Menyimak Pesan Etnomedisine dalam Serat Centhini

Oleh :
Dewi Ayu Larasati
Staf Pengajar di Universitas Sumatra Utara.

Kesehatan merupakan harta yang ternilai harganya. Oleh sebab itu agar tetap sehat orang rela melakukan apa saja, baik yang medis maupun non medis, dari yang logis hingga yang bernuansa supernatural. Semua itu merupakan beragam usaha untuk menjaga kesehatan atau mendapatkan kembali kesehatannya.

Terlebih masyarakat global, khususnya Indonesia sekarang ini sedang terbelenggu oleh pandemi Covid-19 dan beragam penyakit menular lainnya. Pandemi Covid-19 sudah sangat parah dan virus ini telah menyebar ke seluruh dunia dengan sangat cepat dan telah mempengaruhi setiap sudut kehidupan manusia.

Namun yang lebih memprihatinkan, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Menaldi Rasmin dalam laman liputan6.com (5/6/2021) menegaskan, sampai saat ini belum ada obat definitif untuk Covid-19. Yang dimaksud obat definitif adalah obat yang khusus dan sudah pasti diperuntukkan untuk mengobati suatu penyakit tertentu. Semakin tingginya kasus Covid-19 membuat banyak orang berburu obat yang diklaim bisa mengobati atau meringankan gejala.

Tak ayal, warisan leluhur seperti jamu dan empon-empon menarik perhatian masyarakat dan semakin laris manis di pasaran, karena dianggap mampu menangkal dan menyembuhkan Covid-19.

Kajian Kesehatan dalam Serat Centhini

Kearifan lokal dari para leluhur atau orang-orang tua kita pada zaman dahulu sudah mengajarkan dan mempraktikkan tentang bagaimana memelihara kesehatan warga dan lingkungannya.

Serat Centhini (1814-1823) sebagai salah satu khasanah kebudayaan daerah Jawa menyimpan banyak kearifan lokal masyarakat pemiliknya, khususnya pengetahuan mengenai dokumen pengobatan tradisional atau etnomedisin serta penjagaan kesehatan.

Serat Centhini ditulis atas perintah Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Amengkunegara III yang memerintah Surakarta (1820-1823). Ia adalah Putra Pakubuwono IV (1788-1820). Penyusunannya dipimpin Ki Ngabehi Ranggasutrasna, didampingi Raden Ngabehi Yasadipura, Raden Ngabehi Sastradipura. Mereka dibantu Pangeran Jungut Mandurareja dari Klaten, Kiai Kasan Besari dari Panaraga, dan Kiai Mohammad Mindad dari Surakarta.

Pola-pola pengobatan yang disampaikan Serat Centhini berlatar belakang masyarakat agraris dan latar sosial budaya masyarakat pada zaman serat tersebut disusun atau bahkan sebelumnya. Oleh karena itu, solusi untuk mengatasi masalah kesehatan berasal dari pemanfaatan bahan-bahan tradisional yang terdapat di lingkungan sekitar.

Dengan demikian, Serat Centhini dapat menjadi sistem acuan kearifan lokal masyarakat Indonesia dalam menjaga kesehatan serta bagaimana mengobati penyakit secara tradisonal (etnomedisin).

Kearifan Lokal Menjaga Kesehatan dalam Serat Centhini

Beberapa cara untuk menjaga kesehatan tubuh dalam Serat Centhini terlihat dari hal-hal berikut.

Pertama, mengkonsumsi makanan khas lokal yang kaya nutrisi. Serat Centhini memberikan pelajaran kepada kita agar dalam masalah kehidupan lahiriah di bumi Nusantara ini, kita tidak perlu mengimpor makanan. Semua bahan makanan sumber karbohidrat, protein, vitamin, dan mineral terdapat di Nusantara.

Hal ini terdapat dalam salah satu kisah perjalanan Jayengsari dan Niken Rancangkapti saat menuju kaki Pegunungan Tengger. Di Desa Tosari, mereka bertemu dengan tetua (kamisepuh) desa, Ki Buyut Sudarga dan mereka diberi aneka hidangan lokal yang sarat gizi seperti, minuman hangat, jenang, jagung, wajik yang keras, makanan dari jail ketan jèpèn, makanan dari sorgum, jagung pari, canthèl, ceriping talas, ceriping ketela, kentang, kacang, uwi, gembili, dan minuman temulawak yang dicampur gula siwalan.

“angladoskên sèmèkan, wedang angêt dhaharan myang jênang jagung, wajik atos jèpèn lawan, canthèl myang cariping linjik, Cariping kaspèi tela, kênthang kacang gêmbili uwi lêgi, wedang têmulawak arum, lalap gêndhis siwalan” (Jilid 1 Tembang Pangkur Kaca 221)

Kata ‘tempe’ untuk penyebutan nama hidangan, juga ditemukan dalam Serat Centhini jilid III Tembang Dhandhanggula Kaca 258, “brambang jae santên tempe” (bawang jahe santan tempe) juga terdapat dalam Jilid XII Tembang Sinom Kaca 82, “kadhele tempe srundengan” (kedele tempe serundeng). Hal ini menunjukkan budaya tempe yang kaya protein sangat melekat dengan masyarakat Indonesia, terutama dalam tatanan budaya makan masyarakat Jawa.

Kedua, mengkonsumsi empon-empon. Menurut KBBI, empon-empon adalah rimpang yang digunakan sebagai sebagai ramuan tradisional seperti jahe, kunyit, temulawak dan sebagainya. Dalam pengolahan, empon-empon atau akar tanaman ini sering dipadu dengan bahan-bahan dari tanaman lain yang menghasilkan ramuan kesehatan. Pengolahan dan hasil inilah yang dikenal sebagai jamu atau jejamuan.

Serat Centhini bisa dikatakan merupakan dokumentasi pengetahuan jamu tradisional yang pernah lestari di Jawa pada masa silam, seperti yang tertulis pada Jilid VII Tembang Megatruh Kaca 163.

“Kapulaga cabe mêrica kêmukus, jongrahab mungsi sêsawi, kulabêt puli sigunggu, randhu jênar lan kêmuning, myang jangkêping êmpon-êmpon” (Kapulaga cabe merica kemukus, jungrahab mungsi biji sesawi, tanaman klabet srigunggu, pohon randu berkulit kuning, untuk melengkapi empon-empon)

Ketiga, tradisi menginang. Menginang adalah cara untuk menghilangkan bau mulut, merawat gigi, menghilangkan pendarahan gusi, maupun untuk berkumur. Bahan menginang atau kinang terdiri atas sirih, gambir, pinang, kapur, ada yang dilengkapi daun tembakau.

Dalam Serat Centhini, menginang merupakan tradisi yang kerap disuguhkan tuan rumah pertama kali untuk para tamu yang datang khususnya dalam upacara pernikahan, kelahiran, kematian, penyembuhan, dan lain sebagainya.

“Rabinipun kinèn asasaji gupuh, gantèn wedang kahwa, gula siwalan rum manis, dhadhaharan sêkul myang ulam-ulaman” (Jilid I Tembang Pocung Kaca 255). (Syekh Amongbudi memohon istrinya segera menghidangkan ganten (kinang), wedang kahwa, gula siwalan, yang harum dan manis, nasi, dan aneka lauk ikan)

Keempat, menjaga kebersihan lahir dan batin. Kebersihan adalah bagian dari memaksimalkan keimanan. Serat Centhini juga mengajarkan manusia untuk selalu mensucikan diri baik lahir maupun batin agar tumbuh dalam diri seseorang sifat-sifat yang baik sehingga dengan kebaikan itu akan menghasilkan kebahagiaan yang sesungguhnya. “raga kalawan sukma, jatining sarira iku, raga tan ana nyana, lamun Sukma sajatine” (Jilid XII Tembang Asmaradana Kaca 18)

Etnomedisine dalam Serat Centhini

Beberapa ramuan untuk mengobati penyakit dalam Serat Centhini diantaranya sebagai berikut.

Pertama, ramuan untuk obat batuk, terdapat dalam jilid III tembang Lonthang kaca 323, “wontên malih jampi watuk lisah klapa, kunci asêm-kawak nanging mawi donga, Illa iya Allahu amung punika”

Kutipan di atas meresepkan obat batuk (jampi watuk) dibuat dari ramuan temu kunci (kunci) dan asam kawak (asem-kawak) yang dihaluskan lalu dicampur minyak kelapa (lisah klapa). Minumnya sembari merapal sekelumit doa.

Kedua, ramuan obat untuk panas dingin, “Jampi bêntèr-êtis wontên kawan warna, kang sawarna sêdhah kapanggih rosira, bêngle dlingo ron ringin têmu langya”(Obat untuk panas dingin ada empat macam, yang pertama sirih ketemu ruas, bengle, dlingo, daun beringin, dan temu ireng)

Ketiga, ramuan obat perut sesak; kasembukan, lampes, sulangking, campurannya ketumbar, mungsi, tiga biji cabe wungkuk serta laos tiga iris banyaknya, serta lempuyang tiga iris, semuanya dilumatkan sampai halus kemudian ditelan.

“Usadanya padharan (m)badhêdhêg ika, kasèmbukan lampês sulangking abênnya, tumbar mungsi cabe-wungkuk amung tiga, miwah laos tigang iris kathahira, myang lêmpuyang tigang iris sadayanya, pinipis kang lêmbat inguntal kewala”

Dengan mempelajari Serat Centhini sebagai warisan sastra bangsa, kita akan mengenal sejarah kesehatan leluhur kita dalam menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh. Naskah kuno ini juga dapat menjadi acuan dalam mengatasi gangguan kesehatan yang kita alami, tentunya dengan cara-cara dan bahan alami yang sehat dan jauh dari bahan kimia. Penggunaan ramuan secara rasional dan sesuai petunjuk pemakaian, diharapkan dapat membantu masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan.

——– *** ———

Tags: