Residu Pilpres 2024

Oleh :
Abdul Hayyi
Mahasiswa Administrasi Publik Universitas Airlangga

Perhelatan Pilpres 2024 akhirnya menemui muara akhir. Majelis Hakim pada Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak seluruh permohonan yang diajukan capres-cawapres nomor urut 01, Anies Baswedan dengan Muhaimin Iskandar, serta capres-cawapres nomor urut 03, Ganjar Pranowo berpasangan dengan Mahfud MD, sidang putusan sengketa hasil Pemilihan Presiden 2024, pada Senin (22/04/2024). MK mengetuk palu dan menyatakan permohonan para pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya alias ditolak seluruhnya.

Setidaknya ada tiga isu besar yang diajukan oleh masing-masing kubu dalam melakukan perlawanan terhadap kemenangan Prabowo-Gibran di pilpres 2024. Isu netralitas aparat, politisasi bansos dan nepotisme Jokowi dalam kaitannya dengan cawe-cawe Jokowi terhadap kemenangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

Hingar bingar soal pilpres 2024 memang menjadi topik ramai dalam diskusi publik terlebih telah terjadi kecurangan secara Terstruktur, Sistematis dan Masif (TSM). Tidak heran jika kemudian pasangan 01 dan 03 melakukan perlawanan atas pertandingan pilpres 2024 yang dilakukan tidak pada jalur fair dan berkeadilan substantif.

Seruan para guru besar yang menginginkan proses pemilu dilakukan dengan moral dan etika serta tanpa keterlibatan aparat memang menggema dari berbagai perguruan tinggi baik swasta maupun negeri.

Problem mendasar adalah pasca putusan MK No 90 Tahun 2023 soal penambahan syarat capres dan cawapres. Hal itu dikesankan menjadi karpet merah bagi Gibran Rakabuming Raka untuk dapat melanggeng sebagai kontestan pemilu 2024. Dalam regulasi pemilu 2017 capres maupun cawapres haruslah berumur 40 tahun akan tetapi MK menambah syarat optional dengan menambah norma pernah menjadi kepala daerah hasil pemilihan umum (Pemilu).

Sontak Putusan MK Nomor 90 inilah yang membuat MK menjadi sasaran tembak para pengkritik dan para pengawal demokrasi substansial. MK dipandang telah merubah haluannya selama ini dari sikap open legal policy dengan tambahan norma pada Pasal 169 huruf (q) Undang Undang Pemilu tahun 2017.

Sikap MK yang berubah ini ditenggarai publik sebagai akibat dari posisi Anwar Usman sebagai Ketua MK yang dianggap tidak netral dalam mengadili dan memutus permohonan. Anwar Usman dianggap memiliki intensi nepotis dan konflik kepentingan terhadap jalur politik sang keponakan Gibran Rakabuming Raka yang masih dua tahun menjabat sebagai walikota Solo.

Dalam tahapan proses pemilu cawe-cawe Jokowi melalui kekuasaan juga dianggap berperan signifikan terhadap perolehan suara Prabowo-Gibran. Salah satunya adalah politisasi bantuan sosial atau perlindungan sosial (perlinsos), meskipun 3 kementerian pada kabinet Jokowi mengatakan bahwa anggaran perlinsos telah mendapatkan persetujuan dari DPR.

Di lain sisi, Jokowi sebagai presiden dianggap tidak netral dalam menempatkan diri dalam laga tarung pilpres. Hal itu semakin menguatkan pandangan publik bahwa Jokowi ingin meneruskan kekuasaannya dengan memilih anaknya sebagai pasangan Prabowo Subianto.

Hal itu juga terkonfirmasi dari beberapa elit PDIP seperti Adian Napitupulu, Panda Nababan dan Hasto Kristiyanto dimana Jokowi ingin melanjutkan tiga periode kekuasaan meskipun ditolak secara mentah-mentah oleh PDIP karena dianggap melanggar Konstitusi.

Pertarungan Pilpres semakin melebar dan meruncing dengan basis argumentasi yang berbeda-beda. Salah satunya pasca MK yang menolak seluruh gugatan yang diajukan oleh pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar serta Ganjar Pranowo dan Mahfud MD mengenai sengketa Pilpres.

Salah satu hakim MK yaitu Saldi Isra dalam pertimbangan hukumnya mengatakan pemilu yang jujur dan adil merupakan bagian dari asas atau prinsip fundamental pemilu yang telah diatur dalam UUD 1945. Saldi mendasarkan pada Pasal 22E ayat 1 UUD 1945, mengenai asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil dan berkala setiap 5 tahun sekali.

Jika kita membaca dengan cermat soal komposisi hakim MK yang memutus perkara perselisihan hasil Pilpres 2024 maka keputusan yang diambil oleh MK tidaklah bulat. Tiga hakim MK, yaitu hakim Saldi Isra, Hakim Enny Nurbaningsih, dan Hakim Arief Hidayat, menegaskan ketidaksetujuan mereka dalam pendapat berbeda (dissenting opinion) perihal pertandingan pilpres yang tidak menyentuh keadilan substansial. Meskipun pada akhirnya suara mereka mereka kalah dengan pendapat dari lima hakim lain yang setuju menolak permohonan Anies dan Ganjar.

Penolakan atas perlawanan hukum Anies dan Ganjar menjadi catatan sejarah buruk bagi perjalanan menuju demokrasi yang matang. Kekuasaan yang ditampilkan Jokowi tidak memiliki etika dan berantakan dalam menempatkan posisi sebagai Presiden. Salah satu kritik keras berulang juga disampaikan secara terus-menerus oleh Profesor Akal Sehat Indonesia Rocky Gerung yang masih relevan hingga saat sekarang ini bahwa Masalahnya adalah Jokowi tidak tahu masalahnya.

Jokowi sebagai petugas partai dari PDIP juga telah ditalak tiga sebagai kader. Jokowi dianggap tidak sopan dan tidak menampilkan etika politik yang seharusnya ditunjukkan sebagai seorang figur politik.

Residu Pilpres 2024 telah menyebabkan adanya ketidakpercayaan sebagian masyarakat terhadap kekuasaan yang dijalankan saat ini khususnya dalam gelaran proses Pilpres 2024. Pengerahan sumber daya negara yang selama ini dilakukan oleh kekuasaan ini adalah salah satu kecurangan TSM meskipun putusan MK mengatakan sebaliknya.

Kemenangan Prabowo Gibran akan secara terus-menerus dipersoalkan soal pelanggaran atas etika politik dan menabrak konstitusi yang mengatur. Khususnya posisi Gibran Rakabuming Raka yang dianggap belum berpengalaman cukup sebagai anak muda dalam memimpin negara.

Dalam menuju kematangan demokrasi seharusnya bangsa besar ini menyerahkan pada pola meritokrasi yang berdasar pada kemampuan pribadi. Bukan karena jalur-jalur bantuan Sang Ayah atau Sang Paman, yang justru membuat demokrasi menjadi mundur ke belakang.

———– *** ————–

Rate this article!
Residu Pilpres 2024,5 / 5 ( 3votes )
Tags: