Mewaspadai Bahaya Media Sosial

Oleh: Ahmad Fatoni
Dosen Pendidikan Bahasa Arab UMM

Media sosial berbasis internet sebagai realitas baru semakin tak terbendung. Laman-laman online seperti Facebook, Whatsapp, Instagram, Twitter, dan lain sebagainya telah banyak memberikan manfaat. Misalnya, bisa menambah sahabat dan berkomunikasi dengan mereka tanpa harus bertatap muka secara langsung. Media sosial juga bisa dengan cepat membuat orang memperoleh berita dan informasi.

Sekian tahun lalu, pengguna media sosial di Indonesia di kisaran jutaan orang. Tahun 2023, Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat penetrasi internet di Indonesia telah mencapai 78,19 persen pada 2023 atau menembus 215.626.156 jiwa dari total populasi yang sebesar 275.773.901 jiwa. Lonjakan besar itu tidaklah mengherankan, sebab Indonesia memang salah satu negara teraktif di jagad maya.

Data tersebut tentu sangat mengkhawatirkan mengingat media sosial telah merangsek ke semua lapisan usia maupun strata sosial, termasuk kaum remaja dan anak-anak. Selain memberi nilai manfaat yang begitu besar, media sosial pun mengandung bahaya yang sangat dahsyat. Bahayanya bukan hanya bagi diri si pengguna, tetapi juga bagi orang lain.

Kenyataannya, media sosial yang semula ditujukan sebagai media silaturahim mengalami pergeseran fungsi. Sekadar contoh, media sosial kerap menjadi media berbagi informasi maksiat atau lebih miris lagi sebagai ajang perzinahan terselubung. Selain itu, media sosial banyak pula dipakai untuk menyebarkan fitnah, berita bohong, ancaman, cemoohan, atau sekedar ingin pamer harta.

Jika efek negatif media sosial tersebut diabaikan, tidak mustahil moralitas bangsa yang terkenal sebagai masyarakat religius ini hancur perlahan-lahan. Sejarah akan mencatat bangsa Indonesia yang sebelumnya dikenal sebagai bangsa yang berakhlak mulia dan berkeadaban, menjelma menjadi bangsa yang rusak.

Revolusi media sosial yang begitu fantastik, tak dapat dimungkiri, mengandung beberapa dampak negatif yang perlu diwaspadai, antara lain, dapat menimbulkan candu yang mengakibatkan sifat penggunanya menjadi autis atau lebih menutup diri pada kehidupan sekitar. Para pecandu media sosial biasanya tidak pandang waktu saat berselancar di depan internet.

Kedua, menyebabkan penurunan produktivitas kerja sebab yang menjadi prioritas adalah ber-media sosial ria. Banyak karyawan perusahaan, dosen maupun mahasiswa yang terbuai media sosial pada saat sedang bekerja atau kuliah. Jamak dimaklumi, penggunaan media sosial yang tidak terkontrol pasti mengurangi waktu-waktu produktif.

Ketiga, memicu kecemburuan antar suami-istri jika berhubungan yang tidak wajar dengan orang lain. Bagaimanapun, dunia maya diakui bisa meningkatkan godaan berselingkuh dan mendorong kehancuran rumah tangga. Kemajuan teknologi yang seharusnya membantu masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan hidup, baik primer, sekunder maupun tersier, juga berakibat fatal bagi tatanan masyarakat, khususnya urusan rumah tangga.

Keempat, memancing pergaulan bebas tanpa batas. Banyak orang yang memanfaatkan sarana media sosial untuk kegiatan berbau pornografis, mulai dari kata-kata cabul hingga mafia perdagangan gadis di bawah umur. Kendati penggunaan media sosial telah diatur sedemikian rupa, tetap saja ada pihak yang memanfaatkan dunia maya untuk kegiatan negatif. Kasus belakangan yang sedang viral di berbagai media, ada seorang suami di Bandung yang menjual video tak senonoh istrinya sendiri lewat twitter.

Kelima, menyusutnya perhatian terhadap keluarga. Sebuah riset di Inggris membuktikan bahwa orang tua semakin sedikit waktunya dengan anak-anak mereka karena berbagai alasan, salah satunya gara-gara kecanduan media sosial. Suatu kenyataan, bisa terjadi seorang suami sedang menulis di statusnya, si istri sedang membaca komentar di WA, sementara sang anak khusyuk bermain game. Akibatnya, silaturrahim di dunia nyata tergantikan oleh dunia maya.

Keenam, batasan ranah pribadi dan sosial menjadi kabur. Pengguna media sosial bebas menuliskan apa saja, walaupun sering tanpa sadar ia menuliskan hal yang seharusnya tidak di-share ke ruang publik. Sekedar contoh, persoalan rumah tangga seseorang bisa diketahui orang ramai. Biasanya si pemakai tidak menyadari beberapa data pribadi yang tidak semestinya ditampilkan secara terbuka.

Ketujuh, mempengaruhi susunan saraf manusia akibat radiasi layar HP/komputer, yang akhirnya dapat memicu penyakit kanker atau tumor. Meski hal ini masih bisa diperdebatkan, kebiasaan duduk berlama-lama di hadapan HP/komputer bisa berisiko terjadinya penyakit fisik karena terlalu lama duduk akan menyebabkan sakit punggung dan nyeri sendi. Kekurangan waktu tidur dalam waktu lama juga mengakibatkan kantuk berkepanjangan, sulit berkonsentrasi, dan depresi dari sistem kekebalan.

Itulah sebagian bahaya media sosial yang mesti diwaspadai. Namun demikian, semua tergantung penggunaannya. Media sosial hanyalah alat pengubung dan manusia selaku pengguna harus bijak memanfaatkannya. Media sosial tak ubahnya sebilah pisau yang bersifat netral. Jika pisau digunakan untuk mengiris bawang di dapur akan sangat berguna, tetapi jika disalahgunakan akan berbahaya. Media sosial pun demikian, bila dimanfaatkan dalam hal kebaikan akan menguntungkan dan bila disalahgunakan dalam hal keburukan justru akan menjerumuskan penggunanya.

———– *** ————

Rate this article!
Tags: