Pemenuhan Produksi dengan Bantuan Benih Jagung Hibrida

Pemprov Jatim, Bhirawa.
Pada tahun 2024, kebutuhan jagung masih cukup besar di Jawa Timur, utamanya untuk pakan ternak. Untuk memenuhi hal tersebut, pada tahun 2024 beberapa kegiatan didorong untuk mendukung peningkatan produksi dan produktivitas jagung diantaranya kegiatan pemenuhan produksi dengan bantuan benih jagung hibrida.

Sebelumnya perlu diketahui, pertumbuhan sektor pertanian di Jawa Timur salah satunya disupport oleh kinerja produksi jagung. Berdasarkan Angka Tetap BPS Tahun 2023 dapat disampaikan sebagai berikut Luas Panen 755.061 ha, Produksi JPK KA 28% 6,487 juta ton jagung pipilan kering, Produksi JPK KA 14% 4,795 juta ton jagung pipilan kering.

Produksi jagung pipilan kering KA 14% di Tahun 2023 mengalami penurunan sebanyak 156 ribu ton pipilan kering dibandingkan 2022 yang sebesar 4,95 juta ton pipilan kering. Provinsi Jawa Timur merupakan provinsi dengan produksi jagung terbesar di Indonesia dan menyumbang 30,63 % terhadap produksi jagung nasional.

Prakiraan ketersediaan di Jawa Timur untuk musim tanam tahun 2024 dapat disampaikan kalau Prakiraan Luas Panen = 1.263.136 Ha, Prakiraan Produksi 7.207.759 Ton jagung pipilan kering, Produktivitas rata-rata 56,80 Ku/Ha (5,68 ton/Ha), Prakiraan kebutuhan konsumsi 89.280 Ton, Prakiraan kebutuhan pakan ternak 4.152.060 Ton, dan Prakiraan surplus 2.966.419 Ton

Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur, Dydik Rudy Prasetyo mengatakan, pada musim tanam I saat ini, pertanaman jagung cenderung lebih diminati karena kondisi curah hujan yang belum merata.

“Berdasarkan sasaran tanam tahun 2024 untuk komoditas jagung seluas 1,25 juta Ha sehingga untuk kebutuhan benih jagung diprakirakan mencapai 18,85 juta Ton.,” katanya, Minggu (12/3/2024).

Provinsi Jawa Timur merupakan provinsi dengan kapasitasi Industri Makanan Hewan terbesar di Indonesia yaitu sebesar 7,43 juta ton per tahun (28,32% nasional).

Jenis industri pakan ternak di Jawa Timur dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu Industri Pakan Ternak Mandiri Skala Kecil (untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak maupun unggas lokal, dan Industri Pakan Ternak Sedang dan Besar (Manufaktur).

Sementara Perusahaan industri jagung skala besar dan menengah memiliki sebaran lokasi industri meliputi Kota Surabaya, Kabupeten Mojokerto, Sidoarjo, Probolinggo, Jombang, Gresik, Tulungagung, Pasuruan, dan Banyuwangi.

Industri pakan ternak dan ketersediaan bahan baku di Jawa Timur (jagung) saling berkaitan. Sebagai wilayah industri pakan ternak terbesar, Jawa Timur juga memiliki keunggulan dengan adanya dukungan ketersediaan bahan baku yaitu jagung, mengingat Jawa Timur adalah penghasil terbesar jagung.

Pasar utama pakan ternak di Jawa Timur berupa peternakan ayam ras pedaging dan petelur (kontribusi 15% produksi ayam pedaging dan 26,77% produksi ayam petelur terhadap nasional).

“Dapat disampaikan bahwa dalam masih banyak tantangan yang dihadapi di sektor hulu (penyediaan bahan baku untuk industri jagung), diantaranya adalah produktivitas rata-rata jagung yang masih kecil, dibawah 7 ton/Ha,” katanya.

Kemudian kebutuhan bahan baku pakan ternak merata sepanjang waktu, sementara produksi jagung bersifat musiman, lalu lokasi sentra produksi jagung dan sentra industri pakan ternak berjauhan, dan perbedaan harga jagung antar wilayah (variabilitas ongkos produksi).

Ia juga menyinggung adanya beberapa hal yang mempengaruhi ketersediaan pasokan jagung antara lain adalahertama, berkurangnya Luas Lahan Produktif untuk Pertanian.

Menurutnya, alih fungsi lahan mempunyai implikasi yang serius terhadap produksi pangan, lingkungan fisik, serta kesejahteraan masyarakat pertanian dan pedesaan, dimana alih fungsi lahan pertanian pangan menyebabkan makin sempitnya luas lahan yang diusahakan dan sering berdampak pada menurunnya tingkat kesejahteraan petani.

Kemudian kedua, Kesenjangan Potensi Produksi dan Provitas. Dydik juga mengatakan, kesenjangan hasil antara potensi dan kondisi di lapangan masih tinggi (Jagung rata-rata provitas 2021 sebesar 5.4 Ton/ha, potensi > 7 ton/ha jagung pipilan kering. Oleh karena itu perlu dilakukan banyak terobosan inovasi seperti penggunaan benih unggul bersertifikat dan pemanfaatan teknologi.

Selanjutnya, ketiga, Manajemen Pasokan dan Dinamika Harga. Dydik menyampaikan, hal ini dipengaruhi oleh produksi yang tidak stabil sepanjang musim, dalam hal ini terjadi kelebihan suplai di tingkat petani sehingga menyebabkan harga jatuh.

“Pemilihan komoditas yang sama dan waktu tanam yang bersamaan menjadikan panen terjadi secara bersamaan sehingga harga jual menjadi rendah karena pasokan akan berlimpah,” katanya.

Keempat, Sarana Infrastruktur yang Belum Memadai. Ketersediaan infrastruktur yang memadai dan optimal akan memberikan kesempatan bagi petani untuk lebih mudah mencapai produktivitas yang maksimal.

Kelima, Dominasi Usahatani Skala Kecil, dimana peningkatan jumlah rumah tangga pertanian tidak sebanding dengan luas lahan yang diusahakan, akibatnya jumlah petani kecil dan buruh tani tanpa penguasaan/pemilikan lahan di Jawa Timur terus bertambah.

Keenam, Daya Saing Produk Pertanian Masih Lemah. Disini untuk peningkatan daya saing dapat diperoleh melalui peningkatan kualitas produk, percepatan proses produksi, atau mampu mengefisiensikan biaya produksi.

Ketujuh, Keterbatasan Petani terhadap Akses Permodalan. Menurutnya, ketersediaan sumber permodalan yang dapat diakses oleh petani masih sangat terbatas, sehingga pembelian input usahatani jagung terkadang disesuaikan dengan modal sendiri yang tersedia. Hal ini berakibat kepada pencapaian produksi usahatani jagung yang kurang. [rac.dre]

Tags: