transaksional dan menumbuhkan praktik kolusi dan nepotisme. Sekolah bisa saja mengangkat guru-guru yang dekat dan kenal secara personal dengan salah satu pihak di sekolah.

Untuk itu, upaya mengatasi problematika guru tidak bisa dilakukan secara parsial dengan kebijakan-kebijakan yang tidak disusun secara sistematis dan berkesinambungan. Mestinya upaya menyelesaikan problematika guru tidak bisa hanya sekadar menciptakan aplikasi-aplikasi semata. Perlu adanya roadmap sebagai kompas penunjuk arah guna menyelesaikan problematika guru secara sistematis, terukur, terarah, dan berkelanjutan. Dengan demikian, saatnya quo vadis profesi guru jangan dibuat seolah dalam persimpangan, maka ke depan, alangkah lebih bijak jika Kemendikbud-Ristek menyelesaikan akar persoalan-persoalan kepastian dan kejelasan status, jenjang karier, kesejahteraan, dan perlindungan guru yang selama ini menjadi benang kusut tata kelola guru di Indonesia bisa teruraikan dengan baik dan bijak sehingga memberikan solusi permanen dan komprehensif bagi permasalahan guru di Indonesia.

———– *** ————

Tags: