Mengukur Pengaruh PKB di Madura

Oleh :
Aqil Husein Almanuri
Sekretaris Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat STAINAS Sumenep

Diskursus ini saya awali dengan petikan menarik pada salah satu tulisan guru saya, A. Dardiri Zubairi, bahwa agama orang Madura itu NU. Tentu pernyataan ini tidak untuk menaifkan ormas lain atau agama lain. Hanya saja ini adalah bentuk pengungkapan lain dari realitas masyarakat Madura yang memang rata-rata adalah nahdliyin. Bahkan sekalipun dia bukan berasal dari kalangan nahdliyin, kultur Nahdlatul Ulama tetap melekat.

Maka, jangan heran jika di Madura kita melihat orang Muhammadiyah ikut tahlilan dan tradisi-tradisi NU lainnya. Sebab, percaya atau tidak, Islam dengan corak kultur NU sudah mendarahdaging di Madura. Begitu juga dengan tulisan Gaffar Karim, yang mengatakan bahwa perbandingan antara Muhammadiyah dan Nahdliyin di Madura itu cukup jauh secara kuantitas, lebih dari 90 persen orang islam di Madura berasal dari kalangan Nahdliyin.

Sehingga dari dua pendapat ini, kita mendapati kesimpulan bahwa Madura itu memiliki ke-NU-an yang kuat, baik secara kultural maupun strukturalnya. Lalu apa hubungannya dengan elektabilitas PKB?

Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang sekarang sedang dikendalikan Muhaimin adalah partai berbasis NU. Partai ini juga didirikan oleh Abdurrahman Wahid (Gus Dur, Tokoh NU yang juga merupakan cucu dari pendiri Nahdlatul Ulama). Jadi, pada dugaan sementara, kita melihat PKB punya basis massa kuat di Madura melalui suara NU.

Apalagi, jargon-jargon politis yang dipelesetkan menjadi jargon kesantrian juga menguat, seperti santre ngereng keae (santri mengiringi ulama). Fakta lain adalah banyak ulama di Madura tergabung dalam partai-partai Islam Moderat seperti PKB dan PPP. Jadi dengan mudah kiai yang duduk di partai memberi pengaruh dalam kontestasi kali ini. Apalagi jika kaitannya dengan ketaatan doktrinal yang terjadi antara santri dan kiai.

Potensi PKB di Madura
Sebenarnya, potensi PKB untuk mendapatkan basis dukungan di Madura itu cukup tinggi. Indikatornya adalah elektabilitas Anies-Muhaimin di Madura unggul dari paslon lain, dengan presentase 44,8%, sebagaimana survei yang dilakukan oleh Poltracking.

Peneliti Utama Poltracking, Masduri Amrawi menyebut bahwa elektabilitas tinggi atau angka presentase yang unggul itu didapat salah satunya adalah karena pengaruh PKB. Madura basisnya ya PKB.

Namun di Jatim, pasangan Anies Muhaimin adalah yang paling rendah secara elektabilitas dengan presentase 13,6%, Ganjar dengan 38,2%, dan Prabowo dengan 40,6%. Prabowo lebih unggul. Dan ini bisa menjadi bayangan buruk terhadap koalisi Amin.

Apalagi perbandingan di Madura antara Prabowo dengan Anies tidak jauh berbeda. Jadi bisa jadi Prabowo mengungguli Anies kapanpun. Apalagi angka survei itu sifatnya tidak mutlak, akan terus terjadi dinamis mengikuti dinamika politik yang ada.

Benarkah Karena Massa PKB
Pertanyaan saya, apakah elektabilitas tinggi yang didapat koalisi Anies Muhaimin di Madura tersebut karena elektabilitas PKB di Madura? Apakah Muhaimin sebagai ketua PKB cukup berpengaruh atas elektabilitas tersebut?

Jawabannya adalah benar, tapi tidak seberpengaruh seperti perkiraan orang-orang.

Basis massa PKB di Madura mungkin punya peran dalam keunggulan tersebut, namun itu juga bukanlah yang substansial dan bukan satu-satunya.

Kita mengingat kembali pemilihan bupati di Sumenep tahun 2020 kemarin, yang mempertemukan antara pasangan Fauzi-Eva dengan Fattah-Fikri. Kontestasi tersebut juga menarik karena turut mempertemukan dua kubu kuat, antara PDI Perjuangan dengan Partai Kebangkitan Ulama. Dua kubu ini bersaing untuk mendapatkan kursi nomor satu di Sumenep kala itu.

Namun yang terjadi adalah PKB keos dengan selisih 23 ribu suara di bawah PDI Perjuangan. Fauzi-Eva unggul dengan suara 319.876, dan Fattah-Fikri dengan suara 296.676 suara. Angka itulah yang akhirnya mengantarkan Fauzi-Eva sebagai Bupati dan Wakil Bupati hingga saat ini. Jadi sekalipun katanya, Madura (begitu juga di Sumenep) adalah basis PKB, bukan berarti PKB bisa unggul.

Belum lagi isu lain yang merangsek maju ke permukaan dan menurunkan elektabilitas PKB, seperti isu kudeta Gus Dur oleh Muhaimin, konflik internal PKB, dan lain-lain.

Kemarin, saya tidak sengaja melihat video salah seorang ulama Sumenep yang mengajak masyarakat Madura untuk mencoblos pasangan Anies Muhaimin di Facebook. Video itu dipenuhi komentar dukungan yang membanjiri postingan tersebut.

Karena lumayan penasaran, saya langsung mengonfirmasi hal itu kepada salah satu santrinya yang tidak lain adalah saudara saya sendiri. Benar, ulama yang juga pengasuh salah satu pesantren salaf itu ternyata mendukung Anies. Bahkan–menurut penuturan saudara saya–beliau tergabung dalam ikatan ulama Madura dan akan berniat untuk melakukan deklarasi dukungan. Untuk kebenaran yang pasti, saya juga kurang tahu.

Bukan tanpa alasan, kecenderungan beberapa ulama Madura terhadap Anies adalah dikarenakan beberapa faktor. Pertama adalah sebagai antitesis mereka terhadap PDI Perjuangan. Beberapa ulama, apalagi ulama salaf dan ulama yang mendukung khilafah (isu yang santer di pemilu 2019 kemarin) memiliki karakter yang sangat anti terhadap PDI Perjuangan dan pemerintah.

Sehingga, saat ini, ulama melabuhkan pilihan kepada Anies sebagai pelarian untuk tidak mendukung Ganjar sebagai bakal calon dari PDI dan tidak mendukung Prabowo yang ada campur tangan dengan Jokowi.

Kemungkinan kedua, adalah karena polarisasi. Diakui atau tidak, polarisasi identitas pada Pemilu ini juga sangat kuat seperti pada Pemilu kemarin. Ganjar dan Prabowo adalah representasi Capres dari partai nasionalis, sedangkan Anies yang didukung oleh koalisi PKS dan Ummat adalah representasi capres relijius dan representasi islam.

Sehingga banyak ulama, lebih-lebih ulama yang memang bertarung dalam politik identitas di pemilu 2019 kemarin berspekulasi bahwa Anies adalah pilihan terbaik.

Tapi yang menarik adalah kerekatan dan keyakinan beliau kepada Anies, sekaligus membuktikan bahwa Anies mampu mengambil hati ulama Madura. Jadi, pengaruh PKB di Madura adalah bukan satu-satunya. Keberadaan Anies sebagai Capres lebih terbaca oleh masyarakat Madura (utamanya ulama salaf) ketimbang keberadaan Muhaimin dan PKB. Wallahu a’lam.

————— *** —————

Rate this article!
Tags: