Optimalisasi Subsidi Pupuk Demi Produktifitas Pertanian

Upaya untuk mengantisipasi persoalan krisis pangan global yang belakangan ini menjadi isu perhatian dunia, tanpa kecuali negara kita Indonesia maka sudah semestinya pemerintah perlu melakukan berbagai upaya untuk mewujudkan ketersediaan pangan. Salah satunya, dengan peningkatan produktivitas pertanian. Dan, dalam rangka peningkatan produktivitas pertanian itu, tentu kebutuhan pupuk haruslah tercukupi. Terutama kebutuhan pupuk bersubsidi.

Optimalisasi tata kelola pupuk bersubsidi perlu dilakukan pemerintah yang diselaraskan dengan adanya Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No.10 Tahun 2022 Tentang Tata Cata Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian. Minimal ada empat hal yang menjadi inti kebijakan pemerintah dalam Permentan No.10/2022 tersebut. Poin pertama dijelaskan bahwa petani yang tergabung ke dalam kelompok tani yang telah terdaftar berhak mendapatkan pupuk bersubsidi selama melakukan usaha tani subsektor tanaman pangan, holtikultura dan perkebunan dengan lahan paling luas dua hektar permusim tanam.

Dilanjutkan, ke poin kedua, pupuk subsidi diperuntukkan untuk 9 (sembilan) komoditas pokok dan strategis, antara lain seperti padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, bawang putih, tebu rakyat, kopi dan kakao. Langkah ini diambil agar produk hasil pertanian yang memiliki kontribusi terhadap inflasi dapat terus terjaga. Ketiga, jenis pupuk bersubsidi yang diberikan kepada petani adalah Urea dan NPK. Alasan kedua jenis pupuk ini dipilih dikarenakan kedua pupuk ini sangat sesuai dengan kondisi lahan pertanian yang sangat memerlukan unsur hara makro esensial agar bermanfaat terhadap optimalisasi pertanian.

Dan, keempat mekanisme pengusulan alokasi pupuk bersubsidi dilakukan dengan menggunakan data spasial dan atau data luas lahan dalam sistem informasi manajemen penyuluh pertanian (Simluhtan), dengan tetap mempertimbangkan luas baku lahan sawah yang dilindungi (LP2B). Langkah-langkah tersebut, perlu diambil oleh pemerintah demi hadapi gejolak kenaikkan harga pangan dan energi global yang disebabkan oleh terganggunya rantai pasok barang dan jasa selama pandemi Covid-19 yang kemudian diperparah oleh gejolak geopolitik dunia akibat perang Rusia-Ukraina.

Gumoyo Mumpuni Ningsih
Dosen Agribisnis Univ. Muhammadiyah Malang.

Tags: